Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Danau Toba Tercemar, Warga Terpaksa Jalan Kaki 3 Km untuk Dapat Air Bersih

Kompas.com - 13/06/2017, 07:00 WIB

Anggiat Sinaga, pegiat Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) yang berkegiatan di Kabupaten Samosir, menuturkan, sepuluh tahun terakhir dia melihat kondisi air Danau Toba berubah warna.

"Kami sudah sering melihat perubahan warna air Danau Toba. Kadang biru, kadang hijau, kadang coklat seperti lumpur. Ada fase-fasenya. Kalau ada ombak kencang pasti berubah warna air Danau Tobanya," ujar Anggiat di Lontung beberapa hari lalu.

Berdasarkan pengamatan, saat angin kencang di daerah Tomok yang memicu ombak, kondisi air tampak berwarna cokelat seperti berlumpur. Air pun berbau seperti aroma amis pakan ikan, pelet.

"Biasa ini kalau ada ombak dek. Apalagi dulu pas dekat sini keremba Aquafarm sana. Cokelat kalilah airnya," ujar Bakkara, warga Tuktuk.

Anggiat melanjutkan, tidak tahu secara ilmiah penyebab perubahan dari air Danau Toba. Namun satu hal peristiwa yang dicatatnya adalah pada 27 Oktober 2016, air Danau Toba berubah menjadi warna hijau dan serentak membuat ikan-ikan lunglai dan mengambang.

"Kejadiannya di Sabulan. Nelayan tradisional dengan gampang menangkapi ikan itu. Itu sebuah rezeki nomplok bagi warga. Cuma kami enggak tahu apalah efeknya nanti di kemudian hari. Cuma waktu itu orang kantor kecamatan mengimbau warga tidak minum air danau," ujarnya.

Walaupun air sering berubah warna, masyarakat Kabupaten Samosir terutama yang tinggal di daerah pinggiran Danau Toba masih menggunakan air Danau Toba yang berubah warna tersebut untuk mencuci dan mandi dan bahkan untuk minum.

Masyarakat Samosir, lanjut Anggiat, mayoritas masih menggunakan air yang bersumber Danau Toba. Bahkan perusahaan air minum daerah PDAM Tirtanadi yang ada di Samosir, sumber airnya, berasal dari Danau Toba yang diolah menggunakan penjerni air, kaporit atau senyawa kimia kalsium hipoklorit.

"Paling 20 persen penduduk Samosir ini yang menggunakan air gunung," ujar Anggiat.

Berenang terganggu

Cerita Anggiat, dulu air Danau Toba sangat bening. Saat masih sekolah di bangku SMP pada tahun 90-an, dia kerap berenang di Danau Toba tanpa menggunakan kacamata, akan melihat ikan-ikan berenang, begitu juga dengan rumput-rumput yang tumbuh di Danau Toba. Sekarang pakai kacamata saja sudah susah berenang di Danau Toba.

Beberapa pedatang ke Danau Toba mengeluhkan tidak enak lagi berenang di Danau Toba. Airnya sudah lengket dan kadang membuat sekujur tubuh gatal. Beberapa pendatang pun harus terpaksa mandi lagi guna menghilangkan rasa lengket dan gatal di tubuh.

Gatal-gatal ini menurutnya terjadi karena adanya sejenis jentik-jentik berwana hijau yang belum mereka ketahui apakah itu binatang atau tumbuhan. Namun rasa gatal bagi warga sekitar yang mandi di Danau Toba sudah tidak terasa lagi.

"Kalau habis mandi di danau. Terus digaruk tangannya sedikit pasti kulit tampak seperti bersisik. Udah begitu pasti ada rasa gatal kalau belum biasa mandi di Danau Toba. Kalau warga sini sudah kebas rasa gatal karena mandi di Danau Toba," ungkapnya.

Anggiat juga mengutarakan, binatang-binatang sejenis lintah dan kutu air yang sempat heboh di media beberapa bulan lalu memang sudah muncul di berbagai lokasi di pulau Samosir, terutama di daerah-daerah yang banyak eceng gondok.

"Kalau tempat yang sering dikunjungi orang dan berpasir, jarang memang lintah dan kutu air itu. Lintahnya banyak di daerah yang banyak eceng gondok aja. Cuma kita enggak tahu ke depan makin banyak atau tidak," ujarnya.

Saat ini, beberapa ikan ciri khas atau endemik Danau Toba sudah berkurang, bahkan hampir punah, seperti ikan pora-pora dan ikan bujuk. Ikan-ikan kalah bersaing dengan ikan-ikan baru yang ditebar pemerintah dan orang-orang yang mengaku pecinta lingkungan.(ryd)

Berita ini telah tayang di Tribun Medan, Senin (12/6/2017), dengan judul: Air Danau Toba Tercemar Limbah, Warga Terpaksa Jalan Kaki 3 KM untuk Dapat Air Bersih

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com