Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Bersejarah Letusan Tambora, Iklim Dunia "Berubah" hingga Napoleon Kalah Perang

Kompas.com - 10/04/2019, 18:37 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Awan panas lalu turun gunung dan menerjang desa Tambora, meluluhlantakkannya. Lalu muncul angin yang terjadi sekitar 1 jam.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Erupsi Gunung Tambora Berakhir

3. Hasil letusan

Letusan itu membawa petaka. Melalui letusan Gunung Tambora, material vulkanik dikeluarkan. Sekitar 100-150 kilometer kubik material vulkanik keluar ke udara.

Tinggi payung letusan diperkirakan mencapai 30-40 kilometer di atas gunung. Sedangkan, energi letusan mencapai 1,44 x 1027 Erg atau setara dengan 171.428,60 kekuatan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 1945.

Dengan kapasitas luapan vulkanik seperti di atas, maka bisa mengubur negara bagian Rhode Island di AS, setinggi 55 meter, dan Singapura 245 meter dengan abu.

Gunung Tambora meletus dalam jumlah material vulkanik yang sangat besar, dan itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Periode letusan mungkin berlangsung tidak lebih dari tiga hari.

Puncak letusan mungkin telah meletuskan material pada 300-500 juta kilogram per detik. Bukan hanya magma saja, Tambora juga mengeluarkan sulfur, klorin dan fluor.

Untuk material yang mengalir ke laut menyebabkan tsunami. Gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter mencapai Sanggar pukul 22.00.

Gelombang menjalar hingga Besuki di Jawa bagian timur, mencapai wilayah itu dengan ketinggian sekitar 1 - 2 meter beberapa saat kemudian. Tsunami juga diperkirakan mencapai Madura dengan ketinggian 1 meter.

Dalam waktu yang cepat, material vulkanik tersebar ke mana-mana hingga ke Eropa karena embusan angin.

Diperkirakan letusan Gunung Tambora itu mencapai skala 7 dalam Volcanic Explosivity Index (VEI) yang melontarkan ratusan kilometer kubik batuan yang jika ditimbang berbobot setidaknya 10 miliar ton.

Baca juga: Letusan Dahsyat Tambora 200 Tahun Lalu, Inilah Kronologinya

4. "Perubahan iklim" dunia

Sejumlah negara ikut terkena getahnya. Materi khususnya berupa partikel debu vulkanik yang terlontarkan ke atmosfer akibat erupsi Gunung Tambora diyakini telah memengaruhi cuaca di seluruh dunia.

Musim panas setelah tahun 1815 justru didominasi hujan dan suhu dingin. Bahkan, tahun 1816 dikenal dengan sebutan "Tahun Tanpa Musim Panas" lantaran pada musim panas tahun itu suhu turun 1 hingga 2,5 derajat lebih rendah daripada biasanya.

Fenomena alam yang berlangsung di luar garis normal itu terutama paling dirasakan di sebagian Amerika Utara seperti Kanada dan sebagian besar Eropa Barat.

Cuaca dingin itu diberitakan telah merusak perkebunan di kawasan-kawasan tersebut. Panen gagal di mana-mana. Bahkan, ladang-ladang gandum dan jagung di Maine, AS, dilaporkan gagal panen akibat membeku.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com