Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Guru Arif: Mengajar di Sekolah Rawan Longsor hingga 11 Bulan Tak Terima Gaji

Kompas.com - 29/11/2018, 18:31 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Setiap bulan, Arif hanya dibayar Rp 350 ribu, itupun sudah 11 bulan gajinya belum dibayarkan.

“Bagi saya, menjadi guru merupakan panggilan jiwa, sebab mendidik seorang anak merupakan sebuah kewajiban untuk menyiapkan generasi penerus bangsa, honor itu bonus. Jadi, dibayar tidak dibayar, saya tetap mengajar,” tegasnya.

Arif menjadi seorang GTT sudah 18 tahun, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan terkait pengangkatannya sebagai PNS.

“Saya ini sebenarnya masuk pegawai K2, namun kemarin mau ikut ujian CPNS, akhirnya tidak bisa karena usia saya sudah lebih dari 35 tahun,” tambahnya.

Untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Arif mengaku nyambi sebagai fotografer keliling.

“Kalau boleh jujur, gaji segitu tidak cukup, apalagi hampir satu tahun saya belum bayaran. Ya, saya akhirnya nyambi jadi fotografer kayak mantenan, wisuda,” katanya.

Baca Juga: GTT Sekolah Negeri Boleh Ikut Sertifikasi

4. Harapan guru GTT di SDN Darsono 4

Wahyu Kusuma Dewi, rekan Arif sesama guru GTT, sudah mengabdi selama 17 tahun. Salah satu dirinya bertahan menjalani profesi guru adalah tawa ceria anak didiknya.

“Yang membuat saya bertahan dengan kondisi terbatas begini, ketika bertemu dengan anak- anak dengan semangat belajar cukup tinggi, meskipun kondisi sarana dan prasarananya sangat terbatas,” katanya.

SDN Darsono 4 hanya memiliki enam ruangan kelas saja, sehingga, kelas 5 dan 6 digabung dalam satu ruangan.

“Sebenarnya tidak nyaman, karena tidak kondusif. Tapi mau bagaimana lagi, kami tidak boleh mengeluh dengan kondisi tersebut,” tambah Dewi.

Dewi hanya bisa berharap, akan ada kebijakan dari pemerintah pusat, untuk mengangkat dirinya bersama tenaga K2 yang lain sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

“Itu harapan besar kami, semoga saja akan ada kebijakan baru terkait perbaikan nasib kami- kami ini,” harapnya.

Baca Juga: GTT dan PTT Tidak Memperoleh THR

5. Komentar Kepala SDN Darsono 4 

Ilustrasi siswa SD. . Siswa SD Negeri 002 Peso, Bulungan yang terletak di pedalaman, melakukan kegiatan membaca di luar jam pembelajaran. Kabupaten Bulungan menjadi daerah pertama di Indonesia yang memasukan suplai buku bacaan anak kedalam komponen BOSDA. Dok Disdikbud Bulungan Ilustrasi siswa SD. . Siswa SD Negeri 002 Peso, Bulungan yang terletak di pedalaman, melakukan kegiatan membaca di luar jam pembelajaran. Kabupaten Bulungan menjadi daerah pertama di Indonesia yang memasukan suplai buku bacaan anak kedalam komponen BOSDA.

Kepala SDN Darsono 4, Agus Tedjo Sukmono, mengatakan, tercatat ada lima orang GTT di sekolahnya.

“Kalau soal kesejahteraan, sebenarnya sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Mereka hanya mendapatkan gaji Rp 350.000 per bulan, jadi jauh dari angka UMK Jember,” katanya.

Meski terbatas, Agus sangat mengapresiasi kinerja GTT di sekolahnya.
“Alhamdulillah, meskipun gajinya minim, mereka cukup rajin. Karena mereka punya semangat untuk mendidik generasi penerus bangsa,” tambahnya.

Baca Juga: Peluang Wirausaha Terbuka Lebar, Gubernur NTT Tawarkan Guru Honorer Beralih Profesi

Sumber: KOMPAS.com (Ahmad Winarno)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com