Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trauma Tsunami, Warga di Banyuwangi Mengungsi Pasca-gempa Setelah Dengar Sirine dari Perusahaan Tambang

Kompas.com - 25/07/2019, 15:57 WIB
Rachmawati

Penulis

"Sirine yang dibunyikan oleh perusahaan tambang sebenarnya sirine internal yang ada di pertambangan Gunung Tumpang Pitu. Suaranya terbawa angin sehingga didengarkan oleh warga yang ada di Dusun Pancer," jelasnya.

Baca juga: Gempa Magnitudo 5,1 Guncang Maluku, Tak Berpotensi Tsunami

Eka mengakui jika sirine tersebut sempat membuat panik warga sehingga mereka mengungsi ke tempat yang aman.

"Warga Pancer paham apa yang harus dilakukan jika terjadi peringatan dini tsunami. Kemarin saya langsung ke lokasi dan mereka mengungsi di tiga titik bukit di wilayah Pancer," jelasnya.

Ia mengatakan saat mengungsi warga membawa surat-surat berharga dan terlihat siap menghadapai bencana.

Pihak BPBD Banyuwangi juga sempat mendatangi lokasi dan memberikan jaminan kepada warga bahwa tidak ada peringatan tsunami pasca-gempa sehingga mereka bisa pulang ke rumah.

Eka mengatakan hanya BPBD yang bisa mengaktivasi sirine alat deteksi tsunami, Early Warning System (EWS) yang dipasang di Pantai Pancer atas rekomendasi dari BMKG.

"10 menit setelah gempa BPBD harus terus memantau apakah ada peringatan dini tsunami atau tidak. Jika ada rekomendasi dari BMKG maka BPBD Banyuwangi yang memiliki kewenangan untuk menyalakan sirine alat deteksi tsunami," jelasnya.

Baca juga: BMKG: Kajian soal Gempa dan Tsunami di Selatan Jawa Itu Potensi, Bukan Prediksi

 

Trauma tsunami 1994

Paniknya warga Dusun Pancer saat gempa terjadi pada Rabu (24/7/2019), menurut Eka tidak bisa dilepaskan dari trauma tsunami yang terjadi pada tahun 1994 lalu.

Dusun Pancer sendiri berada di wilayah Kecamatan Pesanggaran yang berjarak sekitar 70 kilometer dari pusat kota Banyuwangi yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia.

Pada 3 Juni 1994, tsunami menerjang kawasan pemukiman nelayan di wilayah Dusun Pancer, Banyuwangi. Warga Pancer dengan sebutan tragedi Jumat Pon.

Tsunami pada tahun 1994 bukan hanya menerjang kawasan dusun Pancer, Banyuwangi. Namun juga menerjang wilayah Rajegwesi, Lampon dan Pantai Grajakan yang masuk Taman Nasional Alas Purwo.

Baca juga: Pasca-tsunami, Nelayan Benahi Pesisir Pantai dengan Transplantasi Ratusan Terumbu Karang

Korban meninggal dunia akibat tsunami Banyuwangi mencapai 300 orang. Selain itu, tsunami juga membuat seluruh bangunan luluh lantak dan tidak lagi bangunan yang tersisa.

"Yang terbanyak korbannya ya warga Pancer. Dulu mereka tinggal di tempat yang sekarang jadi Pantai Mustika. Setelah tsunami mereka dipindah ke tempat yang aman," jelas Kyai Afandi, pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Hidayah.

Kyai Afandi bercerita, dia bersama para santrinya selama tiga hari tiga malam mengurusi jenazah korban tsunami yang dikumpulkan di masjid desa pasca-kejadian.

"Saya dan santri ngopeni, mulai dari memandikan sampai menguburkan (jenazah). Walaupun dikuburkan secara massal tapi tetap satu lubang untuk satu jenazah. Saya ingat saat itu kebagian 84 jenasah yang kemudian dimakamkan di dekat monumen tsunami sana," kata Kyai Afandi kepada Kompas.com, Sabtu (5/1/2018).

Baca juga: Pasca-Tsunami, Nelayan Benahi Pesisir Pantai dengan Transplantasi Terumbu Karang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com