Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeruk Keprok di Dataran Tinggi Gayo, Ditanam Belanda hingga Jadi Komoditas Utama

Kompas.com - 26/06/2019, 10:48 WIB
Kontributor Takengon, Iwan Bahagia ,
Rachmawati

Tim Redaksi

TAKENGON, KOMPAS.com - Dataran Tinggi Gayo menyimpan potensi jeruk keprok yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat di Dataran Tinggi Gayo, yakni di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Aceh sejak tahun 1920.

Jeruk yang memiliki nama latin Citrus reticulata ini memiliki pohon dengan ukuran yang relatif lebih kecil dibandingkan pohon jeruk lainnya.

Wiknyo (65), Ketua Masyarakat Perlidungan Indikasi Geografis (MPIG) Jeruk Keprok Aceh, yang juga seorang pembudidaya Jeruk Keprok Gayo mengatakan jika jeruk keprok di Dataran Tinggi Gayo pertama kali ditanam Raden Elon, seorang pegawai yang dibawa Belanda dari Jawa Barat.

Raden Elon bertugas untuk mengelola hutan pinus di Dataran Tinggi Gayo pada awal tahun 1920. Ia kemudian menanam jeruk keprok di Desa Atang Jungket, Kecamatan Bies, Kabupaten Aceh Tengah.

"Kemudian menyusul pengusaha Belanda yang memahami persoalan kopi yang mula-mula dikembangan di Desa Paya Tumpi, Bergendal dan Redines. Kurang lebih pada tahun 1924," kata Wiknyo, saat Kompas.com menyambangi rumahnya di Kampung Paya Tumpi, (25/6/2019).

Baca juga: Wabup Aceh Tengah Khawatir Bahasa Gayo Punah karena Tak Sering Digunakan

Selain kopi, pegawai yang dibawa belanda itu juga membawa bibit jeruk keprok yang ditanam di perkarangan rumah pegawai perkebunan kopi di tiga desa tersebut.

Jeruk keprok tersebut kemudian dikembangkan juga di Desa Blang Kolak I dan Blang Kolak II, Kecamatan Bebesen. Daerah itu kini berada di titik Nol Kilometer di Takengon, Aceh Tengah.

Pada awal tahun 1940, pembibitan jeruk keprok secara massal mulai dilakukan di Takengon, tepatnya di kompleks SMPN I Takengon.

Setelah masa revolusi dan Belanda meninggalkanTakengon, pembibitan jeruk terbengkalai.

"Kemudian pada saat itu ada beberapa petani yang mengambil bibit jeruk tersebut dan ditanam di perkarangan rumah mereka. Lalu pada tahun 1950-an, Dinas Pertanian Rakyat Kabupaten Aceh Tengah mendirikan Sekolah Usaha Tani (SUT) di Desa Paya Tumpi," jelas Wiknyo, yang juga pensiunan pegawai penyuluh pertanian tersebut.

Letak bangunan Sekolah Usaha Tani tersebut hanya berjarak 15 meter dari kompleks SMPN I Takengon yang berubah menjadi SD Paya Tumpi, yang digunakan untuk lokasi pembibitan jeruk keprok sisa peninggalan Belanda.

Baca juga: Ketika Istri Gubernur Aceh dan Bupati Gayo Lues Ikut Menari di Festival Budaya Saman

Sekitar tahun 1953-1954, saat pemberontakan DI TII di Aceh, rumah sekolah SD tersebut dibakar, hingga akhirnya pembibitan jeruk keprok terlantar untuk kedua kalinya.

Barulah pada tahun 1960, sejumlah petani menanam jeruk keprok di perkarangan rumah mereka di Paya Tumpi, Bebesen, Bergendal dan beberapa desa lainnya di Aceh Tengah.

Dinas Pertanian Rakyat kembali membangun pusat pembibitan jeruk keprok di Paya Tumpi pada tahun 1976, letaknya persis di komplek BPP Kebayakan, Kecamatan Kebayakan.

Saat itu pembibitan jeruk keprok mencapai15.000 batang.

"Jeruk keprok mulai berkembang secara massal ke seluruh kecamatan di Aceh Tengah yang saat itu belum memekarkan Kabupaten Bener Meriah tahun 1980.

Tumpang Sari Kopi

Pada tahun 1987, tanaman petai yang biasanya ditanami di kebun petani untuk melindungi pohon kopi di Aceh Tengah terserang kutu loncat, hingga menyebabkan kerusakan pada semua tanaman pelindung kopi tersebut.

