Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Tudingan Iluminati di Masjid Al Safar, 30 Menit Penjelasan Ridwan Kamil dan Ustaz Rahmat Baequni (1)

Kompas.com - 14/06/2019, 08:00 WIB
Dendi Ramdhani,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Perdebatan soal desain Masjid Al Safar karya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang ditafsirkan Ustaz Rahmat Baequni menyerupai simbol iluminati berbuntut panjang.

Keduanya sepakat untuk menggelar dialog terbuka yang ditengahi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Adu argumen itu dihelat di Bale Asri Gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai), Senin (10/6/2019) sekitar pukul 10.00 WIB.

Sebelumnya, agenda pertemuan itu disebar masing-masing pihak di akun sosial media Instagram. Dialog itu pun menyita atensi ribuan warga. Bahkan, banyak warga yang tak bisa masuk lantaran kapasitas ruangan terbatas.

Dalam pertemuan itu, hadir pula para pimpinan MUI Jabar termasuk Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei yang turun tangan sebagai moderator.

Ridwan Kamil dan Rahmat Baequni mendapat waktu masing-masing 30 menit untuk menjelaskan hal tersebut.

Dalam kesempatan itu, Rahmat Baequni memberikan presentasi berjudul Paganisme Moderen. Salah satu isinya, menggambarkan perkembangan sejarah terbentuknya simbol-simbol yang berkaitan dengan zionisme mauapun illuminati.

Ia sempat menunjukkan sejumlah monumen di dunia yang menunjukan simbol segitiga dan ornamen mata satu. Salah satu yang dicontohkan yakni logo kepolisian Arab Saudi, dan tugu geometri engenerring square Jeddah.

"Ingat zionis Yahudi bergerak ingin menguasi dunia. Mereka ingin menciptakan tatanan dunia baru di mana mereka lah yang jadi penguasanya. Dan mereka bergerak dalam tiga ranah, simbol, ritual, dan arsitektur," ujar Rahmat Baequni dalam penggalan pidatonya.

Baca juga: 5 Fakta Desain Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil yang Viral, Dituding Simbol Illuminati hingga Sita Perhatian Dunia

Diakhir pemaparannya, Rahmat Baequni juga menyinggung soal simbol di Masjid Pusdai Jabar yang ia sebut punya ornamen seperti bendera Yahudi.

"Simbol ini pernah muncul di Masjid Pusdai Jabar. Saya katakan itu simbol Yahudi, kenapa simbol itu ada dalam masjid? Saya kira tidak layak simbol semacam itu ada dalam masjid. Ketika itu saya temui langsung, saya tidak berkoar di media saya temui DKM-nya. Tidak ada respons yang berarti saat itu. Maka selama simbol itu tidak dihilangkan di Masjid Pusdai Jabar, saya tidak akan shalat di Masjid Pusdai Jabar," ucapnya.

Namun, sebelum membahas Masjid Al Safar, Rahmat Baequni terpaksa menghentikan pemaparannya karena terbatas waktu.

Ridwan Kamil dalam pemaparannya menjelaskan soal latar belakang karya arsitekturnya di sejumlah masjid. Sebelumnya, ia juga menyinggung soal multitafsir dalam dunia arsitektur.

Salah satu yang ia bahas yakni desain Masjid Pusdai Jabar yang merupakan karya dosen ITB Slamet Wirosanjaya.

"Desain ini terinspirasi masjid di Turki. Karena Indonesia daerah tropis maka atapnya dibuat miring agar air menurun deras. Kalau dilihat ada tumpukan piramida," papar Emil, sapaan akrabnya.

Masjid Al Safar yang ada di Rest Area KM 88 B Tol PurbaleunyiCorporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk Masjid Al Safar yang ada di Rest Area KM 88 B Tol Purbaleunyi

Emil pun memaparkan sejumlah arsitektur masjid yang ia buat seperti Masjid Al Irsyad yang terinspirasi kabah, Masjid Sulawesi Selatan yang terinspirasi 99 asmaul husna, termasuk desain masjid yang ia buat untuk pusat dakwah di Sevilla, Spanyol.

Baca juga: Kontroversi Masjid Al Safar, Ridwan Kamil Sebut Taat pada Ulama

Emil menjelaskan, lantaran estetika Islam tak mencerminkan makhluk hidup, para ulama bersepakat memilih estetik dalam bentuk geometri. Hasilnya, bentuk segitiga, atau lingkaran tak bisa dihindari dalam karya arsitektur.

"Kalau illuminati mengambil semua bentuk dasar geometri sehingga kita 'katempuhan' di era modern yang tak sengaja. Kalau betul segitiga tidak boleh, lingkaran juga tidak boleh, elips juga tidak boleh karena membentuk mata dajjal. Berarti habis semua bentuk geometri diambil mereka," tutur Emil.

Untuk Al Safar, desain itu terinspirasi dari alam yang berbentuk tak beraturan. Dalam ilmu arsitektur, kata Emil, ada teori melipat seperti origami. Segitiga dipilih karena punya karakter yang mampu memeluk bentuk apapun.

"Ada bentuk segitiga, ini trapesium karena atasnya dipancung. Pintu masuknya katanya segitiga, itu trapesium empat sisi. Saya menjelaskan apa adanya demi Allah, ada ibu saya di sini buat apa saya berbohong," terang Emil. 

Lantas ia mempertanyakan bagaimana nasib masjid lain yang punya geometri serupa seperti Masjid Al Ukhwah, Masjid Trans Studio, Masjid Raya Jakarta. Sebab, geometri serupa dalam bangunan masjid tak hanya terjadi di Indonesia, bahkan di Masjid Nabawi.

