Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baduy Tercemar Sampah Plastik

Kompas.com - 05/03/2020, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

 

Ekonomi tumbuh

Suku Baduy atau biasa disebut Urang Kanekes tersebar di 65 kampung yang berada di wilayah Kabupaten Lebak Banten.

Dari jumlah itu, hanya 10 kampung yang dikunjungi wisatawan; Kampung Balimbing (Baduy Luar) dan Cibeo (Baduy Dalam).

Sebelumnya, banyak warga Baduy yang berprofesi sebagai petani namun dengan kedatangan wisatawan, banyak yang memiliki usaha tambahan, utamanya berdagang.

"Warga menjual kerajinan tangan seperti tenun, hasil bumi, durian, pisang, juga madu. Ekonomi Baduy membaik sejak banyak wisatawan," kata Mulyono yang juga tokoh pemuda Baduy Luar Kampung Balimbing.

Baca juga: Jangan Sembarangan Foto di Baduy dan Aturan Adat Lainnya

Tumbuhnya ekonomi warga Baduy, terlihat dari banyaknya warung di sepanjang jalan menuju Kampung Balimbing.

Warung-warung menyatu dengan rumah dan perempuan yang sedang menenun menjadi pemandangan lazim di kampung itu. Suara alat yang beradu saat perempuan menenun juga lumrah terdengar.

Anak-anak sibuk menjajakan kerajinan khas Baduy sementara pedagang berkeliling menawarkan minuman kemasan terlihat di antara wisatawan.

Bahkan, saat menyusuri bukit dari Kampung Balimbing ke Cibeo sejauh kurang lebih 8 kilometer, akan sangat mudah menemui pedagang minuman kemasan di beberapa titik di sepanjang perjalanan.

Baca juga: 5 Siswanya Tewas Tenggelam di Kawasan Baduy, SMP Budhaya III Libur 3 Hari

Sampah plastik meningkat

Imbauan untuk tidak membuang sampah di kawasan Baduy yang menarik banyak wisatawan. BBC INDONESIA/YULI SAPUTRA Imbauan untuk tidak membuang sampah di kawasan Baduy yang menarik banyak wisatawan.
Suku Baduy, terutama Baduy Dalam, dikenal sebagai suku yang masih kuat memegang teguh adat istiadat yang diwariskan leluhur.

Mereka tetap menjalankan sejumlah larangan yang tujuannya menjaga kelestarian alam.

Sejumlah aturan yang mereka anut hingga kini antara lain tidak menggunakan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi, tidak memakai alas kaki, dan larangan menggunakan alat elektronik atau peralatan modern lainnya.

Kemasan plastik dianggap sebagai hal modern sebab masyarakat Baduy terbiasa memakai kemasan dedaunan, seperti daun pisang dan daun patat untuk membungkus makanan.

Baca juga: Niat Moses Juarai Paduan Suara Kandas, Ia Ikut Tenggelam di Baduy...

"Kalau nasi bungkusnya daun pisang, daun patat, atau daun ubi. Tidak pakai plastik, hanya daun pisang dan patat. Itu larangan dari dulu. Itu ciri khas Baduy Dalam memakai daun pisang dan daun patat," kata Sadi, warga Baduy Dalam yang diterjemahkan dari Bahasa Sunda.

Kemasan plastik nyaris tidak pernah digunakan warga Baduy Dalam. Untuk kegiatan mandi atau mencuci, mereka terbiasa memakai bahan alami.

Mandi dan sikat gigi menggunakan honje, sedangkan mencuci baju menggunakan lerak. Bahan alami itu digunakan lantaran warga Baduy Dalam dilarang mengotori sungai.

Baca juga: Isak Tangis Ibu Christiano, Korban Tenggelam di Baduy: Anakku Sudah Tidak Ada, Ikutlah Aku Nak

Warga Baduy biasa menggunakan tas dari kaBBC INDONESIA/YULI SAPUTRA Warga Baduy biasa menggunakan tas dari ka
Namun, meningkatnya kunjungan wisatawan ditambah ramainya usaha dagang warga yang sebagian besar menjual produk makanan minuman berkemasan plastik, mendatangkan persoalan baru.

Sampah plastik semakin banyak ditemukan berserakan di sekitar pemukiman warga Baduy, yang juga area kawasan wisata itu.

Botol-botol minuman kemasan, bungkus plastik makanan ringan, juga sedotan adalah jenis sampah yang dominan ditemukan di jalan maupun di sungai atau di tempat sampah yang tersedia sepanjang jalan.

"Dulu belum banyak sampah plastik. Pengunjung masih sedikit karena sulitnya proses pengurusan izin masuk Baduy," ungkap Iwan.

Baca juga: Tragedi Jumat, 5 Siswa SMP Budhaya III Tenggelam di Kawasan Baduy: Sungai Terlarang untuk Wisatawan

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com