Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Bersejarah Letusan Tambora, Iklim Dunia "Berubah" hingga Napoleon Kalah Perang

Kompas.com - 10/04/2019, 18:37 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Di Asia pun cuaca pada tahun 1816 tercatat abnormal. Konsentrasi tinggi dari partikel debu di lapisan atmosfer bumi akibat letusan Gunung Tambora diduga menutupi radiasi matahari, sehingga bumi menjadi lebih dingin daripada biasanya.

Di Eropa Barat, sejak awal Juni 1815, hanya berselang 1,5 bulan meletusnya Gunung Tambora yang berada jauh dari daratan Eropa, terjadi apa yang disebut "hujan salah musim".

Dampak dari erupsi Gunung Tambora di Pulau Sumbawa yang menewaskan sekitar 100.000 orang.

Baca juga: Tambora dan Momentum Perubahan

5. Napoleon kalah perang

Fenomena "Tahun Tanpa Musim Panas" mengakibatkan jalan-jalan utama antarnegara dan antarkota dipenuhi lumpur.

Keadaan ini tentu saja menyulitkan ambisi Napoleon untuk menginvasi sejumlah negara di Eropa. Ruang gerak tokoh Perancis ini terhambat. Gagasannya menyerbu Brussel di Belgia pun berantakan.

Sementara, pasukan penopang Perancis dengan peralatan perangnya, lengkap dengan persenjataan berat, terhalang oleh lapisan-lapisan lumpur tebal yang memenuhi jalan raya. Napoleon hanya bisa menunggu, sementara bala bantuan tetap tak kunjung tiba.

Akibat dari itu semua sungguh mengenaskan bagi kejayaan Napoleon. Pada 18 Juni 1815 ia harus menyerah kalah kepada tentara Sekutu di Waterloo, sebelum akhirnya menghabiskan sisa hidupnya hingga 1821 di tempat pembuangannya di Saint Helena.

6. Wabah kolera di dunia

Ada juga dampak lain dari letusan Tambora, yakni jadi pemicu pecahnya epidemik kolera pertama di dunia. Sebelum erupsi besar tersebut kolera sudah jadi endemik di sekitar Sungai Gangga di India.

Kemudian, epidemik kolera pecah di Bangladesh dan menyebar lebih jauh bersama pasukan Inggris, lalu bergerak ke Afghanistan dan Nepal.

Perubahan struktur tanah, musim yang tidak teratur, dan kelaparan di Bangladesh tahun 1816 diduga meningkatkan epidemik.

Terlebih lagi dengan kondisi bangkai hewan dan jenazah manusia yang tidak terkubur baik. Kondisi alam yang tidak menguntungkan itu juga melemahkan daya tahan tubuh.

Dengan kombinasi beberapa faktor itu kolera jadi mudah menular dan ganas. Erupsi itu secara langsung dan tidak langsung memengaruhi pembentukan bentuk baru kolera yang lebih agresif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com