Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik "Geblek Renteng" Siap Mendunia

Kompas.com - 09/09/2018, 10:16 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Motif batik Geblek Renteng mendominasi pagelaran batik di Road to Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2018 yang berlangsung di Kota Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 7-9 September 2018.


JIBB ini merupakan rangkaian pameran batik dari kota ke kota yang puncaknya berlangsung di Yogyakarta pada 2-9 Oktober 2018 nanti. Wates, Kulon Progo salah satu kota yang disinggahinya.


Kegiatan ini jadi ajang penegasan bahwa batik budaya tak benda warisan dunia menurut UNESCO dan Yogyakarta menjadi kota batik dunia oleh World Craft Council. JIBB pun jadi upaya DIY memegang teguh predikat itu.


Kulon Progo menonjolkan motif khas Geblek Renteng di Road to JIBB itu. Motif ini semakin populer di masyarakat Kulon Progo sejak muncul di 2012.


Sebanyak 75 perajin batik dari Yogyakarta ikut JIBB di Kulon Progo. Lebih dari separuh perajin yang berasal dari desa-desa di Kulon Progo itu menampilkan corak dan kombinasi Geblek Renteng pada kain, selendang, baju, surjan, jarit, tas, kalung, dasi, sarung bantal sampai sepatu.


Makanan khas Kulon Progo, geblek, yang dibikin dari pati ketela merupakan inspirasi motif batik. Bentuknya mirip angka delapan.

Wakil Bupati Kulon Progo Sutedjo mengumpamakan geblek renteng seperti orang bahu membahu dan serupa hakikat manusia yang tidak bisa hidup seorang diri dan saling membantu.

"Geblek itu menunjukkan kultur gotong royong. Itu adalah kultur kita," kata Sutedjo di pembukaan Road to JIBB di Wates, Jumat (7/9/2018).

Baca juga: Kenalkan Batik, Dua Pendaki Naiki Tujuh Gunung Tertinggi di Jateng


Kebijakan Pemkab Kulon Progo pada 2012 yang menerapkan penggunaan batik motif geblek renteng bagi semua instansi dan sekolah di hari tertentu, menguatkan kebanggaan warga pada motif ini.

Kebijakan mengenakan batik khas ini berimbas pada industri batik di Kulon Progo. Desa-desa di Kecamatan Lendah pun ikut tumbuh. Kebanyakan warga di kampung-kampung Lendah pernah jadi buruh batik bagi juragan-juragan besar di Yogyakarta.

Mereka seperti dapat angin segar. Produksi batik Lendah terdongkrak dan jadilah daerah tujuan wisata batik.

Dalam perkembangannya, geblek renteng diklaim merambah ke luar DIY sampai luar negeri. "Kini kita perlu terus menumbuhkembangkan UKM ini," kata Sutedjo.

Baca juga: Manfaatkan Medsos, Irma Rutin Ekspor Batik ke Luar Negeri

Selanjutnya, sektor lain juga ikut tumbuh. Tidak hanya sektor perekonomian, tapi juga pariwisata dan budaya.

Wakil Ketua Dekranas DIY, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAY) Adipati Paku Alam X menilai geblek renteng paling berhasil menghidupkan batik bagi daerahnya. Geblek Renteng pun dianggap pantas naik kelas ke kancah nasional dan daerah lain perlu meniru keberhasilan ini.


Motif Geblek juga ada di produksi sepatu yang muncul di Pameran Batik di Road to JIBB di Wates, Kulon Progo.KOMPAS.com/ Dani J Motif Geblek juga ada di produksi sepatu yang muncul di Pameran Batik di Road to JIBB di Wates, Kulon Progo.


Ajang Melawan Printing

Hanang, perajin batik abstrak Bayu Sabrang dari Kecamatan Lendah, spesialis teknik tulis dan cap. Ia memproduksi motif abstrak dan kontemporer, berwarna cerah dan gradasi.


Bagi Hanang, gaya abstrak bikinannya tetap tidak meninggalkan pakem batik. Ia mencontohkan, ada isian "beras utah" seperti ada di corak batik keraton.

"Saya membuat gradasi gaya tidak beraturan, warna cerah dan obar abir dengan teknik gradasi. (Batik) biasanya warna sogan atau coklat. Kata pelanggan, warna demikian malah menuakan umur atau kelihatan tua," kata Hanang, salah satu peserta pameran batik di Road to JIBB di Wates ini.
Baca juga: Atlet Asian Games Bikin Batik Motif Ondel-ondel di Setu Babakan

Motif kontemporer, menurut Hanang, membuat batik semakin mudah diterima masyarakat. Satu bulan, Hanang bahkan mampu menjual 60 potong selendang dan jarit dengan harga minimal Rp 500.000 per potong lewat pemasaran online.

Sedangkan batik kelas suvenir seharga Rp 100.000 - Rp 200.000 bisa dijual 200 potong satu bulan. Usahanya ini mampu mempekerjakan 10 orang.


Ia menyadari, tantangan batik seperti ini adalah tumbuhnya industri tekstil bercorak batik. Industri seperti itu bisa mematikan batik dan falsafah di dalamnya.


"Sehari batik printing bisa cetak 100 meter. Baju jadinya saja Rp 35.000 di pasar. Bandingkan dengan saya, bikin satu selendang ini saja bisa 10 hari, dijual dengan harga Rp 2 juta," kata Hanang.

"Karena itu saya anti printing. Kasihan bagi mereka yang masih bisa kerja membatik bahkan ada yang di atas umur 50 tahun," kata Hanang.

Batik sejatinya perwujudan doa, harapan, dan falsafah. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, Tri Saktiyono menjelaskan, "cerita" itulah yang membuat batik terus lestari dari generasi ke generasi.

"Jadi bukan soal gambar yang ada di depan, tapi di balik batik itu. Ada cerita (doa, harapan, falsafah) di dalamnya," kata Saktiyono.

Baca juga: Cerita Bupati Hasto, Bangkitkan Kulonprogo dengan Batik Geblek Renteng
Dalam perkembangannya, batik terus mendapat gempuran dari industri tekstil yang mencetak corak serupa batik.

Karena itu, pemerintah perlu memberi perhatian penuh bagi pertumbuhan dan perkembangan batik di masing-masing wilayah, terlebih sebagai bentuk mempertahankan predikat batik dunia. 

"Di (JIBB) sini hanya ada batik tulis dan cap atau kombinasinya. Di luar itu bukan batik," kata Wakil Ketua Dekranas DIY.

Perkembangan batik Kulon Progo ini pun dinilai sejalan dengan semangat menjaga kelestarian batik di DIY.

"Saya mengharapkan batik lestari di Kulon Progo dan menjadi bagian dari batik Yogya," katanya.

Kompas TV Dengan mengenakan kostum berdesain unik mereka tampil memukau pengunjung.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com