KOMPAS.com - Program asimilasi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) seharusnya menjadi angin segar bagi sejumlah narapidana.
Pasalnya, dengan adanya program tersebut mereka yang dinilai telah memenuhi syarat bisa keluar dari penjara meski masa penahanannya belum berakhir.
Namun, hal itu ternyata tidak berlaku bagi Ambo (42) bersama tiga rekannya yang saat ini menjadi narapidana di Rutan Klas IIA Samarinda, Kalimantan Timur.
Meski mendapatkan hak asimilasi tersebut, pria asal Parepare, Sulawesi Selatan ini justru menolak dan memilih untuk tetap bertahan di dalam rutan untuk menghabiskan masa tahanannya.
Baca juga: Satpam Penampar Perawat di Semarang Ditangkap Polisi, Berikut Ini Pengakuannya
Hal itu ia lakukan karena sudah terlanjur merasa nyaman. Terlebih, saat ini ia juga mengaku sudah tidak punya rumah dan keluarga.
“Orangtua sudah meninggal. Istri diambil orang (cerai). Saya bagus di sini saja (Rutan). Banyak teman,” kata Ambo kepada wartawan di Samarinda, Sabtu (11/4/2020) saat ditemui di Rutan Sempaja.
Meski ia mengaku punya anak satu, namun, dengan merebaknya virus corona di sejumlah daerah saat ini tidak memungkinkannya untuk mengunjunginya.
Alasannya karena anaknya tersebut sekarang tinggal di kampung halamannya di Parepare.
Baca juga: Pengakuan Perawat Laporkan Oknum Satpam ke Polisi: Selain Menampar Dia Juga Mengancam akan Membunuh
Diketahui, Ambo merupakan napi kasus narkotika. Dia divonis empat tahun enam bulan penjara pada akhir 2017.
Dengan masa tahanan yang sudah dijalaninya saat ini, ia termasuk penerima hak asimilasi dan integrasi sesuai SK Kemenkumham RI.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.