Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengolah Cacing Merah Jadi Pundi-pundi Rupiah, Kisah Petani Desa Rejosari Riau (1)

Kompas.com - 27/10/2020, 07:30 WIB
Idon Tanjung,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Cuaca mendung menyelimuti Desa Rejosari, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, Sabtu (24/10/2020) pagi pukul 09.00 WIB.

Di bawah udara sejuk, enam orang pria, yang tergabung dalam kelompok tani Maju Bersama di desa itu, tengah bersiap melakukan panen cacing merah (Pheretima) yang mereka budidayakan.

Ada lima buah reaktor cacing merah yang akan mereka panen. Reaktor cacing merah ini dibuat dengan batang bambu yang dirangkai berbentuk bulat setinggi dua meter.

Panen belum dilakukan, karena mereka menunggu dulu pembinanya, yaitu Ramin Sunarto. Pria 52 tahun inilah yang membina mereka untuk budidaya cacing merah tersebut.

Baca juga: Kisah-kisah Mereka yang Berhasil Bangkit di Tengah Pandemi, Ternak Cacing hingga Jual Ikan Cupang

Jam telah menunjukkan menunjukkan pukul 10.00 WIB. Hujan gerimis pun turun. Namun, Ramin tak kunjung datang.

Salah satu anggota kelompok tani menelepon pria yang akrab disapa Pak Ramin itu.

Ternyata, Ramin yang tinggal di daerah tetangga, yakni di Kelurahan Ukui, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, sedang menghadapi musibah. Salah seorang saudaranya meninggal dunia.

Tepat pada pukul 10.25 WIB, Ramin akhirnya datang dengan menggunakan sepeda motor matik yang memakai helm, jaket dan masker.

"Maaf kawan-kawan saya terlambat, tadi ada saudara yang meninggal dunia. Setelah jenazah siap dikubur saya langsung ke sini," ucap Ramin kepada kelompok tani.

Baca juga: Cerita Rian Raup Jutaan Rupiah dari Ternak Cacing, Berawal Pekerjaan Terdampak Pandemi

Panen setelah 45 hari

Beberapa menit bercerita, akhirnya panen perdana cacing merah dilakukan. Mereka membentangkan terpal warna hijau sebagai wadah memilih cacing.

Tangan-tangan pria itu tampak begitu lincah memilih cacing yang besar dengan yang kecil.

Tak terlihat rasa jijik dari mereka meski kotoran sapi sebagai campuran tanah belum seutuhnya terurai oleh cacing. Bau kotoran sapi pun menyeruak di  halaman depan rumah salah satu anggota kelompok tani.

"Enggak jijik karena sudah biasa megang cacing untuk mancing," ujar Ketua Kelompok Tani Maju Bersama, Dwi Selamat fauzan saat ditanya Kompas.com.

Baca juga: Mengintip Rumah Tahan Gempa di Yogyakarta, Dibangun dengan Pasir, Jerami hingga Kotoran Sapi (1)

Setelah memecah seluruh tanah dan kotoran sapi, cacing-cacing yang besar berukuran 10 hingga 15 sentimeter terkumpul. Sedangkan anakan cacing dimasukkan lagi ke reaktor supaya berkembang biak.

Setelah ditimbang, berat seluruh cacing yang terkumpul kurang tiga garis dari setengah kilo.

Hasilnya cuma masih sedikit. Tetapi, mereka tetap bersyukur dengan usaha yang dimiliki.

"Sebenarnya cacing ini baru 40 hari. Idealnya 45 hari untuk panen. Apalagi, ini kami baru uji coba," tutur Dwi.

Baca juga: Kisah Umi, Pedagang Sayur yang Omzetnya Naik 50 Persen Setelah Beralih ke Digital

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com