Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Foto Musang Sulawesi, Si Pemalu yang Misterius

Kompas.com - 31/03/2018, 08:11 WIB
Rosyid A Azhar ,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com - Musang Sulawesi (macrogalidia musschenbroekii) yang penuh misteri akhirnya tertangkap kamera di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) di Semenanjung Minahasa, perbatasan antara provinsi Gorontalo dengan Sulawesi Utara.

Sejumlah dokumentasi foto musang paling misterius ini didapat di 10 lokasi berbeda, di dalam dan di luar kawasan taman nasional bagian tenggara.

Foto di delapan lokasi diambil oleh tim survei Wildlife Conservation Society (WCS), di satu lokasi oleh tim Balai TNBNW saat melakukan monitoring dan di satu lokasi hasil smart patrol gabungan keduanya.

Keberhasilan mendokumentasikan satwa ini merupakan jawaban atas keberadaannya yang kerap dipertanyakan, bahkan pernah dianggap sudah punah dari hutan Sulawesi. Musang yang dikenal pemalu ini telah menjadi misteri bertahun-tahun.

(Baca juga: Harimau Bonita yang Misterius, Bangun Lagi Setelah Ditembak hingga Peluru Petugas yang Terus Mental)

Binatang nocturnal ini terakhir terlihat pada tahun 2003 di atas terpal pajangan pedagang di pasar di Lolak, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Itu pun hanya penggalan kepala dan kaki tanpa badan. Setelah temuan itu, informasi keberadaan binatang ini pun tidak ada lagi.

Sebelumnya, musang ini sulit dijumpai, bahkan oleh orang-orang yang biasa menjelajah taman nasional sekalipun. Namun, perbaikan metode pengamatan akhirnya membawa pada pertemuan pada sosok musang pemalu ini.

“Keberhasilan mendeteksi keberadaan musang sulawesi ini karena adanya pemasangan kamera trap. Ini yang memberikan peluang besar untuk mengetahui keberadaan satwa endemik Pulau Sulawesi,” kata Lukita Awang Nistyantara, Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Sabtu (31/3/2018).

Menurut Lukita, lebih dari sepuluh tahun terakhir ini pihaknya memang belum secara khusus melakukan pemantauan kepada musang ini sehingga perjumpaan dengan petugas Taman Nasional pun tidak tercatat secara baik.

Selain itu, metode pemantauan belum sempurna. Para petugas lapangan biasanya melakukan pemantauan secara fisik dan manual, artinya mereka masuk belantara hanya bermodal kekuatan fisik dan penglihatan mata saja.

(Baca juga: Kabar Gembira, Musang Sulawesi Terekam Kamera Setelah Misterius Bertahun-tahun)

Mereka berhari-hari berada di dalam hutan dengan segala keterbatasan, termasuk semakin menyusutnya perhatian dan kekuatan fisik sehingga kurang mampu mengembangkan kepekaan dalam mendeteksi keberadaan musang sulawesi ini.

“Sejak 2 tahun terakhir ini kami sudah mulai menyempurnakan teknik monitoring-nya,” ujar Lukita.

Pemantauan kini dilakukan dengan memasang kamera trap di dalam dan landskap taman nasional. Pengadaan kamera didukung oleh organisasi nirlaba yang bergerak di bidang konservasi, Wildlife Conservation Society.

“Sudah ada 68 kamera trap yang sudah dipasang di taman nasional wilayah Sulawesi Utara di tahun 2017. Tahun ini akan ada pemasangan kamera trap di wilayah Gorontalo,” kata Lukita.

Kamera trap ini adalah kamera yang dilengkapi dengan sensor gerak. Jika ada obyek yang melintas, kamera secara otomatis akan memotret, siang dan malam sehingga operator hanya perlu menunggu dalam waktu yang diinginkan untuk mengunduh file hasil pemotretan.

Hadirnya kamera trap di TNBNW ini sangat bermanfaat untuk melakukan monitoring untuk membantu upaya konservasi satwa liar.

Bersambung ke halaman berikutnya: Penuh tantangan memasang kamera

Musang sulawesi tertangkap kamera trap milik Wildlife Conservation Society yang melintas saat malam KOMPAS.COM/Wildlife Conservation Society Musang sulawesi tertangkap kamera trap milik Wildlife Conservation Society yang melintas saat malam
Penuh tantangan

Keberhasilan mendokumentasikan musang sulawesi ini merupakan upaya WCS dalam melakukan pemantauan kehidupan liar di TNBNW.

Ekspedisi yang dilakukan penuh tantangan, karena kawasan yang dilalui bukanlah medan yang mudah dijelajah, termasuk oleh orang yang biasa berjalan di hutan.

Lebatnya vegetasi hutan menjadi hambatan tersendiri. Sangat sulit bergerak dalam kerapatan pepohonan, belum lagi topografi yang penuh jurang dan tebing curam.

“Kami memulai masuk hutan melalui resort Dumoga Timur di Lolayan, masuk melalui Desa Mengkang,” ujar Alfons Patandung, Biodiversity Officer WCS.

(Baca juga: Paus Sperma yang Terdampar di Lombok Timur, Dijarah Ekor dan Giginya, Akhirnya Dikubur)

Dengan membawa dua portir dan ditemani staf taman nasional, Alfons menembus belantara dengan membawa sejumlah peralatan.

Ini pertama kalinya mereka memasang kamera trap di taman nasional. Bersama 2 orang staf WCS lainnya, Arif Rahman dan Reidy Manahampi, mereka memulai perjuangan yang penuh tantangan.

