KULON PROGO, KOMPAS.com - Sumiyo (56) tidak menyerah.
Warga Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulon Progo, Yogyakarta ini masih bertahan di sekitar puing rumahnya yang berada di dalam kawasan pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Ia melakoni pekerjaannya seperti hari-hari biasa. Kebetulan, Minggu (22/7/2018) ini, ia baru panen padi.
Baca juga: AP I: Bandara Adisutjipto akan Berbagi Jadwal Penerbangan dengan NYIA
Sumiyo pun menggelar terpal di antara puing dan menghampar gabah di sana agar kering.
Sesekali Sumiyo mengais di antara puing untuk mendapatkan genteng yang masih bagus dan mencari perabot yang bisa diselamatkan.
Sumiyo juga mencoba memperbaiki sumur yang tidak ikut luluh lantak digusur.
"Saya tetap berjuang di sini, di tanah milik orangtua," kata Sumiyo.
Baca juga: Pedagang Sekitar Bandara NYIA Keluhkan Omzet Jeblok
Pemerintah mengebut pembangunan NYIA.
Pembangunannya terkendala 36 kepala keluarga yang bertahan dan menempati rumah-rumah di lahan Izin Penetapan Lokasi (IPL) NYIA.
PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Pembangunan Perumahan (PP) berupaya memindahkan mereka ke rumah relokasi sementara berupa rumah sewa.
Baca juga: Bupati Kulon Progo Tanggapi Penilaian Bandara NYIA Rawan Tsunami
Upaya relokasi berlangsung pada Kamis (19/7/2018) dan Jumat (20/7/2018) lalu dengan melibatkan ratusan personel gabungan TNI/Polri, Satpol PP, dan puluhan relawan.
Rumah-rumah warga itu pun digusur, tak terkecuali rumah yang ditempati Sumiyo.
Sumiyo sempat melakukan perlawanan ketika penggusuran berlangsung.
Baca juga: Bangun Bandara Kulon Progo, Menhub Pastikan Tak Ada Pelanggaran HAM
Sumiyo tidur ditemani sentir atau lampu kaleng berisi minyak di sekitar puing rumahnya selama 3 malam belakang ini.