Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan 13 Siswa SMA di Gorontalo Ikuti Ujian Nasional

Kompas.com - 10/04/2018, 17:19 WIB
Rosyid A Azhar ,
Erwin Hutapea

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com — “Saya sangat takut bertemu babi putih!” kata Ayikal Yupiter Apita (18), siswa SMA Negeri Pinogu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalosaat beristirahat di rumah gurunya setelah menempuh perjalanan panjang, Selasa (10/4/2018).

Ayikal Yupiter Apita adalah peserta Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMK Negeri Suwawa.

Sebelum tiba di Suwawa, ia bersama 12 teman satu sekolahnya menyusuri hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) sejak pagi sebelum matahari mengintip di desanya.

Orang lain yang ikut dalam rombongan ini adalah 3 orang tua siswa dan 1 guru. Beberapa guru lain memilih naik ojek dengan rute jalan yang berbeda.

Ongkos ojek Rp 600.000 untuk perjalanan pergi pulang. Kondisi jalur ojek lebih parah dibandingkan jalan setapak yang dilalui rombongan.

Para siswa ini berasal dari lima desa di Kecamatan Pinogu, Bangio, Pinogu Permai, Tilonggibila, Pinogu Induk, dan Dataran Hijau.

Hanya mengenakan kaus dan celana santai, mereka bergegas meninggalkan desanya yang berada jauh di dalam hutan.

Baca juga: 13 Siswa SMA di Gorontalo Jalan Seharian Susuri Hutan demi Ikuti UNBK

Perjalanan ini adalah pertaruhan masa depannya. Ayikal Apita dan teman-temannya harus sampai di Kecamatan Suwawa, ibu kota Kabupaten Bone Bolango, sebelum matahari tenggelam.

“Kami tidak ingin bermalam di hutan, makanya kami mempercepat langkah agar cepat sampai di tujuan sebelum gelap,” ujar Chrisnal Dianto Bunoko, teman sekelas Ayikal Apita.

Langkah-langkah kecil siswa dari Pinogu ini menyusuri jalan tikus, jalan setapak yang becek. Tidak ada aspal di sini. Sementara matahari mulai mengusir hawa sejuk.

Lambat laun jalan yang dilalui mulai terasa gelap, pohon-pohon besar mulai menaungi jalan yang mulai menyempit.  Mereka tetap saja menyusuri jalan tanpa suara, masing-masing lelap dengan bayangan masa depan yang harus diraihnya.

Nurain Talib (18), salah satu dari lima siswa perempuan, membayangkan ingin menjadi guru. Gadis hitam manis ini berharap bisa kuliah di perguruan tinggi dan setelah itu bisa mengajar di desanya.

Ia sudah melihat sendiri kondisi sekolah di Pinogu, mulai dari pendidikan dasar sampai SMA tidak berjalan baik.

Ayikal Apita juga membayangkan bagaimanapun kelak ia harus berusaha untuk kuliah setelah lulus SMA ini, menjadi sosiolog adalah cita-citanya. Ia paham tidak mudah baginya untuk meneruskan pendidikan tinggi, ia harus lulus SMA dulu.

Orangtuanya yang bekerja sebagai petani juga berpesan untuk terus giat belajar bagaimana pun sulitnya hidup. Tanaman milu (jagung), kopi, atau kemiri menjadi gantungan ekonomi keluarga ini, sebagian akan digunakan untuk membiayai sekolah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com