Salin Artikel

Dora Miranda, Pelopor Pendidikan dan Terapi Anak Autis Gratis di Bengkulu

Guru pendamping meminta Fardan menunjukkan gambar harimau. Semua instruksi diikuti Fardan. Tidak ada kesalahan, semua insturksi guru diikuti Fardan dengan tepat.

Fardan merupakan salah satu anak spesial dengan autis yang menjalani pendidikan sekaligus pusat terapi di Nafar Brain Center (NBC), Kota Bengkulu.

Pagi itu, Selasa (24/7/2018) sekitar pukul 10.00 WIB, Fardan baru menjalani sesi belajar dan terapi.

Sementara beberapa murid lain dengan status anak spesial seperti autis, difabel, kanker, menjalani sesi siang atau sore.

Fardan cukup interaktif dan bersosialisasi dengan baik. Saat Kompas.com mengajak berkomunikasi verbal, ia terlihat malu-malu dan tersenyum.

Ia juga tidak minder dengan orang asing. Ia sempat melambaikan tangan saat Kompas.com melambaikan tangan untuk menyapa Fardan.

Fardan cukup beruntung, pendidikan dan terapi anak spesial terpenuhi di tengah minimnya fasilitas terapi autis di Kota Bengkulu.

Tiket ke Surga

Dora Miranda merupakan sosok ibu kandung yang gigih di belakang Fardan. Dora mengisahkan memiliki anak spesial dengan autis merupakan tiket gratis ke surga dari Allah.

"Dianugerahkan anak spesial dengan autis merupakan tiket gratis ke surga dari Allah," demikian ujar Dora membuka perbincangan dengan kompas.com.

Kegigihannya itu pula yang melatarbelakangi Dora mendirikan NBC untuk seluruh anak-anak spesial secara gratis.

NBC didirikan Dora pada Februari 2018, setelah beberapa tahun ia belajar tekun bagaimana merawat Fardan yang divonis autis oleh dokter.

Dora mengisahkan, Fardan merupakan anak keduanya. Fardan divonis autis oleh dokter pada usia 4 tahun. Ia pun bingung bagaimana merawat anak autis di tengah minusnya layanan di Bengkulu.

Dora menceritakan bagaiamana anaknya mengalami autis. Saat itu, Dora masih bekerja di salah satu perbankan di Bengkulu dengan tingkat stress tinggi.

Selain itu secara bersamaan gedung tempat ia bekerja mengalami renovasi dan memengaruhi janinnya.

"Saya aja saat itu mengalami tiga kali pendarahan. Setelah diketahui sekarang banyak cat dan bahan baku bangunan saat renovasi gedung mengandung logam berat semua termasuk rokok," ucapnya.

"Untuk itu bapak-bapak yang istrinya hamil jangan merokok karena mengandung logam berat penyebab rusaknya jaringan sistem dan imun anak-anak," tegasnya.

Trauma

Saat Fardan lahir hingga umur 4 tahun, kondisinya masih normal. Fardan diasuh babysitter karena Dora masih bekerja.

Saat ditangani pengasuh, Fardan mengalami perlakuan buruk. Pengasuhnya tidak jujur hingga mengakibatkan Fardan trauma.

Setiap melihat orang yang memiliki wajah bulat, rambut keriting mirip pengasuhnya, Fardan takut dan bersembunyi di bawah meja.

"Saat usia 4 tahun baru disadari terdapat keterlambatan perkembangan bicara, kontak matanya hilang, sebelumnya dia bisa meniru gerakan namun di usia 4 tahun hilang, menarik diri dari lingkungan sekitarnya," jelas Dora.

Dora kebingungan. Beberapa kali konsultasi dengan dokter anak, melakukan tes BERA dan mencari informasi di internet, konsultasi dengan teman.

Hingga pada akhirnya ia mendapatkan kesimpulan dokter bahwa Fardan positif autis.

Mengetahui Fardan autis, Dora memutuskan berhenti bekerja di dunia perbankan yang telah delapan tahun ia geluti.

"Saya mikir, buat apa saya gaya-gayaan, pakai blazer, high heels ke mana-mana tapi saya tidak dapat melihat perkembangan anak saya secara langsung. Saya juga melihat anak saya ada kebutuhan, dari sanalah saya keluar kerja dan total merawat Fardan," kenangnya.

Usai memutuskan berhenti bekerja, pencarian Dora terhadap penanganan autis semakin gencar.

Setiap ada informasi pelatihan, seminar, konsultasi anak autis di seluruh Indonesia, Dora ikuti.

"Saya selalu ikuti seminar, pelatihan di mana-mana dengan biaya sendiri. Kadang Fardan juga saya ikut sertakan. Setelah melihat di luar, saya sedih. (Sebab) dokter psikolog dari Bengkulu gak ada, saya hanya ibu rumah tangga," ujarnya tertawa.

