Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Misteri Kasus Taruna Nusantara

Kompas.com - 11/04/2017, 11:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Pokoknya, semua saya cari tahu, dari sumber-sumber yang kredibel. Saya juga tidak nyaman untuk menceritakan bagaimana proses itu dilakukannya.

Apakah detail tersangka perlu diungkap? Jangan! Meski saya bisa jabarkan dengan lengkap soal ini, lagi-lagi berdasarkan keterangan sumber yang kredibel. Saya melindungi tersangka yang masih berusia anak.


Seleksi masuk TN

Saya lanjutkan saja ya ke pertanyaan kedua. Bagaimana bisa, tes yang begitu ketat sebagai seleksi masuk ke sekolah ini, tidak bisa mendeteksi adanya kejanggalan pada kepribadian tersangka?

Sebelum menjawab hal ini, saya ingin menyampaikan, bahwa baik tersangka maupun korban, adalah keluarga besar Jenderal di lingkungan TNI. Saya coba tanyakan hal ini, kepada guru senior di SMA TN, Cecep Iskandar.

Baca juga: Alumni SMA Taruna Nusantara "Turun Gunung" Pulihkan Psikologis Adik Angkatannya

Cecep pun tak punya jawaban. Ia menyerahkan kejanggalan hasil tes yang tidak terdeteksi ini, ke Kementerian Pertahanan, sebagai pembina sekolah termahsyur ini.

Terlepas dari kedua pertanyaan dengan jawaban ini, ada satu yang saya dapatkan data dari penelusuran saya ini.

Kementerian Kesehatan di tahun 2011 lalu, memetakan bahwa ada 11 persen lebih dari orang dewasa di Indonesia yang mengalami depresi yang jumlahnya mencapai 11 juta orang lebih.

Depresi bisa berujung pada tindakan di luar kewajaran, dari yang ringan sampai yang berat. Pembunuhan, bahkan direncanakan bisa jadi salah satunya.

Terlebih di musim pemilihan kepala daerah sekarang ini, harus diakui, banyak orang yang kehilangan akal sehatnya, membuat fitnah, yang memunculkan perpecahan.

Baca juga: Tersangka Pembunuhan Siswa SMA Taruna Nusantara Terobsesi Film "Rambo"

Saya yakin, jumlah di tahun 2011, bertambah di 2017 ini. Fenomena bunuh diri dan kasus - kasus lain yang terdengar selama beberapa pekan ini, seolah jadi penguat hipotesis saya.

Alhasil, saya jadi teringat pada pesan “Bang Napi” pada salah satu program berita kriminal yang lahir dan marak di TV di awal masa reformasi dan pembentukan pertama kali Undang Undang Penyiaran di tahun 2002.

Namun, kini program berita kriminal itu sudah dihapus dari layar. Waspadalah… Waspadalah…! 

Kompas TV Pembunuhan di Barak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com