Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wabah Virus Corona, Warga Sortir Pendatang dan Karantina Mandiri untuk Cegah Penyebaran Covid-19

Kompas.com - 01/04/2020, 15:05 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Di tengah opsi 'pembatasan sosial dalam skala besar' yang dipilih Presiden Joko Widodo, beberapa desa dan kampung di Yogyakarta dan daerah lain mulai melakukan karantina mandiri dan menyortir para pendatang.

Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah akan mengambil kebijakan untuk melakukan pembatasan sosial dalam skala besar yang diiringi dengan kebijakan darurat sipil.

Dalam rapat terbatas yang digelar Senin (30/03) dia menghendaki kebijakan pembatasan sosial berskala besar dilakukan "lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi".

Baca juga: Tak Pilih Lockdown, Jokowi Ingin Aktivitas Ekonomi Tetap Berjalan

"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaannya yang lebih jelas, sebagai panduan-panduan untuk provinsi, kabupaten dan kota sehingga mereka bisa kerja," ujar Jokowi.

Dia juga menekankan bahwa karantina kesehatan, termasuk karantina wilayah menjadi "wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah".

Baca juga: Di Balik Viral Foto Lockdown Desa di Magetan, Masuk Zona Merah, 60 Orang Isolasi Mandiri

Akan tetapi, sejumlah daerah sebelumnya sudah memutuskan untuk melakukan karantina wilayah atau local lockdown, seperti Tegal, Tasikmalaya, Makassar, Ciamis, serta Provinsi Papua.

Meski tak merespons langsung kebijakan yang diambil pemerintah daerah, Jokowi meminta jajaran menterinya untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan di pusat.

"Saya harap seluruh menteri memastikan pemerintah pusat dan daerah harus memiliki visi yang sama," kata dia.

Namun, karena hingga kini belum ada aturan pelaksanaan 'pembatasan sosial berskala besar', warga di daerah berinisiatif melakukan karantina wilayah dengan cara masing-masing.

Baca juga: 60 Warga Isolasi Mandiri, Desa di Magetan Berlakukan Lockdown

'Kalau tidak penting, tidak boleh masuk'

Beberapa desa dan kampung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah lain mulai melakukan karantina mandiri dan menyortir para pendatang. Getty Images Beberapa desa dan kampung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah lain mulai melakukan karantina mandiri dan menyortir para pendatang.
Tulisan 'LOCKDOWN. Cukup atimu sing ambyar ojo kesehatanmu' (cukup hatimu yang hancur, kesehatanmu jangan) terpampang di pintu masuk Dukuh Kropoh, Condong Catur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Beberapa pria berjaga sambil bercengkerama di ujung gang, sementara palang pintu menghalangi jalan.

Siapa pun yang masuk ke pemukiman itu, dihentikan. Mereka diperiksa dan disemprot disinfektan jika hendak masuk.

"Kita mengantisipasi agar tidak terkena wabah," kata Sukiswanto, salah seorang warga yang siang itu bersama dengan warga kampungnya berjaga di pintu masuk, Senin, (30/3/2020) kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Viral Foto Lockdown Desa di Magetan, Ini Penjelasan Camat Barat

Menurut Sukiswanto yang juga ketua RW setempat, setiap warganya yang akan masuk ke perkampungan, diminta berhenti terlebih dahulu lalu disemprot dengan cairan disinfektan ke tubuhnya.

Sedangkan warga dari luar kampung yang ingin masuk akan didata terlebih dahulu, sekaligus ditanya keperluannya datang ke kampung itu.

"Kalau tidak penting, kami tidak perbolehkan. Kalau penting, kami data dan kami semprot dulu," katanya.

