Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komunitas Ngejah, Bangun Kampung Halaman dari Gerakan Literasi (3)

Kompas.com - 04/08/2017, 17:18 WIB
Ari Maulana Karang

Penulis

KOMPAS.com - Kecintaan akan kampung halaman membuat Opik (33), membentuk Komunitas Ngejah. Lewat komunitas ini, Opik membangun gerakan literasi, yakni Gerakan Kampung Membaca dan Pojok Baca.

Setelah membangun saung bambu berukuran 4x5 meter yang dijadikan pusat kegiatan Komunitas Ngejah, ia memperluas kampanye gerakan literasi ini ke Kecamatan Singajaya, hingga dibuatlah program Gerakan Kampung Membaca dan pembangunan pojok baca.

“Gerakannya kan mendatangi kampung-kampung di pelosok untuk mengajak masyarakat membudayakan membaca, terutama anak-anak dan remaja, kegiatannya ada membaca bersama, mewarnai, menggambar dan bermain,” katanya.

Jika di kampung tersebut minat membacanya tinggi, pihaknya akan membangun pojok baca. Caranya, dengan memberikan satu atau dua rak berikut bukunya sebanyak 150-300 buku.

(Baca juga: Komunitas Ngejah, Bangun Kampung Halaman dari Gerakan Literasi (1))

“Kita gandeng kader Posyandu, ustaz, dan pemilik warung yang siap membantu untuk kegiatan pojok baca. Nanti kita titipkan buku dan raknya untuk bisa dipinjamkan pada masyarakat,” tuturnya.

Anak-anak Komunitas Ngejah mengikuti gerakan Kampung Membaca di Desa Saribakti, Kecamatan Peundeuy, Kabupaten Garut.dok. Gramedia Anak-anak Komunitas Ngejah mengikuti gerakan Kampung Membaca di Desa Saribakti, Kecamatan Peundeuy, Kabupaten Garut.
Opik mengakui, keberhasilan Komunitas Ngejah menyebarkan virus membaca bukan atas kerja kerasnya semata. Ada barisan relawan yang siap tempur turun ke lapangan menyukseskan berbagai kegiatan yang dilakukan komunitas Ngejah.

Selain itu, ada juga dermawan dari luar yang menyumbangkan buku atau ilmunya dengan datang langsung ke saung Komunitas Ngejah.

“Ini hasil kerja keras para relawan. Mereka turun ke lapangan, mereka berbagi peran sesuai kapasitasnya masing-masing, bahu membahu membangun Komunitas Ngejah,” ucapnya.

Kerja keras relawan ini, menurut Opik, membuahkan hasil yang tak terkira. Karena tahun 2014, gerakannya mulai dikenal luas. Media mulai mempublikasikan kegiatan Komunitas Ngejah.

“Tadinya mereka hanya bilang untuk liputan berita saja, setelah enam hari liputan, mereka pulang dan sehari kemudian balik lagi langsung membawa kru dan juga pembawa acara talkshownya, Andi F Noya, saya dan relawan tentu kaget,” katanya.

(Baca juga: Komunitas Ngejah, Bangun Kampung Halaman dari Gerakan Literasi (2)

Lewat acara talkshow itu juga, Komunitas Ngejah menerima bantuan uang tunai Rp 100 juta. Uang itu digunakan untuk menata halaman saung, membeli kamera, infokus, dan menambah rak-rak yang akan disebarkan di pojok-pojok baca.

Komunitas Ngejah pun makin dikenal dan mendapat banyak yang mengapresiasi. Tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi bantuan dana hibah Rp 50 juta yang digunakan untuk menambah koleksi buku, rak buku, dan komputer.

Ia pun membuat ruangan khusus untuk menyimpan koleksi buku komik yang diberi nama Rumah Komik. Bantuan buku dari berbagai pihak pun mulai mengalir.

Penghargaan

Opik, Presiden Komunitas Ngejah saat mendampingi anak-anak asuhnya dalam gerakan Kampung Membaca yang dilakukan di Desa Saribakti, Kecamatan Peundeuy, Kabupaten Garut.KOMPAS.com/Ari Maulana Karang Opik, Presiden Komunitas Ngejah saat mendampingi anak-anak asuhnya dalam gerakan Kampung Membaca yang dilakukan di Desa Saribakti, Kecamatan Peundeuy, Kabupaten Garut.
Tak hanya itu, penghargaan pun mengalir ke komunitas ini, di antaranya, penghargaan TBM Kreatif dan Rekreatif dari Kemendikbud diterima TBM AIUEO.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com