Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Budiono, Pria Mirip Jokowi yang Blusukan Mengajarkan Reog di Magetan

Kompas.com - 08/04/2019, 22:08 WIB
Sukoco,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


MAGETAN , KOMPAS.com - Minggu sore usai warga melaksanakan shalat asar, tabuhan kenong dan bonang yang dibarengi dengan tepukan gendang terdengar bertalu-talu dari sebuah rumah sederhana di pinggir sawah di Jalan Kelud, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Beberapa remaja terlihat gemulai menarikan jatilan, diiringi irama ritmis gong dari grop reog Singo Among Putro. Tari Jatilan merupakan salah satu bagian terpenting dari pegelaran reog Ponorogo.

Gerakan kelima remaja putri yang menarikan tari jatilan tak lepas dari tepukan irama gendang yang dimainkan oleh Syahrul (13). Kedua tangan pelajar kelas 7 tersebut terlihat seolah turut menari mengkombinasikan irama tepukan gendang agar sesuai dengan gerakan setiap penari.

“Saya belajar gendang sejak kelas 4 SD. Senang saja melihat reog main, terus pingin belajar,” ujar dia, Minggu (7/4/2019).

Baca juga: Di Magetan, Sandiaga Disambut Reog dan Jatilan

Di tengah tepukan gendang, sahutan suara terompet dari Gilang (19), pelajar SMK Magetan tersebut seolah melengkapi komposisi yang dimainkan. Kali ini, tabuhan reog mengiringi tarian bujang ganong yang terlihat lincah, karena sang penari meliuk-liukkan badannya.

Tiupan terompet Gilang juga terlihat lebih rancak karena ciri dari gerakan tarian bujang ganong adalah kelincahan penari dalam menggerakkan tubuh.

Gilang mengaku, butuh waktu satu tahun untuk mempelajari teknik meniup terompet, karena untuk memainkan terompet reog, harus bisa mengatur nafas di mana di saat bersamaan, dia harus bisa meniup terompet sambil mengambil nafas.

“Harus bisa menahan nafas di antara mulut dan tenggorokan karena saat bersamaan kita meniup terompet sambil ambil nafas,” ucap dia.

Sebelum bergabung dengan grop Reog Singo Among Putro, Gilang mengaku berperan memainkan barongan reog. Untuk memainkan barongan, Gilang mengaku harus mempunyai tekhnik memainkan dadak merak yang bisa berbobot 50 kilogram sambil menari dengan lincah.

Bahkan, gerakan tari dadak merak terkadang dinilai di luar logika, karena ada gerakan tidur terlentang dan bangun dengan masih mengenakan dadak merak. “Ada teknik memang untuk memainkan itu,” imbuh Gilang.

Suara lantang Budiono (50) terdengar mengalahkan gemuruhnya suara tetabuhan gamelan. Pria yang memiliki berpostur tubuh dan wajah mirip dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo tersebut terlihat membetulkan gerakan tari jatilan yang dibawakan oleh Adelia Ratri Pramu Dita dan keempat temannya.

“Dulu tari jatilan itu pakai jaranan dari bambu, tapi saat ini lebih banyak ditarikan tanpa jaranan meskipun masih ada yang harus pakai jaranan,” ujar Budiono, di sela-sela istirahat mengajar puluhan anak anak belajar reog di rumahnya.

Dari diklaim Malaysia hingga vakumnya reog di Magetan

Meski memiliki darah seni reog yang mengalir dari kakek dan bapaknya yang juga memiliki grup seni reog di tahun 1950-an, namun Budiono memilih menekuni profesi sebagai reparasi elektronik.

Apalagi, sejak tahun 1970-an hingga tahun 2000-an, keberadaan grup reog di Kabupaten Magetan seakan mati suri. Saat itu, keberadaan seni reog di Magetan hanya terlihat saat ada pesta memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada tahun 2004, Budiono yang telah berhenti membuka bengkel elektronik, mulai mendidik anak-anak di lingkungan desanya main reog untuk ditampilkan di acara panggung hiburan HUT Kemerdekaan RI.

Baca juga: Reog Milik Kembaran Jokowi Siap Sambut Kampanye Sandiaga di Magetan

 

Acara tahunan tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh Budiono untuk merekrut anak-anak remaja yang ingin mempelajari seni reog untuk ditampilkan di acara panggung 17-an.

“Tampilnya ya setahun sekali. Habis tampil ya tahun depan baru latihan lagi untuk tampil di panggung 17-an,” kata dia.

Untuk tapil pertama di tahun 2004, grup reog Budiono terpaksa mengambil peralatan reog seperti gendang, gong dan dadak merak milik orangtuanya yang disimpan di Kecamatan Parang, untuk di Boyong di Jalan Kelud Magetan, tempat tinggalnya sekarang.

Karena lama tak digunakan, sebagian besar peralatan milik orangtuanya tersebut lebih banyak yang mengalami kerusakan. Dengan peralatan seadanya dan dukungan dari sebagian remaja di Magetan yang ingin menggeluti seni reog, penampilan grup reog Budiono berjalan lancar.

Blusukan demi mengajarkan reog secara gratis

Selamanya reog itu tetap reog Ponorogo. kelestariannay terletak pada generasi muda.KOMPAS.com/SUKOCO Selamanya reog itu tetap reog Ponorogo. kelestariannay terletak pada generasi muda.

Sejak tahun 2004 tersebut, Budiono kemudian sering melakukan “blusukan” ke sejumlah desa yang memiliki grup reog untuk mengajak generasi muda di desa tersebut, kembali menggeluti seni reog.

