Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire, Bukti Masyarakat Rindu Kerajaan

Kompas.com - 21/01/2020, 06:28 WIB
Aam Aminullah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com - Keraton Sumedang Larang memandang positif dengan fenomena bermunculannya keraton, seperti Keraton Agung Sejagat di Jawa Tengah, termasuk Sunda Empire di Jawa Barat.

Ketua Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang, Luky Djohari Soemadilaga mengatakan, dari bermunculannya fenomena ini, ada nilai positif yang bisa dipetik.

Positif, kata Luky, karena tentunya, ini potret kondisi masyarakat yang merindukan karakteristik bangsa Indonesia, yang asal usulnya dari kerajaan.

Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang adalah yayasan yang menaungi Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang.

Prabu Geusan Ulun sendiri merupakan raja terakhir Sumedang. Sementara Luky merupakan keturunan Prabu Geusan Ulun. 

Baca juga: 4 Fakta Baru Keraton Agung Sejagat, Mengaku Berbohong hingga Dikeluarkan dari Sunda Empire

Selain itu, ada harapan dari masyarakat, bahwa pemimpin itu, harus memiliki jiwa dan nilai-nilai kepemimpinan luhur dari budaya.

Budaya itu sendiri, akar jati dirinya berbasis dari keraton atau kerajaan.

"Mungkin, saat ini, masyarakat Indonesia merindukan hal tersebut," ujarnya kepada Kompas.com di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang kota, Senin (20/1/2020).

Baca juga: Bertemu Sultan HB X, Puan Maharani Bahas Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire

 

Nama baik keraton sah dicemarkan

Namun disayangkan, kata Luky, ada pihak-pihak atau oknum tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi ini.

"Bagi kami, keraton-keraton yang sah, yang diatur dalam undang-undang yang berlaku, dengan adanya ini juga dirugikan, nama baik keraton dicemarkan," tutur Luky.

Baca juga: Soal KAS dan Sunda Empire, Kemendagri Minta Publik Tak Mudah Percaya

Sehingga, kata Luky, jika ini tetap dibiarkan tanpa disikapi serius pemerintah Indonesia akan berdampak negatif kepada keraton-keraton yang legal.

"Jadi saya khawatir, apabila tidak ada solusi yang baik, ini akan berimbas pada keraton-keraton yang legal, dan berdampak tidak baik," sebut Luky.

Oleh karena itu, kata Luky, kemunculan keraton atau kerajaan palsu ini harus jadi momentum bagi pemerintah.

Baca juga: Sunda Empire, Keraton Agung Sejagat, Dongeng Lama Harta Bank Swiss yang Terus Terulang

 

Pemerintah harus bersikap tegas

Pemerintah, kata Luky, harus hadir memberikan ketegasan sikap, sosialisasi, dan menginformasikan kembali kepada masyarakat keraton-keraton yang sah.

"Sehingga, masyarakat bisa tahu kebenaran sejarah, budaya, dan mereka jadi tenang. Tidak mudah terpengaruh buruk, yang akhirnya, apabila ini tidak diselesaikan secara persuasif, dikhawatirkan akan menimbulkan instabilitas di tengah masyarakat," ujar Luky.

Baca juga: Kata Warga Sekitar Soal Kesultanan Selaco Tasikmalaya: Sultannya Sering Bantu Bangun Sarana Umum, Dananya dari Swiss

Luky menambahkan, sejarah Keraton Sumedang Larang sendiri telah ada jauh sebelum NKRI ini lahir.

"Keraton Sumedang Larang ini sudah jelas keberadaannya ada. Di Indonesia ini ada sekitar 200 kerajaan dan keraton. Satu di antaranya yaitu Keraton Sumedang Larang," sebut Luky.

Baca juga: Setelah Heboh Keraton Agung Sejagat, Kini Muncul Kesultanan Selaco di Tasikmalaya

 

Keraton Sumedang Larang

Luky menuturkan, eksistensi Keraton Sumedang Larang sendiri yaitu sebagai penerus Kerajaan Sunda terakhir.

Di mana, kaya Luky, Kerajaan Sunda ini lahir pertama dari Kerajaan Salakanagara, Kendang, Tarumanagara, Galuh, Galuhpakuan Padjajaran, hingga terakhir Sumedang Larang.

Baca juga: Mantan Kapolda Jabar: Fenomena Sunda Empire Seperti Didesain Kelompok Tertentu...

Bukti eksistensi Sumedang Larang ini yaitu pewaris amahtoka Sanghiang Pati Binokasih, yang merupakan mahkota peninggalan Kerajaan Sunda, yang didirikan oleh Prabu Bunisora pada fase Kerajaan Galuh hingga sampai ke kerajaan Sumedang Larang.

"Maka, di dalam naskah-naskah tua, Sumedang Larang menjadi penerus Kerajaan Sunda yang terakhir.

Luasnya setatar Jawa Barat, kecuali, Batavia dan Banten," kata Luky. 

Baca juga: Soal Sunda Empire, Dedi Mulyadi: Penyakit Sosial Lama dan Akut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com