Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Aldo Ingin Jadi Penulis Andal meski Tak Bisa Bicara (2)

Kompas.com - 26/09/2018, 15:51 WIB
Iqbal Fahmi,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Rumah Belajar Ceria di Kampung Sungai Pedado, Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Kota Palembang, Sumatera Selatan, digagas oleh sekelompok pemuda yang dimotori oleh Evan Saputra (28).

Berawal dari kegelisahan. Karena meski hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Palembang, tidak ada fasilitas transportasi umum yang menjangkau Kampung Sungai Pedado. Kampung ini seperti terisolasi.

Sekat kesenjangan paling mendasar dari masyarakat di kampung ini adalah akses pendidikan. Rata-rata tingkat pendidikan warga Kampung Sungai Pedado, hanya sebatas Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Baca selengkapnya: Rumah Belajar Ceria, Banjiri Pesisir Sungai Musi dengan Gairah Membaca (1)

Evan menjelaskan, ‘ceria’ yang menjadi tajuk rumah belajar di Kampung Sungai Pedado merupakan akronim dari "cerdas ilmunya cerdas akhlaknya".

Untuk mewujudkan cita-cita itu, para relawan mengonsep sejumlah program, pendidikan karakter menjadi basisnya.

Aktivitas di Rumah Belajar Ceria (RBC) di atas perahu di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Taman baca yang berlokasi di Kampung Sungai Pedado di Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, ini didirikan oleh sekelompok pemuda yang dimotori oleh Evan Saputra (28). KOMPAS.com/M IQBAL FAHMI Aktivitas di Rumah Belajar Ceria (RBC) di atas perahu di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Taman baca yang berlokasi di Kampung Sungai Pedado di Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, ini didirikan oleh sekelompok pemuda yang dimotori oleh Evan Saputra (28).

Kegiatan yang rutin dilakukan setiap pekan untuk anak-anak binaan antara lain Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta bimbingan belajar SD hingga SMP.

Relawan menggandeng sejumlah pihak yang berkompeten di bidang akademis, salah satunya adalah Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

“Untuk PAUD, rutin digelar selama empat hari dalam seminggu, sedangkan bimbingan belajar dasar dan menengah setiap hari Minggu,” katanya.

Baca juga: Jelajah Literasi, Antologi Kisah 20 Taman Baca Penggerak Mimpi Anak-anak

Tidak hanya itu, lanjut Evan, RBC juga memiliki berbagai program unggulan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kampung Sungai Pedado, di antaranya program kakak asuh, program laboratorium komputer kampung, program kesehatan lingkungan dan program ekonomi kreatif.

Program kakak asuh sendiri telah berjalan selama tiga tahun terakhir. Mereka yang menjadi sasaran program adalah siswa-siswi Kampung Sungai Pedado yang memiliki prestasi akademik, namun kurang beruntung karena berasal dari keluarga prasejahtera.

“Sampai sejauh ini, sudah ada lima anak yang mengikuti program kakak asuh yakni Sahrul, Wahid, Ida, Dwi, dan David. RBC memfasilitasi mereka untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah hingga perguruan tinggi,” katanya.

Demi menjawab tantangan digital, program laboratorium komputer untuk warga kampung dirilis. Pada tahun ini, RBC telah memiliki sedikitnya 14 unit komputer yang dapat digunakan gratis oleh masyarakat untuk meningkatkan kemampuan literasi digital.

Bahkan untuk memperluas semangat membaca anak-anak, RBC juga tengah menyiapkan satu unit perahu buku yang akan digunakan sebagai armada pustaka. Perahu buku ini merupakan buah kerjasama antara RBC dengan PT Pertamina. Para relawan akan berkeliling bukan hanya di Sungai Pedado namun di sepanjang pesisir Sungai Musi.

“Perahu buku ini adalah upaya jemput bola, selain kegiatan pinjam-meminjam buku, di atas perahu itu nantinya akan ada kegiatan yang interaktif agar anak-anak pesisir semakin tertarik untuk terlibat di dalam RBC,” ungkapnya.

Mimpi Aldo

Aldo (10) memiliki kepribadian yang cenderung tertutup. Hal tersebut tidak terlepas dari kondisi fisik Aldo yang merupakan penyandang disabilitas tunawicara.

Berasal dari keluarga yang kurang mampu membuat Aldo tidak bisa belajar di sekolah berkebutuhan khusus. Namun ia tetap semangat mengenyam pendidikan formal dengan bersekolah di SD Negeri 214 Palembang.

Dengan keterbatasan verbal yang dimiliki, Aldo sering menjadi korban perundungan oleh teman-temannya sendiri. Namun berkat perlindungan kakaknya, dan dukungan para relawan RBC, Aldo yang duduk di bangku kelas 4 SD ini dapat kembali meraih kepercayaan diri.

Dia sangat senang berada di Rumah Belajar Ceria.

Aldo selalu menunggu setiap hari Minggu tiba. Sebab di hari itu, dia bisa berkumpul dengan kawan-kawan yang baik di rumah belajar.

Selain itu, dia juga punya kesempatan untuk meminjam buku baru dari perpustakaan RBC. Bagi Aldo, buku adalah sarana yang dapat membantu dirinya untuk mengungkapkan ekspresi.

“Saya suka membaca, dan saya selalu menulis pengalaman apa yang saya dapat dari buku yang saya pinjam,” katanya menggunakan bahasa isyarat.

Dengan membaca, Aldo dapat belajar mengenal dirinya sendiri. Hasil tulisannya selalu diberikan kepada relawan setiap akhir pekan. RBC telah memberikan wadah dan peluang untuk Aldo menggapai masa depan sebagai penulis andal.

Geliat ekonomi kreatif

Rendahnya tingkat pendidikan anak-anak di Kampung Sungai Pedado tidak dapat terlepas dari faktor ekonomi yang selama ini membelenggu orangtua mereka. Tak pelak, muncul anggapan jika mustahil dapat merubah kesadaran literasi masyarakat tanpa menyentuh peningkatan kesejahteraan komunal.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, RBC menunjuk salah satu relawan, Fajar Aditya Emozha, untuk fokus mendampingi masyarakat dalam pengembangan bidang ekonomi kreatif serta kewirausahaan.

Selama dua tahun terakhir, tiga bidang usaha yang telah berjalan antara lain budidaya dan pengolahan jamur crispy, kerajinan kasur lihab khas Palembang, hingga pertanian hidroponik rumahan.

“Bidang usaha ini kami khususkan untuk keluarga prasejahtera dan janda yang banyak terdapat di Kampung Sungai Pedado,” katanya.

Fajar menuturkan, ada sekitar 26 keluarga yang terlibat dalam usaha budidaya jamur tiram untuk diolah menjadi camilan jamur crispy. Produk jamur crispy diberi jenama ‘mac-mur’, dikemas dalam ukuran 100 gram dan dipasarkan dengan harga Rp 15.000.

“Sementara 10 keluarga lainnya, kata Fajar, saat ini tengah didampingi untuk mengembangkan produk kerajinan kasur lihab khas Palembang. Kami membantu warga untuk memasarkan produk mereka dengan cara online di media sosial,” ungkapnya.

Lebih dari 25 persen keluarga di Kampung Sungai Pedado merupakan janda yang tidak memiliki pekerjaan tetap.

Untuk menanggulangi kerawanan finansial itu, Fajar dan sejumlah relawan memberdayakan 40 dari 56 janda di sana untuk memulai budidaya tanaman sayur organik menggunakan teknik hidroponik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com