Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Peluang Calon Independen di Pilkada 2020

Kompas.com - 29/12/2019, 15:15 WIB
Farid Assifa

Editor

Kehilangan momentum

Koordinator Pemenangan Pemilu PPP Wilayah Priangan Timur, Basuki Rahmat mengatakan, sah-sah saja muncul pendapat bahwa calon independen lahir karena ketidakpuasan terhadap calon dari parpol. Hal itu jika parameternya dari hasil pemilihan legislatif.

Namun demikian, kata Basuki, pemilihan legislatif (pileg) berbeda dengan pemilihan kepala daerah. Pileg itu, kata Basuki, memiliki variabel yang banyak.

"Kalau saya melihat beberapa kali pilkada itu tidak bisa disamakan dengan pileg, karena pilkada itu kan calonnya relatif lebih sedikit. Pilkada biasanya lebih merepresentasikan politk yang sebenarnya," kata Basuki kepada Kompas.com via sambungan telepon, Minggu (29/12/2019).

Namun demikian, Basuki mengatakan, calon indepeden bisa saja berpeluang di Kabupaten Tasikmalaya. Namun tetap figur dari partai politik akan mendominasi di Pilkada 2020.

"Saya tetap (meyakini) bahwa pilkada ini akan ramai oleh calon dari parpol. Peluang calon independen itu ada sejauh bisa mengangkat isu yang pas. Tapi hari ini kayaknya momentumnya sudah lewat, karena pilkadanya tingal bebrapa bulan lagi," katanya.

Selain itu, kata Basuki, hari ini ia belum melihat keseriusan dari calon independen ini. Kalau hanya dia didorong oleh salah satu tokoh belum bisa dijadikan takaran. Belum kelihatan massif.

"Tapi kelihatannya tetap parpol yang akan meramaikan pilkada," katanya.

Ia mengatakan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk calon independen agar bisa maju. Pertama harus mampu membangun isu apa yang diawarkan, bukan sekadar independen.

Berkaca pada Garut, Basuki mengatakan, calon independen Aceng Fikri menang karena ada isu besar yang dibangun sehingga mampu meruntuhkan birokrasi dan partai politik.

Sementara di Kabupaten Tasikmalaya sendiri tidak ada isu yang besar sehingga mampu menghancurkan tatanan pemerintah dan partai politik.

"Tapi sekarang sulit, (calon independen) kehilangan momentum karena waktunya sudah lewat. Dalam waktu beberapa bulan ini apakah (calon indepden) mampu mendesain isu nggak? Kayaknya sulit," katanya.

Ketika ditanya bahwa calon independen akan mengangkat isu soal beberapa pejabat yang dipenjara karena kasus hukum dan hal itu sebagai akibat dari pemerintah yang lahir dari partai politik, Basuki mengatakan efeknya tidak besar. Apalagi, kata dia, kasus itu lebih bersifat pribadi.

"Kalau itu memiliki dampak besar, mestinya Pak Uu (Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum), akan terdampak saat Pilkada Jabar. Tapi ternyata tidak terdampak. Itu isu individu, bukan isu-isu umum," kata wakil sekretaris DWP PPP Jawa Barat ini.

Basuki memprediksi, calon yang akan meramaikan Pilkada Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 4 pasangan, yakni 3 dari parpol dan 1 dari independen.

Prasyarat calon independen

Di bagian lain, pengamat politik sekaligus Direktur Indo Strategi, Arif Nurul Iman mengatakan, calon independen hadir sebagai kritik terhadap partai politik, khususnya dalam pengusungan calon jabatan publik seperti kepala daerah yang kerap bersifat transaksional atau mesti membayar mahar politik.

Menurutnya, peluang calon independen ada karena ketidakpercayaan publik dan keterikatan pemilih dengan parpol di Indonesia rendah.

Meski demikian, kata dia, peluang calon independen juga tidak mudah karena parpol telah memiliki mesin politik, pengalaman, dan jaringan hingga akar rumput sehingga lebih mudah menggalang dukungan.

Arif mengatakan, di Pilkada Tasikmalaya yang disinyalir kental kuat politik ideologis dan aliran, tentu peluang calon independen besar jika memenuhi beberapa prasyarat.

Misalnya, apakah figur yang diusung itu merepresentasikan ideologi yang besar di Tasikmalaya. Lalu variabel berikutnya, apakah parpol mengajukan sosok kuat apa tidak.

"Ini salah satu faktor penting yang mesti diperhitungkan calon independen," kata Arif kepada Kompas.com, Minggu.

Baca juga: Calon Independen Bakal Ikut Ramaikan Pilkada 2020 di Gunungkidul

Menurutnya, tokoh pesantren yang maju independen jika mau menang tentu mesti memiliki jaringan politik hingga tingkat TPS. Para kader ini yang akan menyampaikan pesan kepada para pemilih sebagai mesin elektoral.

Faktor lain adalah soal soliditas tokoh pesantren yang maju apakah banyak calon atau hanya satu orang. Kalau misalnya banyak calon tentu memperumit konsolidasi, karena selain bukan representasi tunggal, suara juga akan terpecah.

"Calon independen jika ingin menang juga mesti menerobos kelompok pemilih cair yang tidak terafiliasi dengan parpol, serta mampu menawarkan visi misi yang menjadi kebutuhan masyarakat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com