Nurdin ditetapkan tersangka bersama tiga orang lainnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Budi Hartono dan pihak swasta bernama Abu Bakar.
Mereka dijerat kasus dugaan suap terkait izin prinsip reklamasi di Tanjung Piayu, Kepualauan Riau untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektar.
Baca juga: Saksi Abu Bakar Akui Berikan Uang Rp 45 Juta Lewat Bawahan Nurdin Basirun
Nurdin diduga menerima suap secara bertahap dari Abu Bakar dengan total nilai 11.000 dollar Singapura dan Rp 45 juta. Uang itu diberikan lewat Edy dan Budi.
Saat menggeledah rumah dinas Nurdin, Rabu malam, tim KPK juga mengamankan sejumlah uang dalam 5 pecahan mata uang asing dan Rp 132.610.000.
Nurdin Basirun menjabat Gubernur Kepulauan Riau sejak akhir Mei 2016 menggantikan Muhammad Sani yang meninggal dunia pada April 2016.
Baca juga: Eks Gubernur Kepri Nurdin Basirun Didakwa Terima Suap Rp 45 Juta dan 11.000 Dollar Singapura
Sebelumnya, Nurdin menjabat sebagai Wakil Gubernur Kepri. Namun dia hanya mendampingi Muhammad Sani selama dua bulan sejak dilantik pada 12 Februari 2016.
Gubernur Sani meninggal pada usia 73 tahun pada 8 April 2019 setelah sempat dirawat di Jakarta.
Jauh sebelum menang dalam Pilkada Kepri pada 2015, keduanya pernah berpasangan dengan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Karimun pada 2001-2005
Setelah itu, Nurdin kemudian menjadi orang nomor satu di Kabupaten Karimun selama dua periode, yaitu dari 2005 hingga 2015.
Baca juga: Kasus Nurdin Basirun, KPK Sita Dokumen Anggaran dari 2 Lokasi di Tanjung Pinang
Wali Kota Medan Dzulmi Eldin ditangkap bersama tujuh orang lainnya dalam serangkaian OTT pada Selasa (15/10/2019) malam hingga Rabu (16/10/2019) dini hari.
Ia ditangkap saat melakukan fisioterapi di salah satu rumah sakit di Kota Medan.
Selain itu penyidik KPK juga mengamankan uang sebesar Rp 200 juta yang diduga berasal dari sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemkot Medan.
"Diduga praktik setoran dari dinas-dinas sudah berlangsung beberapa kali. Tim sedang mendalami lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Baca juga: Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan Berprestasi Kini Jadi Tersangka Korupsi
Penangkapan Wali Kota Medan berawal saat ia melantik Isa Anyari menjadi Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Setelah pelantikan tersebut, Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp 20 juta setiap bulan.
Pemberian terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang Rp 50 juta ke Dzulmi.
Baca juga: KPK Tetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebagai Tersangka
Sekitar Juli 2019, Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang dalam rangka kerja sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang bersama keluarganya.
Kunjungan Dzulmi ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan.
Di Jepang Dzulmi memperpanjang waktu tinggal selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas.
Hal tersebut membuat pengeluaran perjalanan dinas wali kota tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang yang mencapai Rp 800 juta, Dzulmi meminta kutipan dari kepala dinas di wilayah Pemerintahan Kota Medann.
Dalam daftar tersebut, Isa yang baru saja diangkat sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan ditarget menyerahkan dana Rp 200 juta, padahal Isa tidak ikut dalam perjalanan dinas ke Jepang.
Baca juga: Kasus Suap Wali Kota Medan, Anggota DPRD Sumut Dilarang ke Luar Negeri
Selain Supendi, ada tujuh orang lainnya yang diamankan yakni Kepala Dinas PUPR Omarsyah; Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Wempy Triyono dan staf Bidang Jalan Dinas PUPR Ferry Mulyono.
Selain itu KPK juga mengamankan sopir Supendi bernama Sudirjo; ajudan Supendi bernama Haidar Samsayail, pengusaha bernama Carsa AS dan Kepala Desa Bongas bernama Kadir.
Bupati Indramayu Supendi diduga mendapatkan fee yang diberikan oleh Carsa AS selaku kontraktor pelaksana proyek.
Baca juga: Jadi Tersangka Suap Proyek Jalan, Harta Bupati Indramayu Capai Rp 8,5 Miliar
Nilai fee yang dipatok sekitar 5-7 persen dari nilai proyek keseluruhan Rp 15 miliar.
"SP (Supendi), Bupati, diduga menerima total Rp 200 juta, yaitu Mei 2019 sejumlah Rp 100 juta yang digunakan untuk THR dan 14 Oktober 2019 sejumlah Rp 100 juta yang digunakan untuk pembayaran dalang acara wayang kulit dan pembayaran gadai sawah," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Selasa (15/10/2019) malam.
Pemberian uang tersebut merupakan fee atas 7 proyek jalan di Dinas PUPR Indramayu.
Yaitu, pembangunan Jalan Rancajawad, Jalan Gadel, Jalan Rancasari, Jalan Pule, Jalan Lemah Ayu, Jalan Bondan-Kedungdongkal dan Jalan Sukra Wetan-Cilandak.
Supendi, Omarsyah, dan Wempy juga diduga menerima fee berupa uang dan atau barang dengan nilai bervariasi.
Baca juga: OTT Bupati Indramayu, dari Suap Sepeda hingga Kode Mangga Manis
Agung kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau terkait proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara.
Total uang yang diamankan tim KPK adalah Rp728 juta.
Baca juga: Bupati Lampung Utara Pernah Dilaporkan ke KPK Dugaan Korupsi Rp 600 Miliar
Saat penangkapan, terlihat warga bersorak saat tiga mobil yang diduga kendaraan operasional KPK keluar dari rumah dinas.