MALINAU, KOMPAS.com – Masyarakat Hutan Adat (MHA) Punan Adiu di kabupaten Malinau menjadi perwakilan provinsi Kalimantan Utara dalam penghargaan Kalpataru 2020, pada kategori penyelamat lingkungan.
Penghargaan tersebut diberikan kepada individu maupun kelompok yang dinilai berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, melindungi dan mampu mengelola lingkungan hidup dan kehutanan.
Ada 10 penerima penganugerahaan penghargaan Kalpataru Tahun 2020, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MENLHK) Nomor SK.302/MENLHK/PSKL/PEG.7/7/2020, dan MHA Punan Adiu salah satunya.
Baca juga: Cerita Zofrawandi Peraih Kalpataru, Buat 13 Peraturan Nagari untuk Paksa Warga Rawat Lingkungan
Lalu apa arti Kalpataru bagi MHA Punan Adiu?
Mewakili kepala adat Punan Adiu Markus, Kepala desa Punan Adiu Ilin Kristianus mengatakan, Kalpataru adalah sebuah simbol dan pengakuan, juga sebagai spirit yang diharapkan menjadi obat bagi para pelestari hutan.
"Saya menerima Kalpataru hanya sebagai perwakilan masyarakat saja, ada yang sangat berhak menerimanya yaitu ketua adat Punan Adiu, pak Markus, saat ini beliau terbaring sakit, saya berdoa, Kalpataru menjadi penyembuh bagi pak Markus karena dia adalah sosok penting dari lestarinya hutan Punan," ujarnya dihubungi, Selasa (22/12/2020).
Ilin berharap, Kalpataru akan menjadi spirit masyarakat Dayak Punan untuk semakin gigih melestarikan dan menjaga hutan dari ancaman korporasi dan para perusak hutan.
Bagi masyarakat dayak Punan, hutan bukan sekedar habitat dan sumber kehidupan, melainkan lebih dari itu.
Masyarakat setempat berkeyakinan hutan adalah pelindung, hutan juga menyimpan kekuatan penuh misteri, kerusakan hutan menimbulkan murka alam sehingga tidak ada alasan selain memperlakukan hutan sebagai sahabat bahkan sebagai mutu manikam.
"Kalpataru akan menjadi jaminan kami, Kalpataru menandakan hutan kami adalah milik kami, pengakuan Negara tersebut adalah jaminan dan kekuatan kami untuk menolak rayuan korporasi yang selama ini sering terjadi," tegasnya.