KOMPAS.com - Herliawati, mantan Kades Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten dan suaminya, Yadi Haryadi menjadi tersangka kasus pungutan liar (pungli).
Pasangan suami istri tersebut didakwa menerima uang pungli dari perusahaan tambak udang, PT Royal Gihon Samudra (RGS) sebesar Rp 310 juta selama rentang tahun 2021 hingga 2023.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Serang pada Selasa (19/3/2024) terungkap bahwa Herliawati dan suaminya nekat melakukan pungli karena membutuhkan uang untuk biaya pemilihan kepala desa (pilkdades) tahun 2021.
Akibat pungli tersebut, Herliawati pun dicopot dari jabatannya sebagai kepala desa.
Baca juga: Kades Perempuan di Lebak Peras Pengusaha demi Dana Maju Pilkades
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lebak Seliya Yustika Sari masa kontestasi pemilihan Kepala Desa Pagelaran dilakukan pada Oktober 2021.
Saat itu Herliawati meminta dana Rp 200 juta kepada PT RGS sebagai fee pengurusan administrasi tanah warga yang belum bersertifikat untuk usaha tambak udang.
PT RGS berencana melakukan investasi usaha tambak udang di Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak pada tahun 2021.
Untuk investasi usaha tambak udang tersebut, PT RGS membutuhkan lahan seluas kurang lebih 31 hektar.
Baca juga: Mantan Kades di Lebak dan Suami Didakwa Pungli Sertifikat Tambak
Dalam rangka mencari lahan, Direktur Operasional PT RGS Gono Joko Mulyono kemudian meminta bantuan Farid Maulana dan Muhamad Ridwan untuk jual beli tanah.
Keduanya kemudian bertemu dengan Herliawati selaku Kepala Desa Pagelaran untuk meminta bantuan.
Kala itu, Herliawati dan suaminya meminta fee Rp 5.000 per meter untuk pengurusan lahan. Namun hal itu tak ditanggapi oleh Farid.
Farid kemudian meminta bantuan warga Desa Pagelaran untuk mengidentifikasi pemilik lahan, serta mendatangi pemilik langsung guna melakukan negosiasi harga.
"Dari lahan seluas kurang lebih 31 hektar yang sedianya akan dibeli oleh PT RGS untuk tambak udang terdapat 37 bidang lahan milik warga, dengan total luas sekitar 23 Hektar yang ternyata belum bersertifikat," kata Seliya.
Baca juga: BPBD Lebak Catat 441 Rumah Diterjang Longsor dan Angin Kencang
Sekitar Juli atau Agustus tahun 2021, Herliawati kembali didatangi oleh Farid di rumahnya dengan membawa dokumen surat-surat tanah yang belum bersertifikat yang akan dibeli oleh PT RGS.
Saat bertemu, Herliawati menolak menandatangani dokumen atau surat karena belum menerima uang yang dimintanya saat pertemuan pertama.