Salin Artikel

Ironi Penegakan Hukum Karhutla Kalbar: Petani Kecil Dipidana, Abai Lahan Konsesi Korporasi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat dinilai masih lemah.

Salah satu faktornya, adalah belum ada penegakkan hukum konkret kepada korporasi atau pemilik lahan konsesi yang sengaja membakar lahan.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar, Anton Priani Wijaya mengatakan, sampai saat ini, penegakkan hukum karhutla hanya mampu diimplementasikan kepada petani kecil, yang kemudian menjadi ironi, sebab petani kecil dalam membakar lahan di bawah 2 hektare, dilindungi undang-undang.

Sebagaimana diketahui, sejak musim kering melanda, sejak satu bulan terkahir, seluruh jajaran kepolisian di Kalbar telah mempidanakan sedikitnya 21 orang petani karena membakar lahan mereka.

"Kondisi ini (penangkapan 21 orang petani) menjelaskan kemampuan penegakkan hukum kepada korporasi masih menjadi persoalan dalam kasus karhutla," kata Anton, kepada Kompas.com, Selasa (13/8/2019).

Menurut dia, ketidakmampuan polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan kebakaran di areal konsesi ini menjadi tanda tanya besar. Dia menilai seharusnya tidak sulit pembuktiannya.

Dia menilai, kapasitas aparat kepolisian sudah sangat memadai, bahkan sudah dibuat unit-unit khusus di kepolisian untuk urusan kebakaran hutan dan lahan.

"Masalah utamanya adalah keseriusan dan niat baik aparat melakukan penegakkan hukum terhadap kebakaran sebagai kejahatan lingkungan," ucap dia.

Bantah klaim korporasi

Klaim korporasi, yang kerap mengatakan, bahwa lahan yang terbakar bukan berada di wilayah konsesi mereka, dianggap hanya dalih dan sebagai penghindaran tanggung jawab korporasi.

Seharusnya, aparat penegakkan hukum bisa menggunakan argumentasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa perusahaan atau korporasi harus bertanggung jawab atas seluruh luasan izin konsesi yang mereka miliki.

"Artinya sudah atau belum dibebaskan, ketika izin sudah diberikan, maka tanggung jawab tersebut ada di tangan pemilik konsesi," ujar dia.

Anton beranggapan, klaim dan argumentasi asal api dari luar konsesi, bisa saja digunakan.

"Poin kami sesungguhnya adalah karhutla merupakan kejahatan lingkungan luar biasa, karena dampaknya sangat merugikan hak-hak rakyat akan lingkungan hidup yang sehat," terang dia.

Kejahatan lingkungan ekosida

Bahkan, dampak kabut asap yang ditimbulkan akibat karhutla dianggap sudah seperti ekosida. Karena merugikan dan dapat membunuh lingkungan serta masyarakat yang terpapar.

Maka dari itu, penegakkan hukum kejahatan lingkungan yang pelakunya korporasi ini harus menjadi prioritas dan dilakukan secara serius.

Anton menilai, perintah Presiden Joko Widodo terkait karhutla sudah sangat jelas. Begitu pula di tingkat lokal, peringatan Gubernur Kalbar juga cukup tegas.

Hanya tinggal implementasinya oleh aparat penegak hukum.

Di sisi lain, kejahatan lingkungan yang dilakukan korporasi pun sudah tidak bisa ditutup-tutupi.

Menurut Anton, masyarakat sudah cukup cerdas, semua orang bisa mengkases data sebaran titik panas yang dikeluarkan oleh banyak satelit pemantauan.

"Dan selalu saja lebih dari 70 persen titik panas itu berada di dalam areal konsesi," tutup dia.

Selidiki 6 perusahaan perkebunan sawit

Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go menerangkan, saat ini kepolisian sudah menggelar penyelidikan di wilayah konsesi 6 perusahaan yang ditemukan terbakar.

Dari penyelidikan itu, 3 di antaranya, lokasi titik api berada di luar konsesi. Sementara 3 lainnya berada di wilayah konsesi.

"Namun, lahan yang berada di wilayah konsesi itu belum dibebaskan perusahaan dan masih dikuasai masyarakat," kata Donny, kepada Kompas.com, Selasa siang.

Donny enggan merinci nama-nama keenam perusahaan yang diselidiki tersebut. Dia memastikan, tim penyidik tengah bekerja keras mencari bukti-bukti lain.

"Saat ini tim masih melakukan penyelidikan. Untuk nama perusahaan, belum bisa saya sebutkan," ucap dia.

Tangkap 21 warga pembakar lahan

Donny menuturkan, saat ini kepolisian menangani 21 perkara karhutla. Dari kasus itu, 21 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Pengungkapan cukup cepat dan signifikan, 90 persen semua di periode bulan Agustus ini yaitu 15 kasus. Hampir seluruh Polres terdapat pengungkapan kasus karhutla," terang dia.

Donny menegaskan, melihat kondisi asap yang terus menyelimuti wilayah Kalbar, sangat berpeluang jumlah tersangka akan bertambah.

Tersangka kasus karhutla, dijerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ancaman hukuman penjaranya minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun, serta denda maksimal Rp 10 miliar.

"Petugas di lapangan terus bekerja, tidak hanya mengimbau dan mencegah terjadi kebakaran, juga melakukan penegakkan hukum," tutup dia.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalbar mengundang hampir 100 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah mereka, di Balai Petitih, Senin (12/8/2019).

Pemanggilan itu bertujuan memberi peringatan kepada perusahaan yang lahannya terbakar.

Masyarakat jadi kambing hitam

Gubernur Kalbar Sutarmidji, menegaskan, tak akan berkompromi terkait masalah kebakaran hutan dan lahan. Jika terbukti melakukan pembakaran lahan, izin perusahaan terancam dicabut.

"Kami serius dalam hal ini. Kami tidak main-main. Dan saya minta mereka punya komitmen untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan," ujar dia.

Menurut dia, masyarakat lebih sering dikambinghitamkan oleh perusahaan sawit.

"Padahal yang bakar perusahaan, masyarakat dikambinghitamkan. Alasan yang lahannya tidak diserahkan dan lainnya, di mana guna asosiasi," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/13/15351891/ironi-penegakan-hukum-karhutla-kalbar-petani-kecil-dipidana-abai-lahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke