Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NUSANTARA] 3 Bocah SD Lawan Penculik | Pengobatan Ningsih Tinampi Disidak Petugas

Kompas.com - 08/02/2020, 06:17 WIB
Rachmawati

Editor

2. Sulitnya melepas ban di leher buaya

Sejak tahun 2016, seekor buaya berkalung ban di Palu menjadi perhatian publik. Dinas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah pun berusaha melepaskannya.

Setelah empat tahun berjalan, ban di kalung buaya tersebut belum bisa dilepas.

Padahal mereka telah mencoba berbagai cara untuk menangkap buaya untuk melepas kalung bang tersebut.

Bahkan Panji Petualang pernah mencoba menangkap dan melepas kalung ban. Sayangnya upaya tersebut gagal.

Tak hanya itu, pada tahun 2020 BKSDA mengeluarkan sayembara untuk melepaskan ban di leher buaya.

Mereka juga berencana untuk menangkap buaya tersebut menggunakan harpun (sejenis tombak). Namun terkendala ombak besar dan buaya yang timbul tenggelam.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Pangi BKSDA Sulawesi Tengah Haruna menyebut harpun lebih aman dan tidak mematikan dibandingka tembakan bius.

Ia menyebut bius lebih berisiko karena ketika terkena tembakan bius, buaya akan kaget dan masuk ke dalam air.

"Kalau sudah masuk ke dalam air, tim kita akan mengalami kesulitan untuk mengambil buaya berkalung ban, karena banyak juga buaya lain di sungai Palu itu. Dan dipastikan buaya berkalung ban bisa mati," kata Rino, salah satu tim Satgas buaya berkalung ban, Jumat (7/2/2020).

Baca juga: Sulitnya Lepaskan Ban di Leher Buaya di Palu, Pernah Panggil Panji Petualang hingga Gelar Sayembara

3. Ujang petani milenial yang stabilkan harga bawang

Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini.
Ujang Margana (25) warga Kampung Cikawari, Kabupaten Bandung adalah petani milenial yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana pada 2018 karena dedikasinya di bidang pertanian.

Ia dan kelompok taninya, Tricipta mengolah tanah garapan seluas 50 hektar.

Sebelumnya pada tahun Mei 2016 lalu jelang Idul Fitri, harga bawang merah di pasaran melonjak tinggi. Dari biasanya Rp 20.000 menjadi Rp 40.000-Rp 50.000 per kg di Bandung.

Bahkan di Jakarta, harganya mencapai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg.

Kala itu, Ujang mengumpulkan kelompok taninya dan ia berupaya meyakinkan mereka agar menjual di harga Rp 20.000 untuk menekan harga di pasaran.

Setelah berhasil meyakinkan kelompok taninya, Ujang membawa 120 ton bawang merah tersebut ke Jakarta. Ia membantu Kementerian Pertanian melakukan operasi pasar.

“Saat itu keuntungan saya dan kelompok tani saya hanya Rp 4.000 per kg. Tapi alhamdulillah, harga bawang di pasaran bisa ditekan,” tuturnya.

Baca juga: Cerita Ujang, Petani Milenial yang Stabilkan Harga Bawang hingga Dipanggil Jokowi ke Istana

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com