Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penembakan Misterius, Trauma Tidak Hanya Sebatas Luka

Kompas.com - 29/04/2016, 20:03 WIB

KOMPAS.com - Santi Rahayuninsih (20), perempuan warga Kota Magelang, Jawa Tengah, korban penembakan misterius, hanya mengalami luka ringan di bagian paha. Namun, kejadian itu tetap saja sulit untuk dilupakan.

Tepat seminggu kemudian, Senin (25/4), sekitar 40 kilometer arah selatan kota tersebut, seorang anak sekolah dasar berinisial NER (12) juga menjadi korban kejahatan misterius di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lengan anak perempuan itu disayat senjata tajam sejenis cutter. Di rumah sakit, lengannya ditangani dengan 25 jahitan.

"Kejadian itu terlalu menyeramkan untuk dilupakan. Pelaku menembak ke arah kios hingga tiga kali, dan akhirnya baru benar-benar berhenti setelah satu tembakan terakhir mengenai saya," ujar Santi, Kamis (28/4/2016).

Kasus penembakan di Kota Magelang terjadi pada 6-20 April dan menyebabkan 13 korban luka ringan. Semua korban adalah perempuan.

Dilanda kecemasan

Di Kota Yogyakarta, kecemasan juga melanda korban penyayatan dan orangtuanya. Maklum, korban yang menjadi sasaran semua perempuan, satu masih duduk di sekolah dasar kelas VI; satu lagi bernama K (16), siswi sekolah menengah kejuruan; dan Nelly Ratnasari (18), mahasiswi.

Ketika kemarin Kompas datang ke rumah NER, sang ibu, Dewi Rinawati (35), membuka pintu rumahnya dengan ragu-ragu. Saat melihat wajah orang yang belum dikenalnya di depan rumah, ia tampak sedikit waswas.

"Sudah beberapa hari ini saya jarang keluar rumah. Pintu rumah juga selalu saya tutup meskipun saya ada di rumah," kata warga Kotagede itu.

Dewi tak habis pikir mengapa anaknya menjadi sasaran kejahatan misterius itu. "Anak saya pulang sekolah bersama beberapa temannya. Tiba-tiba ada orang yang melukai lengannya," ujarnya.

Penyayatan yang menimpa NER merupakan bagian dari rangkaian tiga penyayatan yang terjadi pada Senin lalu di Yogyakarta. "Kalau ditanya apakah anak saya trauma atau tidak, ya pasti ada trauma," katanya.

Menurut Dewi, pada Senin malam, NER tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pada Selasa pagi, ia bahkan menangis karena menahan sakit di lengan kanannya. Namun, sehari sesudah kejadian, anaknya langsung masuk sekolah untuk mengikuti ujian. Mengantisipasi kejadian serupa, NER kini pergi ke sekolah diantar dan dijemput sang ibu meski jarak rumah dan sekolah tak sampai 1 kilometer.

Korban penyayatan lainnya, Nelly Ratnasari, mengaku bingung kenapa ia menjadi target penyayatan oleh pelaku. Sebab, selama ini, ia merasa tidak memiliki musuh. Nelly menjadi korban penyayatan pada Senin sekitar pukul 13.00.

Saat kejadian, mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, itu sedang berjalan kaki dari tempat parkir kampus menuju bangunan utama kampus yang berlokasi di Jalan Prof Dr Soepomo. Saat menyusuri jalan sekitar 5 meter dari pagar kampusnya, Nelly didekati pelaku dan langsung disayat. Meskipun masih trauma dengan kejadian itu, Nelly tetap mengikuti ujian semester di kampusnya.

Sementara itu, bagi korban penembakan, Maya Sulistiana (20), pegawai Toko Buku Jaya di Kota Magelang, penembakan tersebut jelas tidak terlupakan karena meninggalkan "tanda" berupa luka di tangan sebelah kanan yang terlihat setiap hari.

Meski demikian, ia tetap berupaya tenang dan menjalani aktivitas sehari-hari, berangkat kerja pagi, dan pulang pada malam hari, sekitar pukul 21.00.

"Saya tidak mungkin terus-terusan merasa takut karena jadwal kerja saya begitu," katanya.

Warga resah

Kompas.com/Ika Fitriana Polres Magelang Kota membuka Posko Pengungkapan Kasus Penembakan yang menggunakan Senapan Angin di mapolres setempat mulai Kamis (28/4/2016).

Ketakutan dan kecemasan juga merambat hingga ke sebagian besar warga Kota Magelang dan sekitarnya. Situasi di jalan-jalan yang menjadi lokasi penembakan dengan cepat berubah sepi pada malam hari dan tidak lagi ramai dilewati orang, baik yang mengendarai kendaraan maupun berjalan kaki.

Karena pelaku kejahatan di dua kota itu belum tertangkap, berkembang berbagai penafsiran. Wakil Wali Kota Yogyakarta Imam Priyono meminta polisi melihat ulang kasus-kasus serupa yang terjadi beberapa waktu lalu di Sleman dan tempat lain.

Akhir tahun lalu, masyarakat DIY juga merasakan kecemasan yang sama ketika ada sekelompok remaja melakukan klithih, yaitu sekelompok remaja berkeliling kota atau kabupaten dengan naik motor dan berbuat kriminal kepada pengendara motor lainnya. Ada dugaan klithih dipakai sebagai ajang inisiasi anggota geng baru.

Dosen Etika Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Achmad Charris Zubair, mengatakan, tidak menutup kemungkinan pelakunya anggota geng. "Bisa juga ritual untuk menjadi anggota geng baru," katanya.

Selama pelaku penembakan misterius dan penyayatan itu belum tertangkap, masyarakat masih terus menduga-duga apakah ini teror geng atau kejahatan lain yang lebih serius. (EGI/HRS/DRA/SIG)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 April 2016, di halaman 1 dengan judul "Trauma Tidak Hanya Sebatas Luka".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com