Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Seniman Reog Ponorogo Kembangkan Kendang hingga Inggris

Kompas.com - 19/03/2018, 10:19 WIB
Muhlis Al Alawi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

SUKOHARJO, KOMPAS.com - Tak jauh dari bantaran Sungai Bengawan Solo, beraneka kendang dihasilkan tangan-tangan terampil. Berbagai macam kayu seperti mahoni, nangka, dan trembesi dipilih sebagai bahan utama untuk membuatnya.

Aneka kendang itu tercipta dari besutan seorang maestro alat musik Jawa, Maman Hadi Darmanto (45), warga Dusun Jatiteken, Desa Laban, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Dari karya-karyanya, usaha perajin kendang ini masih terus eksis meski peralatan musik ala digital bermunculan saat ini.

Kenekatannya mendirikan usaha kerajinan kendang diperoleh dari keterampilannya saat menjadi pekerja kerajinan kendang sepuluh tahun silam. Tak hanya itu, jiwa seorang seniman reog Ponorogo juga menunjang kesuksesan Maman dalam berkarya.

"Dahulu saya seorang seniman reog ponorogo. Kemudian saya banting haluan mencoba keberuntungan menjadi sopir angkutan tujuan Sumatera, Jawa, dan Bali tetapi hasilnya belum mencukupi kebutuhan keluarga," ujar Maman kepada Kompas.com, Minggu (18/3/2018).

(Baca juga : Berkenalan dengan Musisi Kendang Tunggal )

Maman kemudian mencoba keberuntungan membuat aneka piranti kebutuhan reog untuk wilayah Solo dan Jogja. Lagi-lagi pria tiga putra itu kurang beruntung karena prospek penjualan piranti reog ponorogo di dua wilayah ini kurang bagus.

Setelah tak membuat piranti reog ponorogo, Maman bekerja sebagai tukang pembuat kendang di salah satu pengusaha gamelan. Setelah empat tahun bekerja, akhirnya di tahun 2012 ia memutuskan untuk mandiri.

Dengan modal yang tak seberapa Maman memberanikan diri menginvestasikan hasil tabungannya untuk membeli beberapa kayu.

Sebelum dirakit dengan potongan kulit sapi, Maman menunjukkan badan kendang yang sudah selesai diproduksi. KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi Sebelum dirakit dengan potongan kulit sapi, Maman menunjukkan badan kendang yang sudah selesai diproduksi.
Saat memulai usahanya, piranti alat pengerjaannya yang digunakan masih manual. Semua dilakukan dengan tenaga tangan sehingga membutuhkan waktu lama untuk membuat sebuah kendang.

Tak lama berselang, kendang pertama buatannya laku dengan harga Rp 600.000. Semangat pun makin bertambah. Bersama buah hatinya, ia terus mengembangkan usaha pembuatan kendang meski butuh perjuangan yang tak mudah.

Dari modal seadanya, di tahun kedua ia mampu membeli alat mesin bubut, dinamo, dan beberapa mesin penunjang lainnya. Dibantu empat pekerjanya, dalam sehari kini ia bisa menghasilkan puluhan kendang dalam berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar.

Menurut Maman, rangkaian pembuatan satu kendang berkualitas membutuhkan waktu satu bulan. Waktu terlama dalam proses pengeringan kayu untuk badan kendang karena tidak bisa dilakukan instan.

"Proses pengeringan tidak bisa instan. Kalau dioven pecah. Dipanaskan terus-menerus juga bisa pecah. Untuk itu sistem pengeringannya perlahan-lahan dengan dipanaskan di matahari, paling lama setengah hari bila sehari panas. Kemudian esoknya dipanaskan lagi," kata Maman.

(Baca juga : Kendang dan Angklung Semarakkan Lagu Tema World Cup 2014 )

Pasca kayu mengering, pekerja Maman tinggal merakit badan kendang dengan potongan kulit sapi yang sudah disiapkan. Proses perakitan dan penyetelan kendang paling lama menghabiskan tiga jam.

"Makanya kami menyetok badan kendang yang sudah kering dalam jumlah yang banyak. Jadi kalau ada orang yang memesan kami tinggal merakit dengan potongan kulit sapi," tandas Maman.

Untuk membuat badan kendang, ia menggunakan mesin khusus agar bisa melubangi kayu. Pasalnya bila dilakukan secara manual akan memakan waktu lama. "Kalau melubangi dengan mesin dua jam selesai," kata Maman.

Aneka kayu dipotong sesuai ukuran sebelum dilubangi sebagai badan kendang. KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi Aneka kayu dipotong sesuai ukuran sebelum dilubangi sebagai badan kendang.
Agar suara kendang terdengar nyaring, bahan baku kayunya tidak sembarangan. Ada tiga jenis kayu yang digunakan untuk membuat badan kendang yakni nangka, mahoni, dan terembesi.

Dari tiga jenis kayu itu, kayu nangka yang paling bagus untuk bahan badan kendang. Hanya saja, kayu nangka yang memiliki umur tua susah didapatkan di pasaran.

Untuk mencari kayu bahan badan kendang, Maman memiliki jejaring pencari kayu di berbagai wilayah seperti Wonogiri, Salatiga, Magetan, hingga Kabupaten Cepu. "Kalau mereka miliki barang saya suruh mereka kirim kesini," jelas Maman.

Sementara kayu mahoni sebagai bahan pembuat badan kendang juga tidak gampang didapatkan. Apalagi jenis kayu itu dilindungi. Untuk mendapatkan kayu itu ia harus memastikan suratnya lengkap baru dibeli.

Bahan kayu itu, sambung Maman, yang akan menentukan harga. Kalau badan kendang pemesan minta dari kayu nangka maka harganya bisa Rp 7 jutaan.

Selain jenis kayu, harga juga ditentukan ukuran hingga tingkat kerumitannya. Untuk itu bagi pemain kendang profesional biasanya memilih menggunakan bahan kayu nangka atau mahoni.

Dua jenis kayu itu memiliki tekstur dan serat kayu bagus sehingga menghasilnya suara kendang yang nyaring. Sementara jenis kayu trembesi kurang bagus namun cukuplah untuk mereka yang ingin memiliki kendang dengan harga terjangkau.

Sementara untuk kulit kendangnya, Maman menggunakan kulit sapi tanpa garam. Ia biasa memesan dari pabrik kulit sapi di Yogyakarta dan Magelang. "Kulitnya juga saya pakai yang bagus. Kalau tidak bagus maka bunyinya tidak nyaring," ucap Maman.

Sebagai gambaran, untuk harga kendang berbahan kayu mahoni ukuran kecil dengan diameter 17-19 cm dan panjang 45 cm harganya Rp 500.000.

Ukuran sedang dengan diameter 17-24 cm panjang 68 cm harganya Rp 1,5 juta. Sementara ukuran besar dengan diameter 28-31 cm, panjang 75 cm harganya Rp 4,5 juta.

Selain memproduksi kendang gamelan, Maman juga membuat kendang Jimbe, ketipung dangdut, ketipung kimpul. Sedangkan rebana ia jarang memproduksi karena untungnya tipis dan pengerjaannya rumit.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com