Untuk menularkan seni reog tersebut, Budiono tak pernah memungut biaya. Meski demikian, tak banyak remaja di Magetan yang ingin serius emngeluti kesenian reog.

Usahanya menularkan seni reog seakan tak pernah membuahkan hasil. Antusiasme remaja di Magetan tinggi hanya saat memasuki bulan Agustus, di mana dipastikan ada penampilan reog dalam panggung hiburan memperingati HUT Kemerdakaan RI.

Namun, upaya tersebut terus dilakukan oleh Budiono. Hingga tahun 2012, Budiono secara resmi membentuk grup reog Singo Among Putro.

Di grup reog tersebut, sejumlah remaja yang pernah dididik Budiono dari beberapa desa yang memiliki grup reog, memilih bergabung dengan alasan grup reog tersebut mempunyai jadwal latihan tetap.

Untuk lebih meluaskan lagi ajakan menggeluti seni reog, Budiono memanfaatkan media sosial dengan menyiarkan langsung kegiatan latihan reog di grup Singo Among Putro yang diasuhnya.

Baca juga: Saat Reog Ponorogo Pukau Para Siswa dan Guru di Australia..

 

Perlahan-lahan banyak warga yang akhirnya tertarik untuk menitipkan anaknya untuk belajar seni reog.

“Banyak yang tanya, bayarnya berapa melalui FB, ya kami informasikan kalau semua latihan di sini gratis, tidak dipungut biaya,” kata dia.

Punya wajah mirip Jokowi

Berkat media sosial, sosok Budiono dikenal masyarakat karena kemiripannya dengan Presiden Joko Widodo.

Awalnya, beberapa warganet di Magetan mengunggah foto dirinya dengan mengenakan peci disandingkan dengan foto Joko Widodo. Banyak yang mengomentari jika foto dirinya mirip dengan orang nomor satu di Indonesia tersebut.

"Saya sendiri pada mulanya tidak tahu kalau ada anak-anak yang mem-posting foto saya yang katanya mirip dengan Jokowi. Sampai sekarang saya merasa enggak mirip,” ujar dia.

Pengalaman pertama dikira Jokowi menurut Budiono terjadi di Surabaya, ketika menghadiri kondangan kawinan bersama keluarganya. Saat itu, pembawa acara kawinan mengumumkan kalau acara pengantin tersebut dihadiri oleh Jokowi.

“Saya juga kaget kalau acara itu dihadiri oleh Pak Jokowi. Ternyata malah saya yang dikira Jokowi,” ujarnya sambil tertawa.

Pengalaman keduanya disangka Jokowi saat dirinya menjemput istrinya mengajar di Kecamatan Parang. Saat singgah di warung, sejumlah warga meminta foto bersama karena wajahnya mirip dengan Jokowi dan diunggah di media sosial.

Sejak saat itu, di manapun berada, dirinya pasti diminta foto bersama meskipun warga tahu bahwa dirinya hanya orang yang mirip dengan sosok Jokowi. “Kemarin tukang cukur di Parang juga gitu, minta foto dan di-posting di Facebooknya. Terima kasih sudah mampir semoga berkah,” imbuh dia.

Meski dikatakan mirip Jokowi, namun Budiono mengaku belum pernah bertemu dengan sosok Jokowi. Pun ketika Jokowi mengunjungi Kabupaten Magetan pada Februari lalu.

Padahal, saat itu, grup reog yang dipimpinnya juga main untuk menyambut kedatangan Jokowi. “Belum pernah bertemu langsung, padahal kemarin kami main di sana,” kata dia.

Mengabdi untuk reog

Karena kemiripan fisik Budiono dengan Jokowi, sejumlah pemilik grup reog di Magetan mendaulat Budiono sebagai presiden reog Magetan. Bukan hanya karena kesamaan fisik saja, tetapi karena dedikasi Budiono dalam mengajak generasi muda di Kabupaten Magetan untuk menggeluti seni reog.

Dengan kemiripan fisik dengan Jokowi yang dimilikinya, Budiono berharap ada dampak kepada nasib kesenian reog di Kabupaten Magetan. Meski di Kabupaten Magetan memiliki lebih dari 60 grup reog, dengan satu desa bisa memiliki 3 grup reog, namun belum ada ajang yang bisa menyatukan semua grup reog di Magetan.

Bahkan, perkumpulan seperti forum atau grup pengiat seni reog di Magetan pun tidak ada.

“Keinginan para borek reog di Magetan itu setidaknya ada event tahunan seperti di Ponorogo. Perkumpulan borek se-Kabupaten Magetan pun sampai saat ini belum ada,” kata dia.

Baca juga: Ketika Reog Ponorogo Jadi Pusat Perhatian Penonton Menoreh Art Festival 2018

Meski kesenian reog sempat diklaim oleh Malaysia, namun Budiono memastikan jika seni reog itu tidak akan pernah bisa lepas dari tanah kelahiran seni tersebut, karena seni reog merupakan penggambaran perjalanan sejarah masyarakat Ponorogo.

Yang diperlukan untuk menjaga nilai tradisi seni reog Ponorogo adalah bagaimana menurunkan nilai keluhuran dari seni reog Ponorogo tersebut kepada generasi penerus bangsa.

Selama ada generasi muda yang mau belajar seni reog, maka selamanya reog Ponorogo akan tetap ada.

“Bagaimanapun reog itu tetap dari Ponorogo, pun reog di Magetan tetap dari Ponorogo. Bahkan, orang Indonesia yang ada di luar negeri membuat grup reog di sana, tetap namanya reog Ponorogo,” pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com