Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyintas Tanah Retak di Sukabumi Resah, Tanah Kembali Bergerak dan Rumah Retak

Kompas.com - 30/11/2019, 07:50 WIB
Budiyanto ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

"Lahannya yang menyempit itu karena tanahnya terdorong, sedangkan yang bertambah luasnya itu dilihat dari patok alam berupa pohon yang bergeser," tutur Apen.

Mayoritas mantan penyintas di Kampung Toblongan itu kini menempati Kampung Babakansirna. Mereka sebelumnya mengungsi ke kerabat atau keluarganya masing-masing.

Namun pada akhirnya sekitar tahun 1990-an satu persatu warga penyintas membangun rumah di lahan-lahan miliknya di kampung baru tersebut. Meskipun sebelumnya di kampung ini hanya terdapat tiga rumah.

"Di sini tuh awalnya hanya ada tiga rumah. Termasuk almarhun kakek saya tinggal di sini. Setelah bencana gerakan tanah di Toblongan, warga pada pindah ke sini," kata Rosandi yang saat kejadian berusia sekitar lima tahun.

Lima rumah akan direlokasi

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi menerjunkan tim satuan tugas (Satgas) ke lokasi tanah bergerak di Kampung Babakansirna, Desa Limusnunggal, Kecamatan Bantargadung, Rabu (27/11/2019).

Kepala Seksi Kedaruratan Eka Widiaman mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan sekitar lima hari lalu mengenai adanya rumah roboh yang diperkirakan karena pergerakan tanah. 

Pihaknya melaksanakan pengecekan bersama Pemerintah Desa (Pemdes) Limusnunggal dan Kecamatan Bantargadung yang hasilnya ternyata terdapat lima rumah terdampak.

"Setelah kita cek bersama memang betul yang sudah mengungsi ada dua kepala keluarga dan tiga kepala keluarga masih bertahan,'' kata Eka kepada Kompas.com seusai pengecekan, Rabu petang.

"Hasil kesepatakan bersama pemdes dan kecamatan, kami prioritaskan kelima rumah ini harus cepat dievakuasi, direlokasi ke tempat aman," sambung dia.

Dia juga mengkhawatirkan menjelang musim hujan, pergerakan tanah tersebut akan terus berlangsung dan mengancam hunian. Meskipun demikian, untuk sementara sebagian rumah masih dianggap aman.

Hanya saja, Eka melanjutkan, pihaknya menyarankan agar saluran air diperbaiki. Karena bisa dilihat, di sepanjang jalan gang dan di depan rumah-rumah tidak ada saluran air yang sesuai. 

"Bila airnya tidak disalurkan dengan benar tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergerakan tanah atau longsoran yang lain. Juga kami mengharapkan tidak boleh ada penebangan pohon keras," pesan Eka.

Diberitakan seelumnya sejumlah warga di Kampung Babakansirna, Dusun Cihurang, Desa Limusnunggal, Kecamatan Bantargadung, Sukabumi, Jawa Barat, dihantui bencana tanah bergerak

Terlebih lagi, mayoritas penduduk merupakan para penyintas (korban) bencana tanah bergerak di Kampung Cihurang Toblongan tahun 1984. Saat itu rumah-rumah dan lahan persawahan porak poranda.

Baca juga: Tanah Bergerak di Gunung Walat Sukabumi, Warga Mulai Mengungsi

Saat ini, tanda-tanda bencana geologi itu seperti tanah ambles dan retakan tanah dengan lebar, panjang dan kedalaman bervariasi terlihat di beberapa lokasi. 

Selain di permukiman, tanah retak juga terjadi di lahan pertanian. Sedikitnya 15 bangunan rumah rusak. Rata-rata rumah itu mengalami retak pada dinding dan lantai. Bahkan, satu rumah di antaranya terancam ambruk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com