Baca juga: Penjelasan Camat Cipondoh soal Spanduk Lockdown di Kelurahan Petir

Tulisan LOCKDOWN. Cukup atimu sing ambyar ojo kesehatanmu (cukup hatimu yang hancur, kesehatanmu jangan) terpampang di pintu masuk Dukuh Kropoh, Condong Catur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. yaya ulya Tulisan LOCKDOWN. Cukup atimu sing ambyar ojo kesehatanmu (cukup hatimu yang hancur, kesehatanmu jangan) terpampang di pintu masuk Dukuh Kropoh, Condong Catur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Karena kami mengantipasi pendatang dari luar," lanjutnya kemudian.

Beredarnya informasi tentang ribuan orang di Jabodetabek yang terpaksa pulang kampung ke Jawa Tengah, Yogyakarta dan sekitarnya karena imbas wabah Covid-19, membuat warga khawatir tempat tinggalnya terpapar virus corona.

"Di warga kami tidak ada yang ODP (Orang dalam pemantauan), tapi tetangga sebelah (desa) kami sudah ada, makanya kami hati-hati," katanya.

Sukiswanto mengaku sudah berkordinasi dengan pihak kepala desa untuk memberlakukan lockdown atau penutupan akses bagi pendatang yang akan masuk perkampungannya.

Baca juga: Warga Pondok Aren Buat Satuan Gugus Tugas dan Karantina Wilayah Mandiri

Sementara itu, di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta, sejumlah akses masuk ke kampung juga ditutup.

Akses masuk kini hanya dipusatkan di pintu utama desa.

"Kalau ada yang mau masuk, kami tanyai dulu kepentingan apa. Kalau tidak penting tidak boleh masuk," kata Rafael Alvialdo, pemuda desa yang saat itu berjaga di pintu masuk, Senin (30/3/2020).

Sama seperti kampung-kampung lain, alasan penutupan akses jalan, menurut Rafael, agar warga sekitar aman dari dari wabah Covid-19.

Baca juga: Aksi Karantina Mandiri 4 Pasien Positif Corona Bikin Warga Lampung Resah, Akhirnya Diisolasi di RS

Rafael mengaku juga sudah meminta kepada warga pendatang yang tinggal di Patukan atau kos-kosan untuk tidak menerima tamu dari luar dan mengimbau agar warga kos tidak mudik terlebih dahulu.

"Di sini (Patukan) mayoritas warga sendiri. Dan warga kos kami minta untuk tidak mudik dulu," katanya.

Sementara, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengatakan apa yang dilakukan oleh warganya bukanlah bagian dari lockdown, akan tetapi upaya untuk menyeleksi pendatang yang masuk.

Baca juga: Pasien ke-11 Positif Corona di Sumbar Adalah Pelajar 18 Tahun, Lakukan Isolasi Mandiri

'Jakarta seakan jadi penyebar virus'

Beredarnya informasi tentang ribuan orang di Jabodetabek yang terpaksa pulang kampung ke Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sekitarnya karena imbas wabah Covid-19, membuat warga khawatir tempat tinggal mereka terpapar virus corona. Getty Images Beredarnya informasi tentang ribuan orang di Jabodetabek yang terpaksa pulang kampung ke Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sekitarnya karena imbas wabah Covid-19, membuat warga khawatir tempat tinggal mereka terpapar virus corona.
Selama delapan hari terakhir, ratusan armada bus antar provinsi membawa sekitar 14.000 orang dari Jabodetabek ke berbagai daerah, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY.

Kebanyakan dari mereka adalah pekerja yang terpaksa pulang kampung karena tak lagi bekerja seiring pemberlakuan status tanggap darurat yang membatasi aktivitas warga.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, mengritisi kebijakan di daerah yang dianggapnya "tidak ada mekanisme yang jelas."

Baca juga: Jumlah ODP dan PDP di Solo Bertambah, Pemkot Siapkan 3 Lokasi Karantina Mandiri

"Ketika tiba-tiba diumumkan belasan ribu orang mudik dalam delapan hari, apa iya mereka yang membawa virus. Jadi artinya kita seakan-akan di Jakarta ini adalah penyebar virus di mana-mana," ujarnya.

Biwara Yuswantana, Wakil Ketua Sekretariat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Yogyakarta, mengungkapkan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan gubernur, bupati dan walikota terkait inisiatif masyarakat yang melakukan karantina wilayah.

