KOMPAS.com - Afdel (40), seorang karyawan swasta, mengaku panik saat berusaha menuju rumah orangtuanya di Koto Tuo, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada hari terjadinya banjir bandang atau galodo, Sabtu (11/5/2024) malam.
Jalan nasional yang menghubungkan Padang-Bukittinggi melalui kawasan Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, amblas dan tidak dapat dilalui karena banjir.
Satu-satunya jalur alternatif yang melalui Malalak juga mengalami longsor.
"Perasaan campur aduk ingin pulang ke rumah dengan kondisi jalan yang putus," ungkap Afdel, Selasa (14/5/2024).
Baca juga: Detik-detik Liviya Selamatkan Diri dari Derasnya Banjir Bandang Lahar Sumbar
Saat tahu tak ada jalan lain, Afdel nekat menggunakan motor menerobos longsor. Beruntung pada Minggu pagi, jalur Malalal sudah bisa dilalui kendaraan roda dua.
Afdel juga mengetahui adanya alternatif lain melalui Kelok 44 Maninjau, namun jarak tempuhnya jauh lebih lama.
Dengan bantuan warga sekitar, Afdel akhirnya berhasil melewati longsor di jalur Malalak.
"Pagi hari saya akhirnya tiba dan membantu membersihkan rumah nenek," ungkap dia.
Afdel mengatakan kondisi setelah banjir sangat memprihatinkan. Lumpur setinggai satu meter masih menutupi rumah dan jalanan.
"Sampai sekarang masih ada lumpur, makanya kita butuh mobil pemadam kebakaran untuk membersihkan jalanan," tutur Afdel.
Baca juga: UPDATE Banjir Sumbar: 57 Orang Meninggal, 32 Warga Dilaporkan Hilang
Rumah Jhoni yang berada di Galuang, Kecamatan Sungai Puar hancur setelah diterjang banjir bandang.
Jhoni tampak memisahkan trali besi dari kusen jendela berwarna krem yang penuh dengan lumpur.
Mereka menggunakan palu, linggis, dan kapak untuk membuka trali dan membawanya ke rumah saudaranya. Kusen dan trali jendela ini hanyut hampir 50 meter dari rumah Jhoni yang kini hanya tersisa pondasi batu.
"Jendelanya ketemu di sini, jadi saya kumpulkan saja. Soalnya rumah sudah tidak ada lagi," ujar Jhoni, Selasa.
Baca juga: Permudah Koordinasi Bencana, Gubernur Sumbar Berkantor di Bukittinggi