Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyintas Tanah Retak di Sukabumi Resah, Tanah Kembali Bergerak dan Rumah Retak

Kompas.com - 30/11/2019, 07:50 WIB
Budiyanto ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Pasca-bencana itu, lahan persawahan sudah tidak dapat digunakan kembali karena kontur tanah yang berantakan, ada yang ambles sekitar tiga meter, ada juga yang terangkat. 

Ditambah lagi hujan beberapa kali turun deras pada musim hujan tahun 2018. Sehingga lahan persawahan terus tergerus semakin tidak beraturan, pematang sawah pun menghilang.

"Kami manfaatkan lahan sawah ini ditanami pisang saja, daripada tidak bermanfaat," kata Rosandi saat meninjau lokasi persawahan yang kini menjadi kebun pisang bersama Kompas.com, Kamis (28/11/2019).

Bahkan ada lahan tanah persawahan yang ambles, terbelah dengan lebar bervariasi dan memanjang hingga puluhan meter. Pinggir-pinggirnya menjadi jurang-jurang atau gawir dengan kemiringan yang terjal dengan kedalaman 20 meter.

"Dulu di sini ada dua pohon kelapa, kini hilang setelah tanahnya tergerus. Batang pohonnya ditemukan sekitar dua puluh meter di bawahnya," ujar Rosadi sambil menunjukkan tangannya ke arah pohon kelapa yang berada di sekitar jurang.

Baca juga: Cerita Penyintas Bencana Tanah Bergerak: Ngeri, Waktu Hujan Deras Air Masuk Retakan Tanah...

Sekarang, lanjut dia, jurangnya yang menyempit terus semakin mendekati ujung permukiman. Selain merusak lahan sawah dan menumbangkan pepohonan, juga ditemukan mata air baru di sekitar tanah yang ambles.

"Di sebelah lahan sana, di bawah pohon durian terdapat mata air baru," ujar katanya sambil menyusuri di atas pinggiran jurang terjal dan menunjukan ujung jurang ke pohon durian yang juga sudah bergeser tempat.

Tanah Kampung Toblongan masih bergerak

Sementara lokasi bencana tanah bergerak di Kampung Toblongan pada April 1987 (sebelumnya ditulis 1984) berada di daerah lebih rendah dari Kampung Babakansirna. 

"Bukan 1984, kejadiannya saya ingat April 1987. Karena setelah kejadian itu anak saya lahir dan sepekan sebelumnya adik saya menikah di sini di rumah adik (Kampung Babakansirna),'' ungkap Aisyah (50) kepada Kompas.com saat berbincang di warung, Kamis (28/11/2019).

Saat ini, lokasi bekas tanah bergerak yang memporak-porandakan rumah-rumah dan lahan persawahan kembali dimanfaatkan menjadi lahan persawahan.

"Sekarang dijadikan sawah. Tapi biayanya lebih besar, karena setiap sehabis panen harus memperbaiki kondisi lahannya yang terus berubah," aku Apen (74) kepada Kompas.com saat berbincang di saung pembuatan gula arennya, Kamis (28/11/2019).

Hal senada diakui Cecep (39) bahwa lahan sawah milik keluarganya di Kampung Toblongan masih terus dilanda kerusakan. 

"Setelah panen padi kami harus selalu memperbaikinya, karena selalu saja ada perubahan. Apalagi bila hujan turun deras," aku Cecep di rumahnya.

Akibat bencana tanah bergerak, selain merusak rumah juga mengakibatkan luas lahan milik warga berubah. Ada yang luas lahannya mengecil atau menyempit dan ada juga bertambah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com