Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dora Miranda, Pelopor Pendidikan dan Terapi Anak Autis Gratis di Bengkulu

Kompas.com - 25/07/2018, 13:12 WIB
Firmansyah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Fardan (8), didampingi dua guru duduk di kursi menghadap meja. Di atas meja terdapat beberapa gambar hewan, sepeti kucing, harimau, dan lainnya.

Guru pendamping meminta Fardan menunjukkan gambar harimau. Semua instruksi diikuti Fardan. Tidak ada kesalahan, semua insturksi guru diikuti Fardan dengan tepat.

Fardan merupakan salah satu anak spesial dengan autis yang menjalani pendidikan sekaligus pusat terapi di Nafar Brain Center (NBC), Kota Bengkulu.

Pagi itu, Selasa (24/7/2018) sekitar pukul 10.00 WIB, Fardan baru menjalani sesi belajar dan terapi.

Baca juga: Kisah di Balik Sneakers Jokowi, Sepatu Dikirim ke Istana dengan Menumpang Bus (1)

 

Sementara beberapa murid lain dengan status anak spesial seperti autis, difabel, kanker, menjalani sesi siang atau sore.

Fardan cukup interaktif dan bersosialisasi dengan baik. Saat Kompas.com mengajak berkomunikasi verbal, ia terlihat malu-malu dan tersenyum.

Ia juga tidak minder dengan orang asing. Ia sempat melambaikan tangan saat Kompas.com melambaikan tangan untuk menyapa Fardan.

Fardan cukup beruntung, pendidikan dan terapi anak spesial terpenuhi di tengah minimnya fasilitas terapi autis di Kota Bengkulu.

Tiket ke Surga

 

Dora Miranda merupakan sosok ibu kandung yang gigih di belakang Fardan. Dora mengisahkan memiliki anak spesial dengan autis merupakan tiket gratis ke surga dari Allah.

"Dianugerahkan anak spesial dengan autis merupakan tiket gratis ke surga dari Allah," demikian ujar Dora membuka perbincangan dengan kompas.com.

Kegigihannya itu pula yang melatarbelakangi Dora mendirikan NBC untuk seluruh anak-anak spesial secara gratis.

NBC didirikan Dora pada Februari 2018, setelah beberapa tahun ia belajar tekun bagaimana merawat Fardan yang divonis autis oleh dokter.

Dora mengisahkan, Fardan merupakan anak keduanya. Fardan divonis autis oleh dokter pada usia 4 tahun. Ia pun bingung bagaimana merawat anak autis di tengah minusnya layanan di Bengkulu.

Baca juga: Ariel, Bocah Autis Yatim Piatu Ini Senang Ikut Buka Puasa dengan Bupati

Dora menceritakan bagaiamana anaknya mengalami autis. Saat itu, Dora masih bekerja di salah satu perbankan di Bengkulu dengan tingkat stress tinggi.

Selain itu secara bersamaan gedung tempat ia bekerja mengalami renovasi dan memengaruhi janinnya.

"Saya aja saat itu mengalami tiga kali pendarahan. Setelah diketahui sekarang banyak cat dan bahan baku bangunan saat renovasi gedung mengandung logam berat semua termasuk rokok," ucapnya.

"Untuk itu bapak-bapak yang istrinya hamil jangan merokok karena mengandung logam berat penyebab rusaknya jaringan sistem dan imun anak-anak," tegasnya.

Trauma

Saat Fardan lahir hingga umur 4 tahun, kondisinya masih normal. Fardan diasuh babysitter karena Dora masih bekerja.

Saat ditangani pengasuh, Fardan mengalami perlakuan buruk. Pengasuhnya tidak jujur hingga mengakibatkan Fardan trauma.

Setiap melihat orang yang memiliki wajah bulat, rambut keriting mirip pengasuhnya, Fardan takut dan bersembunyi di bawah meja.

"Saat usia 4 tahun baru disadari terdapat keterlambatan perkembangan bicara, kontak matanya hilang, sebelumnya dia bisa meniru gerakan namun di usia 4 tahun hilang, menarik diri dari lingkungan sekitarnya," jelas Dora.

Dora kebingungan. Beberapa kali konsultasi dengan dokter anak, melakukan tes BERA dan mencari informasi di internet, konsultasi dengan teman.

Hingga pada akhirnya ia mendapatkan kesimpulan dokter bahwa Fardan positif autis.

Mengetahui Fardan autis, Dora memutuskan berhenti bekerja di dunia perbankan yang telah delapan tahun ia geluti.

"Saya mikir, buat apa saya gaya-gayaan, pakai blazer, high heels ke mana-mana tapi saya tidak dapat melihat perkembangan anak saya secara langsung. Saya juga melihat anak saya ada kebutuhan, dari sanalah saya keluar kerja dan total merawat Fardan," kenangnya.

Usai memutuskan berhenti bekerja, pencarian Dora terhadap penanganan autis semakin gencar.

Setiap ada informasi pelatihan, seminar, konsultasi anak autis di seluruh Indonesia, Dora ikuti.

"Saya selalu ikuti seminar, pelatihan di mana-mana dengan biaya sendiri. Kadang Fardan juga saya ikut sertakan. Setelah melihat di luar, saya sedih. (Sebab) dokter psikolog dari Bengkulu gak ada, saya hanya ibu rumah tangga," ujarnya tertawa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com