Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik "Geblek Renteng" Siap Mendunia

Kompas.com - 09/09/2018, 10:16 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi



Ajang Melawan Printing

Hanang, perajin batik abstrak Bayu Sabrang dari Kecamatan Lendah, spesialis teknik tulis dan cap. Ia memproduksi motif abstrak dan kontemporer, berwarna cerah dan gradasi.


Bagi Hanang, gaya abstrak bikinannya tetap tidak meninggalkan pakem batik. Ia mencontohkan, ada isian "beras utah" seperti ada di corak batik keraton.

"Saya membuat gradasi gaya tidak beraturan, warna cerah dan obar abir dengan teknik gradasi. (Batik) biasanya warna sogan atau coklat. Kata pelanggan, warna demikian malah menuakan umur atau kelihatan tua," kata Hanang, salah satu peserta pameran batik di Road to JIBB di Wates ini.
Baca juga: Atlet Asian Games Bikin Batik Motif Ondel-ondel di Setu Babakan

Motif kontemporer, menurut Hanang, membuat batik semakin mudah diterima masyarakat. Satu bulan, Hanang bahkan mampu menjual 60 potong selendang dan jarit dengan harga minimal Rp 500.000 per potong lewat pemasaran online.

Sedangkan batik kelas suvenir seharga Rp 100.000 - Rp 200.000 bisa dijual 200 potong satu bulan. Usahanya ini mampu mempekerjakan 10 orang.


Ia menyadari, tantangan batik seperti ini adalah tumbuhnya industri tekstil bercorak batik. Industri seperti itu bisa mematikan batik dan falsafah di dalamnya.


"Sehari batik printing bisa cetak 100 meter. Baju jadinya saja Rp 35.000 di pasar. Bandingkan dengan saya, bikin satu selendang ini saja bisa 10 hari, dijual dengan harga Rp 2 juta," kata Hanang.

"Karena itu saya anti printing. Kasihan bagi mereka yang masih bisa kerja membatik bahkan ada yang di atas umur 50 tahun," kata Hanang.

Batik sejatinya perwujudan doa, harapan, dan falsafah. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Tri Saktiyono menjelaskan, "cerita" itulah yang membuat batik terus lestari dari generasi ke generasi.

"Jadi bukan soal gambar yang ada di depan, tapi di balik batik itu. Ada cerita (doa, harapan, falsafah) di dalamnya," kata Saktiyono.

Baca juga: Cerita Bupati Hasto, Bangkitkan Kulonprogo dengan Batik Geblek Renteng
Dalam perkembangannya, batik terus mendapat gempuran dari industri tekstil yang mencetak corak serupa batik.

Karena itu, pemerintah perlu memberi perhatian penuh bagi pertumbuhan dan perkembangan batik di masing-masing wilayah, terlebih sebagai bentuk mempertahankan predikat batik dunia. 

"Di (JIBB) sini hanya ada batik tulis dan cap atau kombinasinya. Di luar itu bukan batik," kata Wakil Ketua Dekranas DIY.

Perkembangan batik Kulon Progo ini pun dinilai sejalan dengan semangat menjaga kelestarian batik di DIY.

"Saya mengharapkan batik lestari di Kulon Progo dan menjadi bagian dari batik Yogya," katanya.

Kompas TV Dengan mengenakan kostum berdesain unik mereka tampil memukau pengunjung.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com