"Ini mihrab di masjid Nabawi, ada bentuk segitiga dan lingkarannya. Apakah ini konspirasi? Wallahualam. Bagaimana dengan jutaan haji yang shalat di masjid Nabawi apakah sah shalatnya? Jangan menghakimi dulu oleh informasi yang sepotong. Pulang dari sini mau paham atau tidak silakan, saya sudah menjelaskan," jelasnya.

Dalam pidato penutupnya, ia pun meminta fatwa dari MUI soal aturan desain masjid agar mengantisipasi salah tafsir dari masyarakat.

"Saya mau minta keadilan saja, kalau Al Safar difatwakan begitu, saya minta fatwa masjid Nabawi karena bentuknya sama. Jangan karena ada Ridwan Kamil-nya dibahas sampai rusak," jelasnya.

Rahmat Baequni bantah ingin jatuhkan Ridwan Kamil

Ustaz Rahmat Baequni membantah ingin menjatuhkan Ridwan Kamil. Hal itu ia katakan menyikapi isi ceramahnya soal polemik desain masjid yang bermuatan simbol segitiga dan mata satu.

"Tidak, demi Allah. Sama sekali saya tidak pernah berniat menjatuhkan siapapun apalagi Pak Ridwan Kamil. Tadi saya sampaikan kita akan terbuka dan saya sama sekali tidak bersuudzon kepada siapapun," kata Rahmat.

Rahmat mengatakan, ceramah teori konspirasi pada simbol arsitektur masjid tak hanya berlaku untuk Masjid Al Safar. Rahmat pun menghargai klarifikasi Ridwan Kamil soal desain masjidnya.

"Betul, bisa dilihat diceramah saya di seluruh Indonesia. Saya tidak hanya membahas masjid Al Safar. Itu hak beliau, sekali lagi tadi multitafsir, banyak pandangan yang tadi belum saya kemukakan. Dan ada fakta yang belum saya ungkapkan, tapi waktu terbatas. Saya sangat memahami sekali, beliau menyampaikan proporsional sebagai profesi arsitek," tuturnya.

Ia juga membantah telah memfitnah Ridwan Kamil dalam ceramahnya seperti yang berkembang di media sosial.

Rahmat menambahkan, isi ceramahnya bertujuan untuk mengingatkan para kaum muslimin soal potensi acaman yang merusak akidah umat Islam. Ia pun mengaku siap menjelaskan hal tersebut secara terbuka kepada siapapun.

"Saya bersyukur ada momen seperti ini sehingga saya bisa menjelaskan secara terbuka. Bahkan tak hanya dengan MUI dan Pak Ridwan Kamil saya bisa menjelaskan secara terbuka. Saya tidak mungkin dengan waktu terbatas menjelaskan semua. Karena itu saya secara pribadi terbuka (menjelaskan) Insya Allah," paparnya.

Ia pun berharap forum serupa digelar lebih banyak agar ada kesepakatan antara ulama dan umaro untuk menyikapi hal tersebut.

Ridwan Kamil menyambut baik dialog terbuka dengan Ustaz Rahmat Baequni. Ia menilai, pertemuan itu jadi ajang meluruskan polemik soal desain Masjid Al Safar yang sempat viral. 

Emil mengatakan, pertemuan itu sangat produktif untuk menjaga tali silaturahim antara ulama dan umaro.

"Saya berterima kasih bisa bersilaturahim dengan ustaz setelah Ramadhan. Bahwa bentuk silaturahimnya berdiskusi saya kira produktif dan umat antusias mendengarkan. Intinya saya sebagai Muslim akan taat pada ulama," tutur Emil.

Baca juga: 30 Menit Penjelasan Ridwan Kamil dan Ustaz Rahmat soal Desain Masjid Al Safar

Ia pun berharap, ada kesepakatan dari para ulama terkait arsitektur masjid untuk meminimalisir salah tafsir di masyarakat. Ia menitipkan agar polemik itu segera dikaji oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Emil enggan mengaitkan masalah tersebut ke ranah politik. Ia menganggap hal itu sebagai risiko seorang pemimpin.

MUI akan kaji fatwa soal desain masjid

Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei angkat suara soal perdebatan Ridwan Kamil dan ustaz Rahmat Baequni terkait polemik desain Masjid Al Safar.

Rahmat mengatakan, dialog itu bisa dijadikan contoh dalam menyelesaikan silang pendapat. Meski keduanya punya argumen berbeda, Rahmat meminta agar semua pihak bisa menghargainya.

"Adapun keyakinan masing-masing harus dihargai. Yang perlu disepakati bagaimana menjaga persaudaraan dan bagaimana saling menghargai atas perbedaan pendapat itu. MUI sadar, kedua belah pihak harus menjelaskan dulu. Ini pengalaman yang berharga," ujar Rahmat.

Terkait fatwa soal aturan desain masjid, Rahmat mengatakan akan melakukan kajian dengan melibatkan para ahli.  

Rahmat menjelaskan, pernyataan ulama memang berpengaruh terhadap sikap masyarakat. 

"Kita akan kaji sejauh mana dampaknya merusak keimanan. Semuanya sepakat bahwa keimanan, keyakinan, tapi bukan pengandaian, bahwa ini berdampak tapi jangan pengandaian karena ini perlu kajian," ucap Rahmat.

"MUI sangat memahami, ini kekhawatiran. Memang sebagian orang yang berpendapat secara simbolik atau tekstual kita hargai. Fatwa tentu, tapi kedua pandangan jangan ditinggalkan. Memang manusia itu dipengaruhi tokoh agamanya. Inilah jangan sampai tujuannya bagus tapi harus diuji diteliti," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com