KUPANG, KOMPAS.com – Penderita bibir sumbing di Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT) kesulitan mengakses layanan kesehatan karena tinggal relatif jauh dari rumah sakit.
Direktur Rumah Sakit Santo Carolus Borromeus Kupang mengatakan, mayoritas penderita bibir sumbing di NTT tergolong keluarga pra sejahtera.
Dengan kondisi itu, mereka terkendala untuk menjalani operasi bibir sumbing.
“Secara geografis terbagi dari tiga pulau besar (Flores, Sumba, Timor) membuat penderita bibir sumbing di NTT kesulitan menuju rumah sakit,” ucap Herly kepada Kompas.com, Selasa (16/7/2019).
Menurut dia, tak sedikit penderita bibir sumbing hingga dewasa tidak mendapat layanan kesehatan untuk memperbaiki organ yang bermasalah.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Kupang, Rudi Priyono, mengatakan layanan kesehatan untuk penderita bibir sumbing di NTT belum menjadi prioritas.
Pemerintah daerah, imbuh dia, saat ini fokus pada penyakit berbahaya yang dapat merenggut nyawa manusia.
“Bibir sumbing berdasar pada penampilan, mungkin itu sebabnya,” ucap dia.
Meski begitu, lanjut Rudi, Pemerintah Kota Kupang melalui Dinas Kesehatan telah melakukan tindakan pencegahan, dengan rutin melakukan penyuluhan gizi kepada masyarakat.
Tujuannya, masyarakat dapat lebih waspada terhadap berbagai penyebab terjadinya bibir sumbing pada bayi yang baru lahir.
“Terutama pada ibu-ibu hamil agar lebih memperhatikan apa yang mereka makan,” terang Rudi.
Di Indonesia sendiri terdapat 7.500 per tahun kasus bayi menderita bibir sumbing, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Prevalensi kecacatan pada anak usia 24-29 bulan mencapai 0,53 persen dengan 0,08 persen di antaranya adalah penderita bibir sumbing.
Sementara di NTT, Herly memprediksi jumlah penderita bisa mencapai 200 orang dengan usia yang bervariasi.