Sebanyak 68 kamera dipasang di rimba belantara. Setiap survey 20 kamera dibawa, termasuk kamera cadangan.

Dalam waktu 6 bulan tenggat yang dijawalkan, setiap survei yang mereka lakukan memerlukan waktu 15-20 hari dan menempuh jarak 40-50 km.

“Sehari kami paling bergerak sepanjang 2 km dengan kondisi medan yang sulit, namun itu kami anggap biasa karena ini pekerjaan sehari-hari,” ujar Alfons.

Menurut dia, jalur yang sangat sulit ditempuh adalah saat mereka masuk melalui Mataindo ke arah Molibagu di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

Medannya sangat susah, kemiringan lereng yang curam, jurang yang dalam dan kerapatan vegetasi menjadi tantangan tersendiri. Topografinya sangat ekstrem.

Bertemu pemburu, hujan lebat di tengah hutan bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Mereka tetap fokus pada misi mereka. Pada daerah ketinggian yang berhawa dingin, baterai kamera cepat sekali menyusut.

Ekspedisi pemasangan kamera trap ini bukan semata ditujukan untuk mendokumentasikan musang sulawesi, namun tujuannya lebih umum untuk mengamati kehidupan liar di bentang alam dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

(Baca juga: Kisah Mas Rinto, Tukang Bakso Berdasi yang Terinspirasi James Bond)

Kegiatan ini difokuskan ke daerah yang terdapat satwa prioritas, seperti anoa, babi rusa, maleo, dan macaca nigra, termasuk daerah yang berada di luar kawasan taman nasional.

Hasil pemasangan kamera ini menghasilkan gambar-gambar mengagumkan, kehidupan liar seperti anoa, babi rusa, musang, maleo bahkan para pemburu satwa dan pembalak liar juga terekam.

Mengidentifikasi orang-orang dalam hutan sebagai pemburu sangat mudah karena mereka membawa senapan atau jerat. Alat ini dibawa ke hutan hanya digunakan untuk mendapatkan satwa liar. Hasilnya dilego di pasar dengan harga yang sangat murah.

Orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini memasang jerat tanpa pilih-pilih target. Anoa, babi hutan, babi rusa, babi sulawesi, musang, hingga ular ditangkap untuk diperdagangkan.

Ancaman lainnya adalah degradasi habitat seperti pembukaan lahan untuk kebun dan pertanian. Pembukaan lahan ini menghilangkan ruang hidup bagi satwa liar dan menimbulkan konflik panjang antara petani yang menganggap satwa liar sebagai hama.

“Kandidat lokasi pemasangan kamera trap adalah lokasi yang dicurigai atau berpotensi menangkap satwa target misalnya kubangan, play ground (area bermain) satwa,” kata Alfons Patandung.

Selain menghadapi medan yang berat, upaya mereka memasang kamera trap untuk merekam hidupan satwa liar juga berhadapan dengan ulah manusia.

Beberapa kamera dirusak orang tidak bertanggung jawab, bahkan ada kamera yang dibawa warga saat membuka lahan perkebunan.

“Yang menarik, di daerah tertentu di luar kawasan taman nasional masyarakat mengatakan kalau babi rusa, musang dan anoa sudah tidak ditemukan lagi. Namun kamera merekam keberadaan satwa prioritas ini,” papar Alfons Patandung.

Kabar gembira

Tertangkapnya musang sulawesi membawa kabar gembira bagi dunia ilmu pengetahuan. Satwa penuh misteri masih menghuni Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Di masa depan, akan banyak riset yang mengungkap keberadaan satwa pemalu ini.

“Kalau dilihat dari perjumpaan atau laporan terbaru, sepertinya musang sulawesi tidak selangka dari perkiraan sebelumnya.  Mungkin karena sifatnya yang sangat pemalu sehingga lebih susah dijumpai,” kata Hanom Bashari, Protected Area Specialist, Enhancing the Protected Area System in Sulawesi for Biodiversity Conservation (E-PASS) Bogani Nani Wartabone.

Dugaan Hanom Bashari tampaknya mendekati kenyataan, satwa ini tertangkap kamera tidak hanya di dalam kawasan konservasi, namun juga di luar taman nasional. Ini membuktikan upaya pemantauan yang lebih terarah akan menghasilkan data yang lebih baik.

Alfons menyebutkan sejumlah titik penempatan kamera trap di luar taman nasional, namun masih berada dalam landskap Bogani Nani Wartabone juga menjadi habitat musang besar ini.

Hanom mengingatkan juga kemungkinan desakan jenis musang melayu yang terintroduksi ke Sulawesi bisa menjadi salah satu ancaman musang sulawesi karena menempati relung habitat yang sama.

(Baca juga: Suami Istri Lansia "Ngontel" Setiap Hari dari Hutan ke Kota Antar Anaknya yang "Down Syndrome" ke Sekolah)

Ada tiga jenis musang di Pulau Sulawesi, yaitu musang sulawesi, musang tenggalung (Viverra tangalunga) dan musang luwak (Paradoxurus hermaphrodites).

Musang Sulawesi ini berbeda dengan dua musang saudaranya. Dia diperkirakan hanya hidup di kawasan hutan bagian dalam (primer).

Sementara itu, dua jenis musang lainnya yang juga ada di Pulau Sulawesi bisa ditemukan di pinggiran hutan maupun di kebun warga.

Musang sulawesi merupakan predator terbesar di Pulau Sulawesi. Hewan pemalu yang hidup soliter ini belum banyak diketahui kehidupannya. Sebagai satwa karnivor, musang sulawesi menyukai tikus dan burung.

Fotonya yang terekam adalah kabar gembira....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com