Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi di Balik Rencana Mempertaruhkan Bencana Asap di Riau

Kompas.com - 01/02/2016, 09:10 WIB
Syahnan Rangkuti

Penulis


Desa bebas api
Perusahaan kertas dan bubur kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) juga memiliki program pencegahan menarik.

Grup APRIL ini menantang desa-desa di sekitar konsesinya untuk bebas dari api. Apabila desa mampu terbebas dari kebakaran lahan, akan diberikan dana sebesar Rp 100 juta dalam bentuk program pembangunan desa.

Program itu sudah dimulai tiga tahun lalu. Menurut Presiden Direktur PT RAPP Tony Wenas, pada tahun 2013 baru empat desa dilibatkan. Pada 2014 meningkat menjadi sembilan desa dan pada tahun ini, perusahaan pabrik kertas terbesar di Indonesia itu akan melibatkan 20 desa.

Menurut Tony, pada tahun 2013, luas lahan yang terbakar pada empat desa itu mencapai 1.000 hektar. Dengan pola kemitraan yang dilakukan pada 2014 kebakaran menurun menjadi 600 hektar.

"Pada 2015, luas areal kebakaran tidak sampai 50 hektar. Pada tahun 2016 ini, kami menargetkan tidak ada lagi kebakaran di 20 desa yang ikut program itu,” kata Tony dalam pencanangan Desa Bebas Api di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau pada Sabtu (30/1/2016) lalu.

Program Desa Bebas Api itu, menurut Tony,  ternyata dilirik oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan. Dirut BPDP Bayu Krisna Murthi kata Tony berjanji mencanangkan 100 desa bebas api pada tahun ini di Indonesia.

Inti desa bebas api yang ditantang PT RAPP sebenarnya mengajak warga desa untuk membuka lahan tanpa membakar. Sebagai alternatif, perusahaan memberi bantuan pengadaan alat berat dan asistensi pola bertanam kepada petani desa.

Desa Pelalawan, Kecamatan Pelalawan dan Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti adalah dua desa yang sudah mencicipi dana bebas api sebesar Rp 100 juta dari PT RAPP. Dana itu telah dipakai untuk memperbaiki sekolah desa dan membangun pos keamanan desa.

“Setiap turun ke masyarakat kami tidak pernah lupa mengajak warga untuk tidak membakar lahan lagi. Kami sampaikan pesan itu dimana saja baik di kedai, pertemuan warga, pesta pernikahan sampai di masjid-masjid,” kata Edi Arifin, Kepala Desa Pelalawan menuturkan kiatnya.

Sebaliknya menurut HM Yunus, Kepala Desa Sering, Kecamatan Pelalawan yang sudah ikut program Desa Bebas Api, tugas menjaga desa bebas kebakaran bukan hal mudah. Meski sudah ikut sejak 2013, belum pernah desa mereka terbebas dari api 100 persen.

Menurut Yunus, pada tahun 2014, luas lahan terbakar di desanya mencapai 60 hektar. Pada tahun 2015 luasnya menurun menjadi 14 hektar.

"Sudah ada perbaikan, namun masih ada juga kebakaran yang tidak mampu kami atasi terutama pada lahan kosong yang jauh dari pemukiman desa. Kami tidak tahu siapa pemilik lahan itu,” kata Yunus.

Lahan tanpa pemilik
Persoalan kebakaran di lahan tanpa pemilik itu juga disampaikan oleh Bupati Pelalawan, HM Harris. Pada kemarau 2015 lalu, kebakaran di Pelalawan adalah penyumbang asap terbesar di Riau. Sebagian besar api berasal  dari lahan tidak bertuan, seperti yang disebutkan Harris itu.

Lahan tak bertuan yang dimaksud Harris sebenarnya adalah  kawasan hutan yang dirambah. Secara de jure, kawasan itu  memang milik negara, namun secara de facto dikuasai oleh perambah bermodal.

Pelalawan memang menjadi daerah incaran para perambah hutan terbesar di Riau. Di kabupaten itu terdapat dua wilayah hutan konservasi yaitu Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dan Suaka Margasatwa Kerumutan yang sudah luluh lantak.

Dua hutan yang menjadi tanggungjawab Kementerian Kehutanan itu justru menjadi sumber kebakaran terbesar yang tidak mampu dikendalikan pada 2015.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI Anggota Manggala Agni sedang sibuk memadamkan api yang menyala secara sporadis di Suaka Margasatwa Kerumutan, Rabu (28/10/2015).
TNTN dengan luas areal mencapai 83.000 hektar, kini nyaris habis. Data WWF Riau menyatakan, 80 persen tutupan hutan konservasi gajah Sumatera itu sudah terbuka dan berganti tanaman kelapa sawit.

Bila dibiarkan, dalam beberapa tahun kedepan dapat dipastikan hutan kebanggaan warga Riau itu akan hilang selamanya. Nama TNTN selayaknya diubah menjadi Taman sawit Tesso Nilo saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com