Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Bantu Bangun Sekolah untuk Siswa SMP TB 911 Cijeruk yang Belajar di Tenda

Kompas.com - 12/09/2019, 21:37 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Cucu Sumiati (39), seorang guru pamong, membantu anak-anak bermasalah di Bogor supaya memperoleh layanan pendidikan yang sama dan menerima ijazah yang setara.

Melalui SMP terbuka 1 Cijeruk atau yang dikenal SMP TB 911, Cucu bersama mendiang suaminya terus berjuang selama kurang lebih 8 tahun demi membantu siswanya belajar di tempat yang layak.

Berbagai rintangan harus dia hadapi, mulai dari penolakan bantuan, cercaan hingga sejumlah materi sudah banyak ia keluarkan agar kebutuhan murid-muridnya terpenuhi.

Belakangan diketahui, puluhan siswa SMP terbuka 1 Cijeruk atau SMP TB 911 terpaksa belajar di tenda beratapkan terpal sobek di halaman depan dan belakang rumah milik Cucu di Jalan Sukabakti, Kampung Cijeruk, RT 02/05, Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Baca juga: 8 Tahun, Siswa Sebuah SMP di Bogor Belajar di Tenda Beratapkan Terpal Sobek

Sewaktu-waktu hujan turun, mereka harus menyingkir masuk ke rumah agar siswa dan buku pelajaran tidak basah diguyur hujan.

Kondisi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, puluhan siswa terlunta-lunta lantaran tidak mempunyai lahan dan bangunan sekolah. Namun, para siswa tak mengeluh demi mewujudkan mimpi agar bisa bersekolah.

Dibangun sejak 2011

SMPTB 911 sudah berdiri sejak 21 Sep­tember 2011. Didirikan oleh Cucu bersama mendiang suaminya.

Sekolah itu per­tama kali beroperasi di gedung SD negeri yang ada di Cijeruk. Namun, tak bertahan lama lantaran gedung se­kolah yang ditempatinya akan direnovasi.

Sekolahan pun pindah men­cari tempat baru. Mereka ke­mudian menyewa di gedung madrasah. Namun kemudian harus pindah lagi karena ge­dung tersebut tidak layak huni.

Perjuangan Cucu tak ber­henti sampai di situ. Sekolah tersebut kembali mendapatkan tempat baru untuk pindah. Gedung madrasah dekat ke­diaman Cucu menjadi pilihan­nya.

Pengalaman-pengalaman itu, kata dia, justru melecutkan semangatnya untuk terus berjuang agar mendapatkan infrastruktur pendidikan yang layak.

Alhasil, sekolah tersebut kembali mendapat bantuan berupa bangunan madrasah yang berdiri di tanah wakaf.

Namun, lanjut dia, keberadaan madrasah itu tak berlangsung lama karena ada konflik di internal keluarga yang memberikan tanah wakaf ter­sebut.

"Ada konflik yang efeknya kami diusir oleh warga serta tokoh masyarakat, dan dampaknya sekarang ada 65 siswa yang aktif sekolah di halaman di belakang rumah. Saya bikin layaknya sekolah, lalu di atasnya saya kasih terpal," ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com