Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Fidelis Sama Sekali Tidak Layak Dijadikan Terdakwa"

Kompas.com - 03/08/2017, 10:22 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SANGGAU, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI asal Kalimantan Barat, Erma Suryani Ranik menyebutkan, Fidelis Arie Sudewarto (36) yang divonis 8 bulan penjara oleh majelis hakim sama sekali tidak layak untuk dijadikan terdakwa.

Hal tersebut Erma sampaikan seusai sidang pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, Rabu (2/8/2017).

"Saya sengaja datang menghadiri sidang vonis ini, karena memang kasus ini cukup menikam rasa keadilan. Fidelis ini mengobati istrinya memakai tanaman yang belum diperbolehkan di Indonesia seperti ganja," ujar Erma.

Erma mengaku mengikuti dan menyimak jalannya persidangan termasuk apa yang dibacakan majelis hakim. Ada perbedaan pendapat yang tajam di antara ketiga hakim yang memvonis Fidelis ini.

(Baca juga: Ganja Demi Cinta Fidelis Diganjar 8 Bulan Penjara)

 

Perbedaan pendapat tersebut di antaranya ada yang menginginkan rasa keadilan diletakkan sebagai hal utama. Namun ada pula yang ingin meletakkan kepastian hukum sebagai yang utama.

"Majelis hakim dengan jelas menyebutkan, dua hakim berpendapat bahwa keadilan itu harus diletakkan di atas, karena Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga menyebut dalam pertimbangannya itu bahwa keadilan menjadi utama," ungkap Erma.

Tetapi, sambung Erma, ada salah satu hakim yang meminta unsur kepastian hukum menjadi yang diutamakan. "Tanpa bermaksud mencampuri keputusan hakim, saya kecewa dengan keputusan ini," ujarnya.

"Fidelis ini sama sekali tidak layak dijadikan tersangka, tidak layak," tegasnya.

(Baca juga: Fidelis Seharusnya Bisa Dibebaskan karena Ada Ketentuan Alasan Pembenar )

Hal tersebut, menurut Erma, karena Fidelis melakukannya dengan sangat terpaksa. Fidelis melakukan itu demi menyelamatkan nyawa istrinya.

"Pilihannya hanya ada dua, melanggar hukum atau menyelamatkan nyawa. Dan dia pilih untuk menyelamatkan nyawa istrinya," ucap Erma.

Meskipun, dalam pasal 48 KUHP, perbuatan Fidelis ini bisa dikategorikan overmacht, yaitu barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. Namun, majelis hakim berpendapat lain.

Dalam persidangan, hakim menilai tim kuasa hukum tidak bisa menghadirkan ahli medis yang bisa mengatakan ganja itu bisa mengobati.

"Pertanyaannya, di Indonesia belum ada satu pun yang mengadakan penelitian yang secara resmi ganja itu bisa mengobati. Adapun itu dari luar, seperti dari Kanada," kata Erma.

Meski demikian, Erma mengapresiasi majelis hakim yang melihat bahwa tujuan Fidelis menanam ganja untuk mengobati istrinya ini tujuannya baik.

(Baca juga: Ketika Fidelis Bertemu Kedua Anaknya di Rutan)

 

Penilaian itu yang kemudian menjadi pertimbangan majelis hakim menjatuhkan vonis jauh dari ketentuan hukuman minimal seperti yang tercantum dalam pasal 116 ayat 1 dan 3 UU No 35 Tahun 2009, yaitu minimal lima tahun penjara.

Majelis hakim kemudian menjatuhkan vonis delapan bulan penjara dengan denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila tidak mampu membayar uang denda, maka bisa diganti (subsider) dengan hukuman fisik satu bulan penjara.

Erma Ranik merupakan orang yang menginisiasi pendampingan kuasa hukum untuk Fidelis melalui Firma Hukum Ranik dan Rekan sejak kasus ini mencuat setelah kematian istri Fidelis, Yeni Riawati pada 25 Maret 2017 yang lalu.

Sejak proses hukum bergulir, tim kuasa hukum tak henti mendampingi keluarga Fidelis dalam menghadapi setiap proses persidangan hingga akhirnya majelis hakim menjatuhkan vonis dalam sidang putusan.

Kompas TV Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meminta pemerintah melakukan legalisasi daun ganja untuk pengobatan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com