Pendirian NBC

Tahun 2015 hingga 2016, Fardan sempat dirawat di pusat penanganan autis di Bengkulu.

Namun hasilnya tidak memuaskan. Akhirnya dengan jaringan yang dimilikinya, ia mendirikan NBC pada 2018.

Ia juga tidak menyarankan anak dengan autis sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) karena sistemnya belum mendukung terhadap penanganan anak autis.

"Saya belajar selama 5 tahun tentang penanganan anak autis baru mendirikan NBC," imbuhnya.

Berkat kegigihannya, Dora didaulat sebagai Ketua Chapter Bengkulu, Forum Komunikasi Orang Tua Anak-anak Spesial Indonesia (Forkasi).

Bengkulu satu-satunya kota di Pulau Sumatera yang ditunjuk pusat. Forkasi banyak melakukan pendidikan mengenai penanganan anak autis secara gratis dengan tenaga ahli yang melibatkan psikolog, dokter, dan pemerintah.

"Jadi Pemda seharusnya tinggal jalani lagi misi Forkasi, bukan hanya orangtua. Pemda juga harus terlibat dengan memastikan adanya dokter, pendidikan, informasi, dan tenaga penanganan autis," imbuhnya.

"Forkasi menawarkan ayo anak-anak Bengkulu kita konsul gratis. Namun saya tidak bisa berbuat sendiri tanpa dukungan pemerintah daerah," sebutnya.

Pertimbangan Dora mendirikan yayasan NBC di Kota Bengkulu berangkat dari masih banyaknya anak-anak di Bengkulu yang butuh perhatian serius.

Padahal sebelumnya, ia memutuskan tinggal di Jakarta untuk mendampingi Fardan menjalani terapi dan pendidikan.

Saat ini, NBC dibantu Forkasi memiliki jaringan kuat terhadap psikolog, dokter tumbuh kembang anak, untuk membantu orangtua dan anak-anak spesial tersebut secara gratis.

"Konsultasi kami berikan gratis, kalaupun bayar itu yang berhubungan dengan obat saja, selebihnya diberikan gratis. Tak usah ragu untuk datang, yayasan NBC no money oriented," sebutnya.

Hingga saat ini terdapat 9 anak yang menjalani terapi di NBC dengan 4 orang guru terlatih. Para guru dilatih oleh Dora bersama Forkasi.

Menurut Dora, orangtua yang memiliki anak autis harus membuka diri, hati, dan pikiran, jangan malu.

Berbagi Tips

Dora berbagi tips buat orangtua untuk mendeteksi anak autis. Menurut dia, tumbuh kembang anak dari nol sampai 12 bulan merupakan standar pengawasan ketat.

Apabila tumbuh kembang anak tidak sama dengan anak-anak lainnya maka harus diwaspadai. Tidak saja kemungkinan autis namun bisa jadi gejala lainnya.

"Bisa saja bukan autis tapi itu sudah harus diwaspadai," tegasnya.

Saat ini, terdapat 300 anak dengan autis di Provinsi Bengkulu dan tidak semua mendapatkan layanan secara baik.

Ia menyarankan pada pemerintah agar memperbanyak pelatihan untuk guru-guru dan orangtua terkait penanganan autis.

Ia juga menyarankan pemerintah memperbanyak taman bermain gratis karena menurutnya hal tersebut mendukung terapi anak autis.

"Ayunan, jaring laba-laba, dan permainan lainnya itu baik untuk terapi anak autis, maka saya apresiasi pemerintah sudah memperbanyak sarana bermain, udah cukup gitu aja, termasuk trampolin untuk anak hiperaktif," ujarnya.

Selanjutnya dari sisi kebijakan, Dora menyarankan pemerintah menegaskan larangan merokok di tempat umum secara disiplin.

Ia juga meminta dengan tegas, pemerintah mengecek kandungan merkuri di bahan kosmetik, bahan bangunan karena memicu autis pada anak.

Ketiga, untuk tim kesehatan, memperbanyak program minum obat cacing karena di tubuh anak autis banyak hidup cacing parasit.

"Menyegerakan untuk peduli sama minum obat cacing, agar digalakan lagi," pintanya.

Untuk masyarakat umum, Dora menyarankan agar menerima anak-anak spesial ini sewajarnya.

"Terimalah mereka seperti biasa, jadikan mereka seperti anak biasanya, cukup itu saja," ungkapnya.

Saat ini, cita-cita besar Dora yakni mendirikan home schooling untuk anak-anak spesial. NBC merupakan cikal-bakal pendidikan tersebut.

Ia tak menampik bila ada donatur membantu mewujudkan mimpinya itu, maka dirinya akan sangat membuka diri.

Menurut dia, pendidikan anak-anak spesial harus didukung penuh oleh lingkungan sekitar dan itu berawal dari orangtua.

https://regional.kompas.com/read/2018/07/25/13124161/dora-miranda-pelopor-pendidikan-dan-terapi-anak-autis-gratis-di-bengkulu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke