"Oleh karena itu, saya juga menyampaikan mohon maaf kalau ada perasaaan tidak nyaman atas regulasi yang begitu. Tetapi insya Allah itu tidak terlalu jauh, dan mungkin bagi saya ya ketidaktahuan, bukan bermaksud hal lebih dari itu, apalagi politik, apalagi jauh dari itu ideologis. Insya Allah tidak. Masyarakat Gunung Kidul memiliki kearifan cukup andal," ujarnya.
Baca berita selengkapnya: Polemik Surat Edaran Siswa Wajib Berbusana Muslim, Pemkab Gunung Kidul Minta Maaf
Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas pada Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Sarif Hidayat mengatakan, embun beku itu menarik perhatian pengunjung.
Sejumlah pengunjung banyak yang tertarik untuk mengabadikan fenomena tersebut.
"Beberapa wisatawan memang tertarik dengan fenomena frost karena momen langka atau eksotik. Jadi diabadikan dengan selfie atau video," katanya kepada Kompas.com, Selasa (25/6/2019).
Sarif mengatakan, adanya embun beku itu menyumbang pada peningkatan jumlah kunjungan wisata.
Dikatakannya, pada Bulan Mei jumlah kunjungan ke Bromo dan Semeru sebanyak 53.868 orang. Terdiri dari 52.120 orang wisatawan nusantara dan 1.748 orang wisatawan mancanegara.
Baca berita selengkapnya: Momen Langka, Embun Beku di Bromo dan Semeru Diburu Wisatawan
Berdasarkan hasil observasi awal, lokasi tempat penemuan bata kuno beserta porselin dan tembikar genting tersebut diperkirakan merupakan bekas hunian "elite" kaum bangsawan pada abad ke-15 Masehi.
Menurut salah satu arkeolog dari Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur di Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho, berdasarkan pemeriksaan awal, batu bata kuno itu diperkirakan merupakan sebuah pondasi bangunan rumah karena struktur tumpukan batu bata yang saling terhubung.
"Kami interpretasikan, bangunan ini pondasinya dari bata, dinding kayu, atapnya menggunakan genteng. Karena, cukup banyak fragmen tembikar genting yang kami temukan di sini," kata Wicaksono kepada Kompas.com, Selasa (25/6/2019).
Baca berita selengkapnya: Bata Kuno di Mojokerto Diduga Bekas Permukiman Elite Bangsawan Majapahit
Baca berita selengkapnya: Bata Kuno di Mojokerto Diduga Bekas Permukiman Elite Bangsawan Majapahit
Pihak keluarga berharap bisa memakamkan Mantri Patra di kampung halamannya di Desa Serity, Kecamatan Lamasi Timur, Luwu, Sulawesi Selatan.
Seperti diketahui, Mantri Patra yang bernama lengkap Patra Marinna Jauhari, meninggal dunia karena Malaria saat bertugas di Kampung Oya, Distrik Naikere, Teluk Wondama di pedalaman Papua Barat.
Patra meninggal pada hari Senin (17/6/2019) dan baru empat hari kemudian dimakamkan di Waisor.
Sejumlah pihak menyayangkan kematian Patra yang diduga akibat bantuan medis yang terlalu lamanya datang ke lokasi penugasan Patra.
“Kemarin dia sudah dimakamkan di Wasior. Dua orang saudara kami ikut kesana mengikuti pemakaman. Meski demikian harapan kami keluarga besar agar jenazahnya dibawa pulang,” ucapnya sambil menangis.
Baca berita selengkapnya: Dimakamkan di Wasior Papua, Keluarga Masih Berharap Jenazah Mantri Patra Dipulangkan ke Luwu
Sumber: KOMPAS.com (Amran Amir, Moh. Syafií, Andi Hartik, Markus Yuwono, Ari Himawan Sarono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.