Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NUSANTARA] 3 Bocah SD Lawan Penculik | Pengobatan Ningsih Tinampi Disidak Petugas

Kompas.com - 08/02/2020, 06:17 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Tiga bocah di Grobogan, Jawa Tengan melawan komplotan penculik yang akan membawa salah satu dari mereka.

Saat itu penculik mengajak masuk mobil dengan iming-iming uang satu juta rupiah dan jajanan. Mereka kemudian melawan dengan mengigit tangan penculik dan memukulnya dengan batu.

Sementara itu di Pasuruan, petugas gabungan melakukan sidak ke pengobatan alternatif yang dijalankan Tinampi

Petugas gabungan tersebut terdiri dari Dinas Kesehatan Jawa Timur, Kejati, Polda Jawa Timur, Dinkes Kabupaten Pasuruan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pasuruan, dan lainnya.

Dua berita tersebut menjadi perhatian pembaca Kompas.com dan berikut lima berita selengkapnya.

1. Tiga bocah SD lawan penculik

Ilustrasi penculikan anak.SHUTTERSTOCK Ilustrasi penculikan anak.
Rabu (5/2/2020), sekitar pukul 06.30 WIB, tiga bocah yakni DE (10), AD (10), dan RS berangkat sekolah menggunakan sepeda kayuh.

DE berboncengan dengan AD dan RS mengayuh sepeda sendirian. Mereka ada siswa kelas IV SDN Ketis, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan.

Di tengah jalan tiba-tiba sebuah minibus hitam plat B berhenti di depan mereka dan seorang pria turun menghampiri DE.

Pria itu membujuk DE masuk mobil dengan iming-iming uang Rp 1 juta dan jajanan. Ia juga mengatakan orangtua DE ada di dalam mobil.

Mendengar itu, AD dan RS berteriak mengingatkan DE bahwa ayah dan ibunya ada di Jakarta. DE pun ditarik oleh pria yang tak dikenal itu.

Tiga bocah itu melawan. DE menggigit tangan pria itu. Sementara dua rekannya memukul tubuh dan minibus hitam tersebut.

Karena kewalahan, pria itu melepas tubuh DE dan segera kabur. DE yang berhasil keluar dari pintu mobil jatuh bersama dua rekannya.

"Saya langsung sadar kalau itu penculik seperti yang saya lihat di televisi dan di YouTube. Makanya saya berkeras ingin menyelamatkan teman saya. Saat itu kami langsung lapor ke warga dan pak guru," kata AD.

Baca juga: Kami Gigit Tangannya dan Pukuli dengan Batu, Sambil Teriak Maling...

Seekor buaya muara (Crocodylus porosus) dengan ban yang menjerat lehernya terlihat di sungai Kota Palu, Selasa (20/9/2016). Pihak konservasi setempat terus berupaya melakukan penyelamatan buaya berukuran sekitar 4 meter dengan ban yang melilit lehernya sejak tahun 2016 tersebut.AFP PHOTO/ARFA Seekor buaya muara (Crocodylus porosus) dengan ban yang menjerat lehernya terlihat di sungai Kota Palu, Selasa (20/9/2016). Pihak konservasi setempat terus berupaya melakukan penyelamatan buaya berukuran sekitar 4 meter dengan ban yang melilit lehernya sejak tahun 2016 tersebut.
2. Sulitnya melepas ban di leher buaya

Sejak tahun 2016, seekor buaya berkalung ban di Palu menjadi perhatian publik. Dinas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah pun berusaha melepaskannya.

Setelah empat tahun berjalan, ban di kalung buaya tersebut belum bisa dilepas.

Padahal mereka telah mencoba berbagai cara untuk menangkap buaya untuk melepas kalung bang tersebut.

Bahkan Panji Petualang pernah mencoba menangkap dan melepas kalung ban. Sayangnya upaya tersebut gagal.

Tak hanya itu, pada tahun 2020 BKSDA mengeluarkan sayembara untuk melepaskan ban di leher buaya.

Mereka juga berencana untuk menangkap buaya tersebut menggunakan harpun (sejenis tombak). Namun terkendala ombak besar dan buaya yang timbul tenggelam.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Pangi BKSDA Sulawesi Tengah Haruna menyebut harpun lebih aman dan tidak mematikan dibandingka tembakan bius.

Ia menyebut bius lebih berisiko karena ketika terkena tembakan bius, buaya akan kaget dan masuk ke dalam air.

"Kalau sudah masuk ke dalam air, tim kita akan mengalami kesulitan untuk mengambil buaya berkalung ban, karena banyak juga buaya lain di sungai Palu itu. Dan dipastikan buaya berkalung ban bisa mati," kata Rino, salah satu tim Satgas buaya berkalung ban, Jumat (7/2/2020).

