Salin Artikel

Trauma Tsunami, Warga di Banyuwangi Mengungsi Pasca-gempa Setelah Dengar Sirine dari Perusahaan Tambang

BMKG mencatat gempa terjad pada pukul 08.29 WIB dengan kekuatan 4,9 SR berpusat di Jembrana Bali. Guncangan gempa dirasakan hingga ke Banyuwangi

"Bapak ibu trauma dengan tsunami pada tahun 1994 lalu. Mereka meminta untuk mengungsi saat gempa," jelas Galang saat dihubungi Kompas.com Kamis (26/7/2019).

Selain Galang dan kedua orangtuanya, ratusan warga di Dusun Pancer juga memilih mengungsi ke beberapa bukit yang ada di wilayah desa yang berbatasan dengan Samudra Hindia.

Kepanikan semakin bertambah setelah warga mendengarkan suara sirine yang mereka duga adalah bunyi peringatan tsunami.

"Masyarakat sempat panik karena sekitar 5 menit setelah gempa ada suara sirine. Suara itu yang membuat warga memilih untuk mengungsi," jelas Galang.

Dia sendiri sebenarnya tidak ingin ikut mengungsi tapi karena orangtuanya panik, ia kemudian memutuskan mengantarkan mereka ke tempat yang lebih aman.

Ratusan warga Dusun Pancer bertahan di tempat pengungsian hingga Kamis sore. Setelah itu sebagian dari mereka memutuskan untuk kembali ke rumahnya.

Namun gempa kembali dirasakan oleh warga Dusun Pancer. BMKG mencatat gempa berkekuatan 4.1 SR terjadi pada pukul 17.53 WIB. Pusat gempa berada di Jembrana, Bali.

Gempa ketiga dirasakan pada pukul 20.17 WIB dengan kekuatan 5.3 SR berpusat di Nusadua Bali.

"Setelah gempa kedua banyak warga yang kembali mengungsi karena takut ada tsunami," jelasnya,

Galang menjelaskan kebanyakan warga yang menginap di pengungsian adalah perempuan dan anak-anak.

"Saya sama pemuda dan bapak-bapak pulang ke rumah jaga kampung," jelasnya.

Namun sirine yang berbunyi adalah milik perusahaan tambang emas yang ada di Kecamatan Pesanggaran yang dibunyikan setelah gempa terjadi untuk peringatan pekerjanya di area tambang.

"Sirine yang dibunyikan oleh perusahaan tambang sebenarnya sirine internal yang ada di pertambangan Gunung Tumpang Pitu. Suaranya terbawa angin sehingga didengarkan oleh warga yang ada di Dusun Pancer," jelasnya.

Eka mengakui jika sirine tersebut sempat membuat panik warga sehingga mereka mengungsi ke tempat yang aman.

"Warga Pancer paham apa yang harus dilakukan jika terjadi peringatan dini tsunami. Kemarin saya langsung ke lokasi dan mereka mengungsi di tiga titik bukit di wilayah Pancer," jelasnya.

Ia mengatakan saat mengungsi warga membawa surat-surat berharga dan terlihat siap menghadapai bencana.

Pihak BPBD Banyuwangi juga sempat mendatangi lokasi dan memberikan jaminan kepada warga bahwa tidak ada peringatan tsunami pasca-gempa sehingga mereka bisa pulang ke rumah.

Eka mengatakan hanya BPBD yang bisa mengaktivasi sirine alat deteksi tsunami, Early Warning System (EWS) yang dipasang di Pantai Pancer atas rekomendasi dari BMKG.

"10 menit setelah gempa BPBD harus terus memantau apakah ada peringatan dini tsunami atau tidak. Jika ada rekomendasi dari BMKG maka BPBD Banyuwangi yang memiliki kewenangan untuk menyalakan sirine alat deteksi tsunami," jelasnya.

Dusun Pancer sendiri berada di wilayah Kecamatan Pesanggaran yang berjarak sekitar 70 kilometer dari pusat kota Banyuwangi yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia.

Pada 3 Juni 1994, tsunami menerjang kawasan pemukiman nelayan di wilayah Dusun Pancer, Banyuwangi. Warga Pancer dengan sebutan tragedi Jumat Pon.

Tsunami pada tahun 1994 bukan hanya menerjang kawasan dusun Pancer, Banyuwangi. Namun juga menerjang wilayah Rajegwesi, Lampon dan Pantai Grajakan yang masuk Taman Nasional Alas Purwo.

Korban meninggal dunia akibat tsunami Banyuwangi mencapai 300 orang. Selain itu, tsunami juga membuat seluruh bangunan luluh lantak dan tidak lagi bangunan yang tersisa.

"Yang terbanyak korbannya ya warga Pancer. Dulu mereka tinggal di tempat yang sekarang jadi Pantai Mustika. Setelah tsunami mereka dipindah ke tempat yang aman," jelas Kyai Afandi, pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Hidayah.

Kyai Afandi bercerita, dia bersama para santrinya selama tiga hari tiga malam mengurusi jenazah korban tsunami yang dikumpulkan di masjid desa pasca-kejadian.

"Saya dan santri ngopeni, mulai dari memandikan sampai menguburkan (jenazah). Walaupun dikuburkan secara massal tapi tetap satu lubang untuk satu jenazah. Saya ingat saat itu kebagian 84 jenasah yang kemudian dimakamkan di dekat monumen tsunami sana," kata Kyai Afandi kepada Kompas.com, Sabtu (5/1/2018).

Suwoto, warga Pancer bercerita saat tsunami 1994, dia sempat melihat pada hari kejadian, sejak jam 3 sore, air laut yang seharusnya pasang tetap dalam kondisi surut hingga malam hari.

Surutnya air laut tersebut mengakibatkan banyak perahu nelayan kandas sehingga mereka tidak bisa melaut.

"Saya mbatin, pasti akan ada apa-apa. Air yang harusnya pasang, tetap surut. Sebelum tsunami juga tidak ada gempa karena saya belum tidur saat itu. Tiba-tiba saja air datang. Tingginya sekitar 7 meter. Cepat. Wusssh....hilang semua. Saat itu saya selamat karena terbawa air dan pegangan tong," katanya.

Eka Muharram Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, BPBD Banyuwangi mengatakan ada sembilan alat Early Warning System (EWS) yang dipasang di wilayah pantai di Kabupaten Banyuwangi, namun hanya dua yang berfungsi.

"Dari total 175,5 kilometer garis pantai di wilayah Banyuwangi, paling tidak kita harus memiliki 15 alat pendeteksi dini tsunami karena alat tersebut hanya menjangkau sekitar setengah kilometer. Padahal banyak masyarakat Banyuwangi yang tinggal di pesisir, belum lagi di sini juga banyak wisata pantai," jelas Eka.

Menurut Eka, tujuh alat yang rusak merupakan bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dipasang pada tahun 2013.

"Yang aktif hanya dua, satu di Pancer dan di Muncar. Setiap sebulan sekali alat tersebut akan dinyalakan pada tanggal 26 jam 10 pagi untuk dilihat apakah berfungsi atau tidak. Saat dinyalakan warga juga tahu bagaimana bunyi sirinenya sehingga mereka bisa waspada," jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/25/15570641/trauma-tsunami-warga-di-banyuwangi-mengungsi-pasca-gempa-setelah-dengar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke