Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mantan Tenaga Honorer Menyulap Getah Gambir Jadi Pewarna Kain Jumputan Beromzet Jutaan

Kompas.com - 29/07/2019, 07:00 WIB
Aji YK Putra,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

"Satu bulan, kami habiskan sekitar dua drum besar getah gambir untuk pewarnaan kain. Itu dibeli dari Kabupaten Muba," ujar wanita kelahiran 25 April 1990 tersebut.

Selain getah gambir, Anggi juga mencoba beberapa bahan lainnya untuk dijadikan pewarna alami kain. Misalnya, kulit kayu tingi, secang, mahoni, tegaran, jelawe dan kulit jengkol.

Hasil dari pewarna alami itu lebih menghasilkan warna yang baik dibandingkan menggunakan pewarna tekstil.

Bahkan, untuk kebutuhan ekspor, seluruh negara pemesan kain yang diproduksi Galeri Wong Kito menginginkan pewarna yang menggunakan bahan alami.

"Kalau memakai pewarna tekstil pasti ditolak. Mereka enggak mau beli, mereka hanya mau yang menggunakan pewarna alami. Lagian pewarna alami juga mengurangi limbah lingkungan, kalau pewarna tekstil itu limbahnya banyak" kata Anggi.

Baca juga: Kisah Sukses Dua Siswi Cantik asal Kudus, Bawa Kain Troso Melenggang ke Paris (1)

Daun untuk motif kain

Selain membuat kain jumputan motif titik tujuh, sumping dan pucuk rebung, Anggi mencoba memutar otak untuk membuat eksperimen baru dalam pembuatan kain.

Kali ini, ia memakai dedaunan untuk membuat motif kain. Berbagai jenis daun yang memiliki getah kental digunakan untuk menjadi motif. Metode ini diberi nama ECO Print.

Pembuatan kain bermotif daun itu terbilang cukup mudah. Sebab, daun tersebut hanya diletakkan di bawah dasar kain, lalu dipukul menggunakan palu yang terbuat dari kayu. Setelah daun tersebut menempel, motif kain akan terlihat.

Selanjutnya, setelah proses pembuatan motif selesai, kain tersebut dijemur di bawah terik matahari.

Selain itu, ada juga teknik lain ECO Print, yakni daun ditempel di dasar kain, lalu dikukus selama 2 jam mengunakan dandang.

Teknik itu pun menciptakan motif kain yang begitu bagus, karena motif daun yang begitu sempurna.

"Untuk ECO print, kita membuat tas dan kain karena paling banyak diminati," kata Anggi.

Baca juga: Kisah Herayati, Anak Pengayuh Becak Lulusan ITB Dilamar Jadi Dosen di Untirta

Para mahasiswa dari negara Mesir, Cina dan Thailand belajar menggunakan tehnik ECO Print untuk membuat tas bermotif daun di Galeri Wong Kito.AJI YULIANTO KASRIADI PUTRA Para mahasiswa dari negara Mesir, Cina dan Thailand belajar menggunakan tehnik ECO Print untuk membuat tas bermotif daun di Galeri Wong Kito.
Berbagi ilmu

Selain menjadi tempat penjualan kain dan tas, Anggi pun berbagi ilmu dengan mengadakan pelatihan ECO Print di rumahnya. Mahasiswa lokal bahkan dari mancanegara datang berkunjung di "Galer Wong Kito" untuk mempelajari teknik menggunakan pewarna alam untuk pembuatan motif maupun dasar warna kain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com