Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Sampah Mengotori Rinjani

Kompas.com - 24/11/2013, 07:20 WIB

KOMPAS.com - Pada Oktober lalu, Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat, ditetapkan pemerintah sebagai Geopark Nasional. Sayangnya, meskipun sudah berstatus Taman Geologi, Rinjani terus dikotori oleh tumpukan sampah yang membuat pemandangan tak hanya tak sedap, tetapi juga merusak lingkungan.

”Saya selalu ditanya oleh para wisatawan, kenapa kawasan Gunung Rinjani ini kotor dan penuh sampah,” kata Amin, pemandu wisata, Desa Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini, saat ditemui tengah mengawal beberapa bule mendaki gunung setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut (dpl) itu.

Menurut Amin, sebenarnya pihaknya bersama sejumlah warga di sekitar Gunung Rinjani rutin membersihkan Gunung Rinjani dari sebaran dan tumpukan sampah. ”Namun, beginilah kenyataannya. Setelah dibersihkan, sampah menyebar dan bertumpuk lagi,” ujarnya, seraya mengalihkan pembicaraan ke topik lain saat seorang bule ikut nimbrung mempersoalkan sampah.

Bagi Amin, sampah yang mengotori kawasan Gunung Rinjani tidak hanya menjadi persoalan utama bagi keindahan dan kebersihan lingkungan, tetapi juga kenyamanan pendaki yang notabene adalah ”sumber” kehidupannya.

Rudy, turis lokal asal Jakarta yang belum lama mendaki Rinjani, juga menyayangkan Rinjani penuh sampah. ”Pemandangannya asyik, tetapi jangan lupa, ya, Rinjani dibersihkan dari sampah,” katanya.

Sejak Agustus lalu, siapa pun tamu yang akan menikmati keindahan dari pintu masuk sebelah timur (Desa Sembalun) dan barat (Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara), pasti akan menemukan sampah yang menyebar dan adakalanya bertumpuk di tepi jalan setapak atau sudut-sudut Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Sampah itu beragam jenisnya, seperti kantong plastik, kaleng, botol kaca, serta wadah minuman air mineral dan penyegar lainnya. Bahkan, celakanya, termasuk kotoran manusia! ”Dari
kejauhan, sampah yang beragam jenis dan warnanya itu menyerupai pelangi jika diterpa cahaya matahari,” kata Amin.

Sebaran dan tumpukan sampah bisa ditemukan di Pelawangan Senaru, Pelawangan Sembalun, pos 3 pendakian, Danau Segara Anak, dan kaldera Gunung Rinjani yang merupakan tempat-tempat pendaki beristirahat dan menginap sebelum mendaki puncak gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia itu setelah Gunung Kerinci (3.805 meter dpl) di Sumatera Barat.

Kotor dan tak sedapnya Rinjani juga dikomentari Sumatim, anggota staf dari Rinjani Track Management Board (RTMB), lembaga yang pernah mengelola TNGR dan menyediakan keperluan pendakian, seperti jasa pemandu dan tenaga porter. RTMB ada di Desa Senaru dan Desa Sembalun.

”Saat ini, jika ke Rinjani, selain melihat panorama alamnya, pendaki juga bakal disuguhkan pemandangan sampah yang menggunung,” katanya.

Persoalan rumit

Ya, sampah yang menggunung di kawasan taman geologi ini kini memang sudah menjadi persoalan rumit.

Setidaknya, sejak Agustus lalu setelah TNGR menghentikan kerja sama dengan RTMB. Sejak itu, tidak ada lagi yang membersihkan sampah di TNGR. Sebab, selama ini yang membersihkan sampah adalah RTMB.

Menurut Kepala TNGR Agus Budiono, untuk sementara, kerja sama dengan RTMB dihentikan sambil menunggu kesepakatan baru dengan RTMB yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Maklum, kerja sama dengan RTMB terjadi sejak tahun 2003.

Namun, dari pantauan Kompas, penghentian kerja sama juga karena adanya ancaman dari kelompok warga lainnya yang juga menuntut pengelolaan TNGR selain RTMB. Bahkan, kelompok itu juga mengancam akan merusak fasilitas TNGR jika tak dilibatkan.

Selama ini, sesuai dengan kesepakatan, RTMB diberikan kewenangan ikut menjual tiket masuk bagi pendaki Gunung Rinjani sebesar Rp 130.000 per orang. Menurut Asmini, anggota staf lain di RTMB, dari tarif tiket masuk itu, 20 persen diberikan kepada Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara. Sebanyak 80 persennya untuk pengelolaan TNGR, termasuk biaya pengambilan dan pembuangan sampah tiga kali sebulan.

RTMB, misalnya, menyediakan upah Rp 4,2 juta hingga Rp 4,5 juta bagi 10-15 warga yang ditugasi membersihkan sampah. RTMB juga menampung dan membeli sampah yang dipungut senilai Rp 20.000 per kilogram (kg) untuk kaleng dan botol kaca, sampah plastik Rp 25.000 per kg. Bekas sarung dan celana yang dibuang di kawasan itu dibeli Rp 15.000 per kg. Sampah itu kemudian dijual RTMB kepada pemulung.

Namun, sejak RTMB dihentikan, pungutan masuk ke Rinjani digantikan TNGR dengan tarif yang lebih murah, yaitu Rp 20.000 per tamu. Tentu dengan tarif sebesar itu mana mungkin ada dana untuk memungut dan membuang sampah. ”Jangankan setahun, sebulan saja tidak dibersihkan sampahnya. Saya yakin, kawasan Rinjani ibarat tempat pembuangan akhir beragam sampah,” ujar Diralam, Kepala Desa Sembalun.

Tentu sambil menunggu persoalannya diselesaikan, pengunjung pun harus ikut menjaga kebersihan Rinjani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com