Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Supriyatno Kehilangan Rumah, Istri, dan Terserang Stroke Sesudah Ada Larangan Ekspor Terumbu Karang

Kompas.com - 02/03/2020, 06:10 WIB
Rachmawati

Editor

Termasuk di antaranya pengeskpor ikan hias seperti Aqua First Bali yang mengatakan sepertiga penghasilan mereka hilang dalam dua tahun terakhir.

Manajer perusahaan ini Irwanto Suganda menjelaskan importir dari Eropa dan tempat lain "berhenti membeli ikan dari kami ketika terumbu karang tidak lagi jadi satu paket".

Ini terjadi karena importir sering membeli sekaligus untuk menekan ongkos kirim.

Baca juga: Ada Penurunan Instalasi Buatan, Terumbu Karang Jikomalamo di Maluku Rusak

Pukulan terbesar terjadi pada budi daya terumbu karang seperti Supriyatno, yang hidup di kawasan pantai dan penghasilannya sepenuhnya tergantung dari budi daya ini.

Ketika masih beroperasi, Supriyatno bisa mempekerjakan satu tim pekerja untuk menangani karang yang lembut, yang ditumbuhkan di atas rak logam ditempatkan di dasar laut sekitar satu meter di bawah permukaan.

Mereka harus menyelam di antara karang yang sensitif dan membersihkan mereka dari ganggang secara rutin.

Sesudah larangan tahun 2018, Supriyatno tak bisa membayar pegawai lagi.

Baca juga: Susi Ancam Akan Cabut Izin Reklamasi yang Rusak Mangrove dan Terumbu Karang

Ratusan tak terumbu karang tak terurus, dan kini penuh ganggang, yang pelan-pelan mencekik karang-karang itu.

Sejak pemerintah mengubah haluan bulan Januari dan izin ekspor dikeluarkan lagi, Supriyatno bilang ia sedang mencari investor untuk memulai lagi usahanya.

Ketika menjelaskan keputusan mereka bulan lalu, pemerintah Indonesia mengatakan mereka ingin "mempromosikan" kegiatan ekspor di bawah "pengelolaan pemerintahan yang baik" dan mengakui keuntungan ekonominya bagi Indonesia.

Namun tak semua senang dengan perubahan ini mengingat risiko panen ilegal terumbu karang liar bisa mulai lagi.

Baca juga: Potensi Pulau Miossu Papua, Habitat Ikan Napoleon hingga Terumbu Karang yang Luar Biasa

Terumbu karang merupakan tempat hidup ikan-ikan komersial sekaligus penting untuk pemeliharaan keanekaragaman hayati.

Dalam beberapa dekade terakhir, campuran dari penangkapan ikan berlebihan, turisme dan krisis iklim telah menghancurkan lebih dari seperlima karang dunia.

Indonesia yang lautnya kaya dengan terumbu karang termasuk yang paling terpukul.

Laporan tahun 2018 dari LIPI menemukan bahwa lebih dari dua pertiga karang telah rusak.

Baca juga: 234 Hektare Terumbu Karang di Laut Karawang Terindikasi Terdampak Tumpahan Minyak

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com