Baca juga: Usai Karantina Mandiri, Ini yang Harus Dijalani Detri Warmanto agar Tak Tertular Corona Lagi

Menurut pemantauannya, bupati dan walikota sudah memberi surat edaran yang ditujukan kepada camat dan desa untuk menjadi pedoman apa yang harus dilakukan apabila ada pendatang atau orang yang masuk ke wilayahnya.

"Intinya bagaimana kemudian kearifan lokal di DIY yang melakukan inisiatif untuk melakukan upaya untuk melindungi warganya dari potensi penularan Covid-19 dengan melakukan langkah-langkah filter," kata Biwara.

"Perlakuan tindakannya memang bervariasi. Ada yang kemudian sudah disediakan tenda penyemprotan di pintu masuk kampung. Ada yang kemudian dilakukan pendataan, jadi setiap orang yang masuk di data, dilaporkan kemudian apa yang perlu dilakukan terhadap mereka," lanjutnya kemudian.

Baca juga: Karantina Wilayah, Batam Beri Sembako Gratis dan Pekerja Tetap Bekerja

Apa beda 'pembatasan sosial berskala besar' dan 'karantina wilayah'?

Alih-alih menempuh kebijakan karantina wilayah, atau lockdown, seperti desakan berbagai pihak, Presiden Joko Widodo memilih kebijakan pembatasan sosial berskala besar untuk menangani wabah Covid-19. Getty Images Alih-alih menempuh kebijakan karantina wilayah, atau lockdown, seperti desakan berbagai pihak, Presiden Joko Widodo memilih kebijakan pembatasan sosial berskala besar untuk menangani wabah Covid-19.
Alih-alih menempuh kebijakan karantina wilayah, atau lockdown, seperti desakan berbagai pihak, Presiden Joko Widodo memilih kebijakan pembatasan sosial berskala besar' untuk menangani wabah Covid-19.

Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman mengungkapkan kebikakan ini ditempuh karena pemerintah menganggap penerapan lockdown tidak efektif di India dan Italia.

"Presiden melihat kalau karantina wilayah itu dengan kasus saja India, kasus Italia, itu ternyata menimbulkan kekacauan sosial. Kalau tidak direncanakan secara terukur, mengingat contoh-contoh tersebut, Presiden menganggap Indonesia sekarang sudah cukup dengan pembatasan sosial dalam skala besar," kata dia.

Baca juga: Karantina Lokal Gaya Kota Tasikmalaya

Lantas, apa perbedaan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar?

Keduanya merupakan bagian dari opsi-opsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Disebutkan dalam undang-undang tersebut, dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dilakukan dengan empat pilihan, yakni karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, atau pembatasan sosial berskala besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.

Baca juga: Gubernur NTT: Karantina Daerah Kewenangan Pemerintah Pusat

Dijelaskan dalam undang-undang itu, pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Sedangkan karantina wilayah adalah pembatasan yang dilakukan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut.

Fadjroel mengatakan kebijakan pembatasan sosial skala besar ini sebenarnya diterapkan dalam dua pekan terakhir.

Baca juga: Jokowi Putuskan Pembatasan Sosial Skala Besar, Apa Bedanya dengan Karantina Wilayah?

Namun, kata Fadjroel, kali ini penerapan pembatasan sosial disertai dengan upaya pendisiplinan hukum.

"Jadi sebenarnya dari UU Nomor 6 Tahun 2018, yaitu pembatasan sosial berskala besar, terus ditambah maklumat Polri. Kalau orang melakukan kerumunan, itu bisa dibubarkan, melalui KUHP dan itu sampai hari Sabtu kemarin sudah hampir 10 ribuan kerumunan massa dibubarkan," ujar dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah terkait kebijakan ini.

Melalui regulasi ini maka seluruh pemerintah daerah memiliki aturan baku dalam membuat keputusan sebagai tindak lanjut dari kebijakan pemerintah pusat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com