Berkah Ramadhan, Jacob Raih Omzet Rp 3 Juta Per Hari dari Berjualan Leumang

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Setelah hanya sebagai lahan tempat tumpukan kayu dan barang bekas lainnya, kini tanah berumput seluas lebih kurang 30 meter persegi ini berdiri bangunan dengan atap seng yang sederhana.

Sudah masuk bulan puasa, pastinya lokasi ini menjadi tempat pembakaran Leumang Bambu, penganan berbuka puasa yang dinanti oleh warga.

M Jacob Jailani (47) pun segera memulai aktivitas berbeda.

“Kalau di luar Ramadhan saya buruh bangunan, tapi kalau Ramadhan membantu usaha ibu membakar leumang dan menjualnya sebagai penganan berbuka puasa," ujar Jacob sambil menyiapkan pembakaran dan bambu saat ditemui Kompas.com, Senin (13/5/2019).

Baca juga: Polisi Lamongan Bagi Takjil dan Helm Gratis kepada Pengendara Motor

Hampir setengah jam kemudian, bunyi gemeretak kayu yang menandakan tempurung kelapa kayu berubah jadi bara terdengar. Di sekelilingnya, seratusan batang bambu terjejer rapi, ukurannya sama.

Waktu menujukkan pukul 13.30 WIB. Cuaca di luar sangat terik. Delapan hari di bulan Ramadhan ini suhu di Kutaraja tak kurang dari 34 derajat celcius.

Kendati demikian, pria asal Uno, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, ini tetap dalam kondisi berpuasa. Batang-batang bambu ini sudah berisi beras ketan putih dan hitam dan sebagiannya berisi ubi kayu yang sudah dihaluskan.

Kemudian dia membakarnya untuk dijadikan penganan bernama Leumang. Selain bisa dimakan begitu saja, leumang biasa dimakan dengan selai srikaya, selai durian atau bahkan dengan menu rendang daging.

Beras ketan atau ubi kayu yang dihaluskan ini dibakar di dalam batang bambu, yang dalam bahasa Aceh disebut Buloh Trieng. Bambu yang dipilih adalah bambu yang memiliki penampang yang lebih tipis dibandingkan bambu biasanya.

Satu batang bambu buluh dipotong dengan panjang sekitar 40-80 sentimeter bahkan lebih. Bambu ini diisi beras ketan dan santan lalu dibakar pada bara api yang banyak dalam posisi berdiri dengan sudut kemiringan kira-kira 80 derajat.

Sebelum dimasukkan beras ketan atau ubi kayu, dinding bambu buluh itu dilapisi daun pisang muda atau lebih tipis sehingga memudahkan saat mengambil ketan yang telah masak di dalamnya.

Selama bulan Ramadhan, Jacob bisa memesan 3 kali buluh bambu, sekali pesan sebanyak 40-50 batang dengan harga Rp 2,1 juta.

Leumang memang menjadi satu di antara banyak penganan yang mudah ditemui jika Ramadhan saja. Untuk Kota Banda Aceh dan skitarnya, Leumang Wak Hapsah memang menjadi favorit warga.

Hapsah adalah ibunda Jacob. Perempuan yang usianya sudah mendekati senja inilah yang memulai usaha berjualan leumbang sejak 10 tahun lalu.

“Iya, kios leumang namanya Leumang Wak Hapsah, nama mamak saya, dan saya setiap Ramadhan membantu mamak, apalagi sekarang beliau sudah tua umurnya,” jelas Jacob.

Omzet Rp 3 juta per hari

Lewat berjualan leumang ini pula lah, Jacob Jailani selalu merasakan berkah Ramadhan. Dalam sehari, dia bisa menjual 100 hingga 140 batang leumang. Sebatang leumang dijual dengan harga Rp 30.000. Dalam sehari, Jacob bisa meraup omzet sekitar Rp 3 juta hingga Rp 3,2 juta.

“Alhamdulillah setiap hari dagangannya habis, kadang-kadang ada juga yang memesan khusus untuk acara tertentu, misalnya buka puasa bersama, atau kalau mau dekat hari raya Idul Fitri, banyak juga yang pesan untuk penganan hari raya di rumah,” ujar Jacob.

Tahun ini penikmat leumang semakin meluas. Banyak warga Banda Aceh yang membeli leumang di Lapak Wak Hapsah kemudian untuk dibawa sebagai penganan berbuka puasa ke kota lain, seperti Jakarta, Bandung, Palembang.

Bahkan tidak jarang ada warga yang bepergian ke luar negeri untuk jarak yang tidak terlalu jauh, juga sering membawa bekal Leumang, seperti ke Malaysia, Singapura dan Thailand.

“Untuk oleh-oleh kata mereka, sekalian mengobati rasa rindu akan leumang di Aceh,” ujar Jacob.

Bahkan, sebut Jacob ada juga pelanggan asal Banda Aceh yang tinggal di Arab Saudi juga membawa leumang untuk bekal oleh-oleh untuk bosnya.

“Kemarin ada warga Banda Aceh yang tinggal bekerja di Arab Saudi, usai bersilaturahmi dan kembali ke Arab dia pesan leumang dulu, sekalian mau menjadikan oleh-oleh untuk bos tempat dia bekerja,” ungkap Jacob sambil tersenyum.

Baca juga: Di Mimika, Pegendara Motor Tidak Pakai Helm Dapat Takjil dari Polisi

Ramadhan selalu memberi berkah untuk Jacob dan Wak Hapsah. Dengan 8 pekerja, selama Ramadhan mereka bisa mendapat keuntungan sebesar Rp 50 juta.

“Ya, setahun sekali, alhamdulillah,” tutup Jacob.