Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Lansia, yang Masih Bekerja dan Mereka yang Kurang Beruntung

Kompas.com - 20/08/2019, 12:25 WIB
Markus Yuwono,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Berkunjung ke Pasar Ekologi Argowijil, Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, pengunjung akan mudah mencari makanan tradisional khas yang sudah jarang ditemui.

Sebut saja seperti gelinding burung dara, kerupuk alen-alen, legondo dan berbagai makanan khas lainnya.

Sebagian di antara para penjual merupakan wanita lanjut usia yang umurnya sudah di atas 70 tahun. 

Para lansia ini terlihat masih sehat dan lincah menjajakan makanan tradisional yang ada.

Wagirah (78) misalnya, yang duduk sambil sesekali memanggil pembeli agar mau membeli legondo dan sambal cabuk yang dijualnya.

Dengan menjual makanan harga Rp 3.000, dirinya mengaku sudah mendapatkan keuntungan.

"Jualan di sini kalau hari Minggu saja, makanan ini saya bikin sendiri," kata Wagirah saat ditemui di Pasar Ekologis Argowijil, Minggu.

Menurut dia, kegiatan berdagang sudah ditekuni sejak muda.

Bahkan, dulu menjajakan makanan sampai ke beberapa pasar tradisional seperti Pasar Kecamatan Playen sejauh sekitar 6 kilometer. Dulu jarak tersebut ditempuhnya dengan berjalan kaki.

Nenek yang memiliki beberapa orang anak ini mengaku tetap akan berjualan, karena ingin mengisi masa tuanya dengan kegiatan.

"Dulu setiap hari, sekarang jualannya hanya seminggu sekali, karena dilarang anak saya," ucapnya.

Meski tak lagi mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi kegiatan jual beli ini bisa mengurangi stres dibandingkan hanya berdiam diri mengurus rumah.

Memang, di wilayah Gunungkidul, dan Daerah Istimewa Yogyakarta, banyak ditemui para lansia yang tetap bekerja.

Meski dari segi perekonomian tidak mencukupi untuk kebutuahan sehari-hari, alasan utama mereka tetap bekerja adalah untuk mengisi kegiatan di hari tua.

Hal itu juga diamini oleh Saminem (70).

Dia menjajalkan alen-alen, sejenis kerupuk yang berasal dari singkong, dan tape singkong yang dijual Rp 2.000.

Setiap akhir pekan, dirinya menjajakan makanan yang dibuat oleh tangannya sendiri.

Saminem mulai menjual makanan sejak muda. Sejak 2016, ia mulai berjualan di Pasar Ekologi Argowijil yang menempati lahan seluas 7.000 meter persegi.

Hampir 3 tahun terakhir Saminem berjualan di lahan bekas penambangan batu keprus di Desa Gari Kecamatan Wonosari tersebut.

"Sudah sejak buka pasar ini sekitar 3 tahun lalu, saya berjualan di sini," ujarnya dalam bahasa Jawa.

Menurut dia, meski berjualan tidak setiap hari, namun membawa kepuasan tersendiri bagi dirinya.

Sebab, dengan berjualan ia bisa berinteraksi dengan pembeli yang berasal dari berbagai kalangan.

Para pembeli mulai dari anak muda seusia cucunya, bahkan orang tua seusianya, selalu menambah energi baru bagi dirinya.

"Dulu bikin pecel, sekarang cuma ini saja (alen-alen dan tape)," ucapnya. 

Puluhan ribu lansia yang kurang beruntung

Tidak semua lansia beruntung masih bisa beraktivitas seperti kedua nenek tersebut.

Data dari Dinas Sosial Kabupaten Gunungkidul, masih ada 16.952 jiwa yang masuk kategori lanjut usia terlantar (LUT).

"Masih ada belasan ribu LUT dari data tahun 2018. Kecamatan Semin paling banyak, yakni sekitar  2.254 lansia," kata Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Gunungkidul, Gustarto saat ditemui di kantornya Senin (19/8/2019). 

Dia mengatakan, ada berbagai kriteria LUT seperti hidup di keluarga kurang mampu dan tidak memiliki penghasilan tetap.

Selain itu, ada yang tidak bisa beraktivitas dan ditinggal anak-anaknya merantau.

Untuk itu, pihaknya terus berupaya melakukan koordinasi dengan Kementrian Sosial untuk melakukan pendampingan.

Selain itu, dari Provinsi DIY juga memberikan bantuan kepada mereka.

"Dari Kemensos ada home care, family support, dan day care. Dari APBD Gunungkidul juga ada pemberian permakanan bagi lansia yang kurang beruntung tersebut," ucap Gustarto.

Menurut Gustarto, Dinas Sosial dan pemda terus berupaya memberikan pendampingan kepada para lansia yang kurang beruntung itu.

Gustarto mengatakan, perlu sinergitas antara Dinsos dan lembaga lainnya di bawah Kemensos atau lembaga terkait lainnya untuk menuntaskan permasalahan itu.

Meski demikian, Gustarto mengatakan, yang terpenting untuk penanganan masalah lansia terlantar adalah peran keluarga terdekat.

"Keluarga menjadi kunci utama agar mereka bisa diperhatikan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com