Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan 13 Siswa SMA di Gorontalo Ikuti Ujian Nasional

Kompas.com - 10/04/2018, 17:19 WIB
Rosyid A Azhar ,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

Menyusuri jalan setapak di rimba belantara bukanlah kegiatan yang menyenangkan, jalan yang dilalui tidak jarang terbenam longsoran atau dipenuhi lumpur. Ini yang membuat perjalanannya semakin panjang.

Tidak terhitung pohon-pohon besar yang tumbang melintang. Mereka harus menaiki kayu ini agar bisa menyambung perjalanannya lagi. “Digigit lintah itu biasa, nanti kalau sudah kenyang akan jatuh sendiri,” kelakar Sri Darma Dai (31), guru pelajaran Sosiologi.

Sri Darma Dai menjelaskan, di sekolahnya hanya ada satu jurusan, yakni sosial, sehingga siswa yang ikut UNBK ini semuanya adalah jurusan sosial.

Baca juga: Tidak Miliki Komputer, Dua SMA di Batam Menumpang UNBK ke Sekolah Lain

Warga Pinogu sudah hafal di kawasan tertentu perjalanannya akan menghadapi lintah, ini biasa bagi mereka.

Demikian juga perjumpaan dengan sekelompok monyet gorontalo (Macaca nigrescens). Satwa ini memang harus diwaspadai, jangan sampai menyerang dan menggigit.

Berbeda dari monyet anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) yang memilih menghindar jika berjumpa dengan manusia. Namun, anoa yang memiliki anak biasanya lebih galak. Juga babi rusa (Babyrousa babyrussa) memilih menghindar jika mencium bau manusia.

“Kalau monyet selalu ketemu saat di hutan,” kata Chrisnal Bunoko.

Yang paling ditakuti rombongan siswa ini adalah bertemu babi putih. Babi ini berbeda dari babi hutan lainnya yang berwarna gelap. Bila bertemu orang, babi putih ini langsung menyerang tanpa memberi ampun.

“Baru-baru ini salah seorang warga desa kami ada yang terluka di pantatnya karena diseruduk babi putih,” kata Ayinal Apita.

Halangan dalam perjalanan tidak hanya itu, bagi Sri Rahmawati Rasadingi (27), guru Bahasa Indonesia, di bagian-bagian tertentu mereka harus menyusuri jalan tikus yang berada di pinggir jurang.

Jalan ini hanya pas dipijak oleh satu kaki. Jika tidak awas, mereka bisa terperosok dalam jurang. Konsentrasi penuh, jika tidak, mereka akan masuk jurang.

Ia mengaku hanya bisa berjalan setengah jarak. Saat berangkat pukul 06.00, ia memilih naik ojek hingga di jembatan penyeberangan Puhulongo. Sisa perjalanan ia lanjutkan bersama rombongan lain.

Jika rombongan sudah lelah, mereka memilih tempat beristirahat yang enak untuk meletakkan tubuh mereka. Bekal yang dibawa bisa disantap. Mereka harus memilih lokasi, jangan sampai bertemu ular di tengah rimba.

“Jangan buang sampah sembarangan, apalagi pembalut wanita. Kita bisa celaka,” kata Sri Rahmawati Rasadingi mengingatkan yang lain.

Ia mengingatkan, di tengah belantara ini ada berbagai pantangan dan hal lain yang tidak diketahui, misalnya keberadaan orang Polahi yang masih dianggap mistis.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com