Meski dihantui abrasi, kata Yonglim, ia berterimakasih kepada pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang yang memperhatikan warga desa yang dipimpinnya itu. Di antaranya dengan dibuatnya sabuk pantai untuk memecah gelombang.
Yonglim menyebut sekitar 400 kepala keluarga (KK) dari Dusun Pisangan, Cemara I Utara, dan Cemara II, rencananya akan direlokasi ke Dusun Sekong, sekitar satu kilometer dari bibir Pantai Dusun Cemara I utara.
"Sudah didata, sekitar 400 KK dari tiga dusun itu, yang rumahnya tepat di bibir pantai," katanya.
Relokasi tersebut, sambungnya, menghunkn tanah bekas tambak yang telah dibebaskan oleh Pemkab Karawang. Meski demikian ia belum mengetahui pasti kapan relokasi itu akan dilaksanakan.
"Tahun ini proses pengarugan. Kami belum tahu nanti bentuknya apa, mungkin hibah," katanya.
Baca juga: Digerus Abrasi, Pantai Kayu Angin di Nunukan Hilang 27 Meter
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Kabupaten Karawang Ramon Wibawa Laksana, membenarkan perihal relokasi tersebut. Hanya saja, ia belum menyampikan relokasi akan dilakukan.
"Iya, rencana pematangan lahan dulu. Baru nanti minta bantuan ke pusat untuk rumah rumahnya," ujar Ramon melalui pesan singkat.
Desa yang berpenduduk sekitar 5.000 orang itu juga menggambarkan eratnya toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Dimana warga dengan latar belakang agama dan budaya berbeda, hidup nyaman berdampingan.
"Sudah sejak dulu kami hidup berdampingan, saling menghormati," ujar Sutina, warga Desa Cemara Jaya keturunan Tionghoa.
Baca juga: Terkikis Abrasi, Rumah Warga di Perbatasan Sebatik Sebagian Menggantung
Perihak toleransi ini juga diakui Sarmad, warga Cemara Jaya, seorang muslim. Bagi lelaki 72 tahun itu, yang terpenting adalah saling menghormati, saling menghargai.
"Soal agama itu masing-masing, yang terpenting saling menghormati, saling menghargai," katanya.
Meski berada di pinggiran wilayah utara Karawang, di desa ini terdapat berbagai rumah ibadah, mulai dari masjid, gereja, vihara, hingga kelenteng.
Kepala Desa Cemara Jaya, Yonglim Supardi mengungkapkan, di desanya kerukunan sudah kental sejak dulu. Meskipun warga mebggunakan bahasa yang beragam, mulai dari Bahasa Indonesia, Jawa dialek Cirebonan, hingga Sunda.
"Saling menghormati adalah kunci hidup berdampingan dengan nyaman," katanya.
Baca juga: Cerita Sarmad, Seorang Muslim Pengurus Kelenteng di Pinggiran Pantai Karawang
Saat hari raya atau hari besar umat beragama tertentu tiba, umat agama lainnya menghormati. Yonglim menyebut Silaturahmi adalah kunci.
"Sederhara saja, kerukunan, saling menghormati contohnya saat salah satu umat merayakan hari raya, mengantar makanan, berkunjung ke tetangga meskipun berbeda keyakinan. Ini yang membuat kerukunan itu semakin erat, dengan menjaga silaturahmi," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.