Sementara itu, bagi korban penembakan, Maya Sulistiana (20), pegawai Toko Buku Jaya di Kota Magelang, penembakan tersebut jelas tidak terlupakan karena meninggalkan "tanda" berupa luka di tangan sebelah kanan yang terlihat setiap hari.
Meski demikian, ia tetap berupaya tenang dan menjalani aktivitas sehari-hari, berangkat kerja pagi, dan pulang pada malam hari, sekitar pukul 21.00.
"Saya tidak mungkin terus-terusan merasa takut karena jadwal kerja saya begitu," katanya.
Warga resah
Karena pelaku kejahatan di dua kota itu belum tertangkap, berkembang berbagai penafsiran. Wakil Wali Kota Yogyakarta Imam Priyono meminta polisi melihat ulang kasus-kasus serupa yang terjadi beberapa waktu lalu di Sleman dan tempat lain.
Akhir tahun lalu, masyarakat DIY juga merasakan kecemasan yang sama ketika ada sekelompok remaja melakukan klithih, yaitu sekelompok remaja berkeliling kota atau kabupaten dengan naik motor dan berbuat kriminal kepada pengendara motor lainnya. Ada dugaan klithih dipakai sebagai ajang inisiasi anggota geng baru.
Dosen Etika Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Achmad Charris Zubair, mengatakan, tidak menutup kemungkinan pelakunya anggota geng. "Bisa juga ritual untuk menjadi anggota geng baru," katanya.
Selama pelaku penembakan misterius dan penyayatan itu belum tertangkap, masyarakat masih terus menduga-duga apakah ini teror geng atau kejahatan lain yang lebih serius. (EGI/HRS/DRA/SIG)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 April 2016, di halaman 1 dengan judul "Trauma Tidak Hanya Sebatas Luka".