Baca juga: Sulitnya Lepaskan Ban di Leher Buaya di Palu, Pernah Panggil Panji Petualang hingga Gelar Sayembara

3. Ujang petani milenial yang stabilkan harga bawang

Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini.
Ujang Margana (25) warga Kampung Cikawari, Kabupaten Bandung adalah petani milenial yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana pada 2018 karena dedikasinya di bidang pertanian.

Ia dan kelompok taninya, Tricipta mengolah tanah garapan seluas 50 hektar.

Sebelumnya pada tahun Mei 2016 lalu jelang Idul Fitri, harga bawang merah di pasaran melonjak tinggi. Dari biasanya Rp 20.000 menjadi Rp 40.000-Rp 50.000 per kg di Bandung.

Bahkan di Jakarta, harganya mencapai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg.

Kala itu, Ujang mengumpulkan kelompok taninya dan ia berupaya meyakinkan mereka agar menjual di harga Rp 20.000 untuk menekan harga di pasaran.

Setelah berhasil meyakinkan kelompok taninya, Ujang membawa 120 ton bawang merah tersebut ke Jakarta. Ia membantu Kementerian Pertanian melakukan operasi pasar.

“Saat itu keuntungan saya dan kelompok tani saya hanya Rp 4.000 per kg. Tapi alhamdulillah, harga bawang di pasaran bisa ditekan,” tuturnya.

Baca juga: Cerita Ujang, Petani Milenial yang Stabilkan Harga Bawang hingga Dipanggil Jokowi ke Istana

 

Jenazah SM dibawa dari kamar jenazah RS Bhayangkara Medan pada Kamis (6/2/2020) menggunakan ambulans polisi menuju rumah duka di Desa Huta Gambir, Kecamatan Sidikalang, Dairi.KOMPAS.COM/DEWANTORO Jenazah SM dibawa dari kamar jenazah RS Bhayangkara Medan pada Kamis (6/2/2020) menggunakan ambulans polisi menuju rumah duka di Desa Huta Gambir, Kecamatan Sidikalang, Dairi.
4. Siwa SMP tewas setelah berkelahi dengan teman

SM (14), siswa SMP HKBP Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, ditemukan tergeletak di lantai kelas pada Rabu (5/2/2020) sekitar pukul 13.00 WIB.

Sebelumnya, ia terlibat perkelahian dengan SO (14), rekannya sendiri. Perkelahian itu diduga berawal dari saling ejek.

SM yang tak sadarkan diri segera dibawa ke RSUD Sidikalang.

Sayangnya, nyawa SM tak bisa diselamatkan. Ia tewas di tangan rekan sekolahnya yang sama-sama berusia 14 tahun. Sementara SO, rekannya lansung diamankan di Polres.

Kapolres Dairi AKBP Leonardo D Simatupang ketika dikonfirmasi lewat telepon, Selasa (6/2/2020), mengatakan, disinyalir SM dan SO berkelahi karena saling ejek.

SM diduga tewas setelah terkena tendangan lutut di bagian ulu hati (antara perut dan dada).

"Dia (korban) agak membungkuk dan ditendang sekali saja," kata Leonardo.

Baca juga: Kronologi Siswa SMP Tewas Berkelahi dengan Teman, Ulu Hati Ditendang dan Tergeletak di Lantai Sekolah

5. Pengobatan Ningsih Tinampi disidak petugas gabungan

Ningsih Tinampi saat mengobati pasiennya di rumahnya di Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Selasa (17/9/2019)KOMPAS.COM/ANDI HARTIK Ningsih Tinampi saat mengobati pasiennya di rumahnya di Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Selasa (17/9/2019)
Rabu (5/2/2020), petugas gabungan melakukan sidak di pengobatan alternatif yang dijalankan Ningsih Tinampi.

Lokasi pengobatan alternatif itu ada di Jalan Raya Lebaksari, Karang Kepuh, Kelurahan Karang Jati, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur

Petugas gabungan tersebut terdiri dari Dinas Kesehatan Jawa Timur, Kejati, Polda Jawa Timur, Dinkes Kabupaten Pasuruan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pasuruan, dan lainnya.

Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jatim Dian Islami mengatakan, setelah melakukan kunjungan dan melihat langsung metode yang digunakan, pihaknya menyimpulkan tempat pengobatan Ningsih Tinampi bukan pengobatan medis, melainkan pengobatan tradisional.

"Jadi kami lihat metodenya seperti apa, bagaimana prosesnya dan masih banyak lagi. Hasilnya, pengobatan yang dilakukan Ningsih Tinampi termasuk pengobatan tradisional," katanya

Baca juga: Pengobatan Ningsih Tinampi Disidak Petugas Gabungan, Dinkes Sebut Hanya Pengobatan Tradisional

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Erna Dwi Lidiawati, Reni Susanti | Editor: Rachmawati, Setyo Puji, Michael Hangga Wismabrata, David Oliver Purba, Aprillia Ika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com