Oleh Dinas Pertanian saat itu dianjurkan mengganti pelindung pohon kopi dengan tanaman jeruk," ungkap Wiknyo. Sejak saat itu kebun kopi tumpang sari dengan jeruk dan membuat pendapatan petani juga meningkat.

"Karena sehabis panen kopi bulan Maret-Mei, pada bulan Juni-September, petani panen jeruk dan pada bulan Oktober-Desember panen kopi. Bersamaan pada bulan November-Januari panen jeruk lagi," sebutnya.

Wiknyo mengatakan, menurut hasil kajian mutu, jeruk yang ditanam dengan tumpang sari bersama kopi, kualitasnya sangat baik.

Hal itu dibuktikan dengan Jeruk Keprok Gayo asal Dataran Tinggi Gayo, Aceh, dengan nama Jeruk Keprok Paya Tumpi memperoleh Juara I Tingkat Nasional pada 3 Desember 1993 di Lomba Buah Unggul Nasional di Jakarta.

Baca juga: Ini Dia Jeruk Pamelo dari Magetan, Harganya Mulai Rp 12.000 Sebiji

 

Jeruk Keprok Paya Tumpi kemudian diganti nama dengan Jeruk Keprok Gayo oleh Parngaluan, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan.

Pada tahun 1997, Jeruk Keprok Gayo ikut pameran di Mekar Sari, Cilengsi, Bogor. Untuk kedua kalinya, kualitas maupun ukuran Jeruk Keprok Gayo berhasil menyaingi jeruk asal 26 Provinsi di Indonesia.

"Jeruk Keprok Gayo mendapatkan pengakuan yang luas, baik dari petani Aceh maupun petani yang ada di Indonesia," papar Wiknyo.

Namun Wiknyo, yang hingga saat ini konsisten menanam Jeruk Keprok Gayo mengatakan jeruk keprok mulai terserang penyakit busuk pangkal batang pada periode tahun 1998 hingga 2005. Penyakit yang menyerang pohon jeruk keprok tidak berhasil dikendalikan.

Akibat peristiwa tersebut, pada tahun 2005 pemerintah pusat mengambil langkah penyelamatan dengan mengambil entres atau mata tunas Keprok Gayo. Kegiatan ini dilakukan oleh Balai Penelitian Jeruk Keprok Batu, Malang, Jawa Timur.

Dua tahun setelah indexing selesai, pada tahun 2009 Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dilakukan di Aceh Tengah atas biaya salah satu pemerhati jeruk keprok, Nasrun.

"BPMT inilah yang menjadi andalan untuk membangun kembali sentra pertanian Jeruk Keprok Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah," pungkasnya.

Memperoleh Indikasi Geografis

Wiknyo saat sedang merawat pohon Jeruk Keprok Gayo yang ditanam di halaman rumahnya di Kampung Paya Tumpi  Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.KOMPAS.com/ IWAN BAHAGIA SP Wiknyo saat sedang merawat pohon Jeruk Keprok Gayo yang ditanam di halaman rumahnya di Kampung Paya Tumpi Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.
Jeruk Keprok Gayo yang tumbuh subur di Kabupaten Aceh Tengah, mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG), yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia pada medio tahun 2016 di Jakarta.

Sertifikat Indikasi Geografis ini dilakukan oleh kelompok MPIG Jeruk Keprok Aceh, yang diketuai Wiknyo.

Sertifikat IG terhadap Jeruk Keprok Gayo, diserahkan langsung oleh Menteri Hukum dan HAM saat itu, Yasona Laoly, kepada Gubernur Aceh yang menjabat, Zaini Abdullah, pada 18 Juli 2016.

Bupati Aceh Tengah kala itu, Nasaruddin menjelaskan dengan sertifikat IG  pihaknya akan terus mengembangkan keberadaan Jeruk Keprok Gayo yang menjadi komoditi unggulan daerah.

“Mulai tahun 2014 lalu kita telah mengembangkan sekitar 50.000 bibit jeruk keprok, mungkin dua tahun lagi akan berkembang buah Jeruk Keprok Gayo itu”, katanya.

Baca juga: Berkunjung ke Pasar Balige, Jokowi Diberi Jeruk oleh Pedagang

Dengan sertifikat IG secara hukum Jeruk Keprok Gayo hanya dapat dihasilkan dan diproduksi oleh Kabupaten Aceh Tengah, sehingga jika daerah lain jika ingin mengembangkan wajib menggunakan nama tersebut.

“Dengan demikian Jeruk Keprok gayo telah resmi menyusul Kopi Gayo, yang pada tahun 2010 lalu juga telah lebih dulu mendapatkan sertifikat IG dari Kemenkumham”, pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com