Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Kota Baru Indonesia, Kekhawatiran Tersingkirnya Warga Dayak Paser dari Wilayah Adat

Kompas.com - 07/09/2019, 08:52 WIB
Rachmawati

Editor

Sebagian kecil dari mereka, terutama para pemuda, bekerja sebagai operator mesin berat di perusahaan sawit.

"Dulu kami bisa mencari binatang buruan, madu, rotan, sirap, damar. Hutan itu tempat hidup kami. Sekarang semua sudah punah karena hutan dibabat habis," ujar Sabukdin.

Baca juga: Sejuta ASN Akan Pindah ke Penajam Paser Utara, Pemkab Pastikan Tidak Ada Penggusuran

Setidaknya terdapat tiga korporasi kelapa sawit di Kabupaten PPU yang saling silang dengan perkampungan adat Dayak Paser, yaitu PT ITCI Hutani Manunggal, PT ITCI Kartika Utama, dan PT Waru Kaltim Plantation.

Adapun, Surat Keputusan Gubernur Kaltim 57/1968 membuka lahan transmigrasi seluas 30 ribu hektare di Sepaku.

"Lahan kami diambil padahal di situ ada makam nenek moyang kami. Apalagi kalau nanti pemerintah pusat yang datang," ujar Sabukdin.

"Kami minta perlindungan resmi agar hak kami tidak diambil begitu saja."

"Masyarakat kami di pedalaman hampir 90% tidak punya surat kuat atau sertifikat. Kebiasaan kami hanya punya tanah tapi tidak mengurus surat," kata dia.

Baca juga: Jadi Ibu Kota Negara, Pemkab Penajam Paser Utara Minta Masukan Akademisi UGM

Seorang pendamping warga adat Dayak Paser, Syukran Amin, menyebut nasib buruk selama ini telah menimpa komunitas lokal itu.

Namun, kata Syukran, tentangan Dayak Paser atas menyempitnya lahan leluhur mereka tak pernah bergaung hingga tingkat nasional.

"Ada konflik tapi tidak mencuat di media massa, karena memang belum ada gerakan atau pendampingan yang masif untuk mereka," ujarnya.

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara

Warga Dayak Paser khawatir wilayah adat mereka semakin sempit akibat proyek ibu kota baru, setelah sebelumnya bersinggungan dengan perusahaan sawit. dok BBC Indonesia Warga Dayak Paser khawatir wilayah adat mereka semakin sempit akibat proyek ibu kota baru, setelah sebelumnya bersinggungan dengan perusahaan sawit.

Aidenvironment, organisasi swadaya penyokong lingkungan hidup yang berbasis di Amsterdam, Belanda, mengarsipkan sejumlah berita peristiwa menyangkut lahan adat Dayak Paser.

Dari arsip itu terlihat, demonstrasi hingga tuntutan komunitas Dayak Paser untuk mempertahankan lahan mereka terjadi setidaknya tahun 2011 dan 2013. Peristiwa itu terbit di media massa lokal: Suara Borneo dan Koran Kaltim.

Bagaimanapun pelepasan lahan adat tak ditentang seluruh warga Dayak Paser. Rijal Effendy, warga adat penanam karet, menyebut kelompoknya tak bakal berdaya menolak program pemerintah.

Baca juga: Sejarah Masa Lalu Penajam Paser Utara, dari Kisah Dua Suku Paser hingga Kerajaan Adat

Rijal mengaku rela tanahnya dicaplok untuk kepentingan publik, namun dengan ganti rugi setimpal dalam proses menang-menang bagi para pihak.

Penguasaan hukum tanah yang lemah di kalangan warga Dayak Paser disebut Rijal rawan dimanfaatkan kelompok tertentu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com